Jejak Langkah Romo Kadarman
Pendidikan manajemen bukan hanya mengajarkan berbagai keterampilan manajerial, tetapi juga menghidupkan api di dalam diri setiap pribadi untuk menjadi pemimpin sejati yang berkarakter dan transformatif.
Judul: Darma Kadarman, Rintisan, Pendidikan, Kaderisasi
Penulis: St Sularto, R Royanto, Royani Lim
Penerbit: PT Kanisius
Cetakan: I, 2021
Tebal: iv + 156 halaman
ISBN: 978-979-21-6915-7
Romo AM Kadarman SJ sosok penting dalam pendidikan manajemen di Indonesia. Ia seorang rohaniwan, pastor ordo Serikat Yesus, lulus doktor ekonomi bidang sosiologi perusahaan (manajemen) dari Fakultas Ekonomi Katholieke Economische Hogeschool, Tillburg, Belanda, tahun 1951. Disertasinya, ”Werk en Leven van de Industriele Loonarbeider als object van een social onderneimings-politiek” (Pekerjaan dan Hidup Buruh Upah Industri sebagai Objek Kebijakan Sosial), mengkaji kondisi buruh dari sisi ekonomi dan sosial.
Perhatiannya pada masalah perburuhan tidak hanya mewujud dalam penyusunan disertasinya, sejak studi lanjut kandidat doktor Romo Aloysius Maria Kuylaars SJ atau AM Kadarman (nama Romo Kuylaars setelah tinggal di Indonesia) aktif menyelenggarakan diskusi tentang hak buruh.
Selain masalah perburuhan Kadarman juga menaruh perhatian pada masalah pendidikan, kaderisasi, dan gerakan sosial pemberdayaan kelompok masyarakat miskin atau terpinggirkan. Ia juga rutin mengisi rubrik tentang Ajaran Sosial Gereja dalam majalah rohani untuk para pastor Yesuit di Belanda.
Romo Kadarman, yang ditahbiskan menjadi imam tahun 1953, pernah mendapat beasiswa mengunjungi berbagai universitas di Amerika Serikat (AS), seperti Yale, Harvard, Chicago dan Berkeley selama satu tahun. Ia juga mengikuti kuliah sosiologi perusahaan di Universitas Yale, West Haven, Connecticut tahun 1955-1956, dan bekerja di Research Fellow Yale, Universitas Chicago.
Setelah setahun studi di AS, tahun 1956 Romo Kadarman ditugaskan ke Indonesia, menjadi dosen ekonomi di Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Sanata Dharma, Yogyakarta, sekarang bernama Universitas Sanata Dharma. (halaman 20-23)
Pendidikan Manajemen
Ada tiga karya sosial kemasyarakatan didirikan Romo Kadarman di Indonesia yang berorientasi pada upaya kaderisasi kepemimpinan dan pemberdayaan kelompok masyarakat miskin dan marjinal. Tiga lembaga itu adalah Pendidikan Tenaga Penggerak Masyarakat (PTPM), Kursus Sosial Wanita (KSW) Bhakti Wara, Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT). Namun jejak karya Romo Kadarman yang tampak lebih dikenal dan tetap bertumbuh hingga kini adalah Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) yang berdiri 3 Juli 1967.
Di dalam bagian pengantar penulis buku Darma Kadarman (PT Kanisius, 2021), LPPM yang sekarang bernama PPM Manajemen, berlokasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, disebut sebagai lembaga pendidikan manajer bisnis yang pertama di Indonesia.
Berdirinya LPPM tepat waktu, ketika pemerintah Orde Baru memutuskan menjadikan bidang ekonomi sebagai orientasi utama pembangunan sehingga kebutuhan para manajer bisnis terdidik untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sangat besar.
LPPM berkembang sebagai lembaga pendidikan tinggi manajemen terapan yang mengacu pada The Harvard Business School, yang di dasarkan atas konsep ahli manajemen terkemuka Peter F. Drucker, yaitu management by objective (MBO). Romo Kadarman menjadikan keyakinan Drucker sebagai inspirasi, bahwa tidak ada negara underdeveloped, yang ada undermanaged. Indonesia membutuhkan manajer-manajer yang tahu sasaran dan tahu menyusun strategi untuk mencapai sasaran.
Bagi Romo Kadarman LPPM bukan proyek mencari keuntungan finansial tetapi sarana penggerak transformasi sosial. Untuk itu ia gigih menggalang dana dari luar negeri untuk membiayai LPPM.
Kekhasan studi manajemen ”Harvard” itu pada studi kasus dan pemecahan masalah (problem solving and decision making).
Konsep MBO dan transformasi sosial
Romo Kadarman ingin membuat Sekolah Harvard Indonesia. Model pendidikan MBO dipandang paling tepat diterapkan di Indonesia, sesuai kebutuhan zaman. Kekhasan studi manajemen ”Harvard” itu pada studi kasus dan pemecahan masalah (problem solving and decision making). Condong pada praksis pendidikan manajemen terapan. Materi perkuliahan studi kasus 70 persen, teori 30 persen. Dalam mempelajari setiap kasus digunakan model manajemen minaut. (halaman 84)
Hal menarik dari pemikiran Romo Kadarman terkait pendidikan manajemen, khususnya manajemen bisnis melalui LPPM, bahwa keterampilan mengelola usaha bisnis bukan semata-mata untuk kepentingan bisnis itu sendiri. Bisnis adalah sarana membangun proses pemanusian manusia (humanisasi).
Pendidikan manajemen bukan sekadar proyek pelatihan agar orang terampil mencari keuntungan sebagai target, tetapi proyek sosial dalam proses pemanusiaan. Manajemen bukan sekadar melatih keterampilan berlomba mengakumulasi modal atau menimbun keuntungan, yang hanya memberi keuntungan bagi pemodal (share holder), tetapi juga mitra kerja (stake holder) yang ikut berperan dalam menggerakkan roda bisnis atau kegiatan organisasi.
Pendidikan manajemen, dalam bingkai pemikiran kepemimpinan Romo Kadarman, tidak hanya untuk melahirkan para manajer andal bidang bisnis, tetapi untuk berbagai bidang termasuk lembaga keagamaan. Manajemen yang berorientasi pada hasil bukan hanya fokus pada target keuntungan sebagai ukuran berhasil tidaknya bisnis, tetapi juga memperhatikan secara seksama proses yang dilakukan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur (integritas) dalam bekerja seperti kejujuran, etika bisnis, dan profesionalitas.
Cara pandang Romo Kadarman yang menempatkan pendidikan manajemen sebagai sarana transformasi sosial dan kaderisasi kepemimpinan menurut Provinsial Serikat Yesus Provinsi Indonesia, B Hari Juliawan terinspirasi pada gagasan tentang pendidikan (pedagogi Ignasian) dari seorang tokoh rohani katolik Ignatius Loyola, pendiri ordo Serikat Yesus.
Pendidikan manajemen bukan hanya mengajarkan berbagai keterampilan manajerial tetapi juga menghidupkan api di dalam diri setiap pribadi untuk menjadi pemimpin sejati yang berkarakter, yang memiliki kapasitas melakukan perubahan dari dalam dirinya, bukan karena iming-iming mendapatkan ganjaran (reward) atau ancaman hukuman (punishment) yang datang dari luar dirinya, seperti dalam sistem meritokrasi.
Seorang pemimpin sejati, selain memiliki karakter pembelajar dan memiliki semangat magis (ingin melakukan yang terbaik secara terus menerus) juga bersemangat untuk menularkan kapasitas yang dimilikinya kepada orang lain di sekitarnya, agar mampu mewujudkan cita-cita bersama, menemukan hal-hal yang paling berharga atau bernilai dalam hidup.
Pemimpin sejati melampaui kapasitasnya sebagai seorang manajer, tidak hanya menjadi pemimpin bagi dirinya, tetapi tergerak untuk secara terus menerus menciptakan pemimpin-pemimpin baru. Dalam pengertian ini, Romo Kadarman menempatkan pendidikan manajemen pada konteks yang lebih luas, melampaui keterampilan meneglola organisasi atau lembaga, tetapi kehidupan sosial di masyarakat. Untuk menjaga api semangat dalam diri tetap menyala dan teruji dalam berbagai situasi diperlukan laku pribadi yang disiplin. (halaman 10-12)
Secara tersirat buku ini merupakan ungkapan syukur sekaligus berterimakasih atas peran Romo Kadarman yang merintis dan mengembangkan yayasan serta pendidikan manajemen di Indonesia.
Yayasan Bhumiksara
Selain merintis lembaga pendidikan manajemen Indonesia, Romo Kadarman, yang lahir 4 Desember 1918 di Breda, Belanda, dan meninggal di Nijmegen 3 Desember 2005, juga menjadi inspirator, perintis, penggerak kaderisasi calon-calon pemimpin untuk gerakan transformasi sosial. Ia menjadi salah satu pendiri Yayasan Bhumiksara, yang berdiri resmi pada 20 April 1988. Bhumiksara berasal dari kata Sanskerta, Bhumi (dunia) dan Ksara (garam), yang bermakna semangat menggarami dunia.
Yayasan Bhumiksara lahir, tumbuh dan berkembang sebagai karya kerasulan profesional-intelektual sekelompok cendekiawan Katolik, khususnya yang tergabung dalam Badan Pengurus Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK). Yayasan Bhumiksara muncul sebagai respons atas keprihatinan masyarakat dan Gereja Katolik Indonesia yang melihat fenomena berlangsungnya penyusutan jumlah dan pengaruh tokoh-tokoh katolik di berbagai ranah kemasyarakatan dalam gerakan transformasi sosial. Baik pada posisi kepemimpinan lokal, regional maupun nasional.
Keprihatinan itu juga pada adanya kecenderungan kaum profesional katolik yang memisahkan antara kehidupan iman dari kehidupan profesional mereka. Juga kurangnya upaya terorganisasi dan sistematis untuk merefleksikan keterkaitan antara iman, ilmu, dan budaya. Untuk itu perlu dibentuk suatu sarana kerasulan intelektual untuk melahirkan kader-kader cendekiawan awam katolik yang berintegritas moral tinggi, profesional, dan peduli pada kelompok masyarakat miskin atau yang terpinggirkan. Cendekiawan yang mau bergerak sebagai pemimpin transformatif. (halaman 100-102)
Buku sketsa biografis tentang Romo Prof Dr AM Kadarman SJ yang ditulis oleh St Sularto, R Royanto, dan Royani Lim ini sesungguhnya terbit untuk memperingati ulang tahun ke-33 Yayasan Bhumiksara. Secara tersirat, buku ini merupakan ungkapan syukur sekaligus berterimakasih atas peran Romo Kadarman yang merintis dan mengembangkan yayasan serta pendidikan manajemen di Indonesia.
Bagi sebagian orang namanya mungkin asing, tapi jejak inspirasi dan pengaruhnya dalam karya kerasulan intelektual dan pendidikan kepemimpinan transformatif Indonesia sangat terasa ”asinnya”. Hal itu tertuang dalam seluruh bagian buku ini, mulai pengantar penulis dan para tokoh, juga lima bab pembahasan profil dan karya Romo Kadarman.
Meski demikian, buku ini menyisakan catatan rasa penasaran, yaitu minimnya pembahasan tentang model manajemen minaut. Memang sempat disinggung dalam buku, tetapi terasa kurang mendalam dan komprehensif. Padahal model manajemen minaut ini merupakan ”senjata andalan” dalam proses pendidikan manajemen MBO di ”PPM School of Management”. (YOHANES KRISNAWAN/REDAKSI)