Hujan ringan tiba-tiba turun saat kami tiba di salah satu dermaga di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (20/10/2023).
Sambil menunggu hujan reda kami menghubungi Jusman, salah satu warga Kampung Selambai, yang juga menjadi ketua kelompok konservasi terumbu karang Kimasea, Bontang. Setelah menunggu sekitar 20 menit, Jusman dan rekannya tiba dengan mengendarai dua sepeda motor.
Setelah berbincang sebentar, kami lantas berboncengan menggunakan sepeda motor menuju kampung apung Selambai. Dari jalan aspal sepeda motor kemudian masuk ke arah gerbang kampung dan menyusuri jembatan beton yang menjadi akses penghubung dari daratan menuju Kampung Selambai. Jembatan dan jalan beton itu merupakan infrastruktur baru yang dibangun untuk menggantikan jembatan kayu ulin sebagai penghubung daratan dan Kampung Selambai.
Namun jalan beton itu baru ada sepanjang sekitar 400 meter dan kembali tersambung dengan jalan yang terbuat dari kayu ulin. Saat roda sepeda motor melewati jalan kayu ulin bunyi kayu “kratak kratak kratak” terdengar jelas sepanjang perjalanan hingga sepeda motor berhenti di tujuan.
Tak sampai 10 menit sepeda motor yang kami tumpangi berhenti di depan rumah Jusman. Di teras rumah beberapa rekan Jusman sedang asyik berbincang sambil minum kopi.
Sementara itu berjarak beberapa rumah, sejumlah pria duduk di atas jalan kayu. Rupanya mereka sibuk memancing ikan. Dari lubang kayu mereka mengulurkan tali pancing ke laut yang berada di bawahnya. Sebagian dari mereka adalah warga di luar kampung apung.
Mereka sengaja datang untuk mencari ikan. Rata-rata ikan yang dipancing adalah ikan baronang. Jika mereka mendapat sedikit ikan maka akan dibawa pulang untuk dikonsumsi sendiri.
Namun jika mendapat banyak ikan mereka akan menjualnya ke warung-warung atau kepada tengkulak. Ikan baronang itu laku dijual Rp 60.000-Rp 70.000 per kilogram.
Kampung Selambai, yang masuk dalam wilayah Kelurahan Lok Tuan, merupakan salah satu kampung nelayan yang berada di kawasan pesisir pantai Kota Bontang. Seperti halnya kampung nelayan lainnya, Kampung Selambai merupakan kampung apung karena hunian atau rumah-rumah warga dibangun di atas laut. Seluruh hunian adalah rumah panggung dengan material lantai dan dinding semuanya dari bahan kayu.
Berada di pesisir Kota Bontang, Kampung Selambai berada tidak jauh dari Pelabuhan Lok Tuan dan di sisi timur berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Sebagian besar warga di kampung ini berprofesi sebagai nelayan dan sebagian lainnya adalah bekerja di pabrik dan pekerja pelabuhan. Mayoritas warga di Kampung Selambai adalah pendatang dari Sulawesi Selatan dan Jawa.
Sebagai permukiman para nelayan, rumah-rumah terapung yang dibangun di Kampung Selambai lambat laun terus bertambah. Selain itu kawasan Kampung Selambai juga digunakan sebagai relokasi bagi warga yang tetap memilih tinggal di kampung terapung.
Jusman (46) termasuk salah satu warga yang pindah ke Kampung Selambai. Sebelumnya ia dan keluarganya tinggal di Kampung Salona, kampung terapung yang berada di dekat Pelabuhan Lok Tuan, Bontang.
Tetapi karena musibah kebakaran pada tahun 2003, Pemerintah Kota Bontang kemudian menawarkan relokasi kepada warga dan memberikan opsi untuk pindah ke permukiman di daratan atau tetap tinggal di permukiman terapung.
Sebagian besar warga memilih untuk tetap tinggal di rumah terapung dan memilih Kampung Selambai sebagai tempat relokasi.
Sekitar 80 kepala keluarga kemudian pindah dan menempati rumah terapung yang baru dibangun di sisi luar Kampung Selambai. Mereka memberi nama hunian baru itu perumahan Salona Baru.
Menurut Jusman pada saat awal-awal pindah fasilitas listrik dan air belum tersedia. Warga masih menggunakan lilin dan genset sebagai sumber listrik untuk penerangan saat malam hari. Listrik baru terpasang di rumah warga pada tahun 2007.
Kampung Selambai terdiri dari delapan rukun tetangga (RT) dengan jumlah kepala keluarga (KK) sekitar 100 KK tiap RT. Namun dalam perkembangannya Kampung Selambai tumbuh sebagai permukiman padat dan tidak teratur sehingga mengesankan sebagai kawasan permukiman kumuh.
Untuk mengubah Kampung Selambai dari permukiman kumuh, Pemerintah Kota Bontang dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan penataan melalui program penataan kawasan kumuh yang dimulai pada 2019 hingga saat ini.
Penataan dan program bantuan itu antara lain pembangunan jembatan dan jalan beton, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dan perbaikan rumah layak huni. Pembenahan Kampung Selambai itu diharapkan akan berkontribusi dalam upaya menjaga lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup warga. Kawasan kampung terapung yang tertata juga akan mendorong perekonomian warga melalui potensi sektor wisata.
Saat ini selain membuka warung dan usaha kuliner, warga juga menawarkan wisata telusur kampung yang mengajak pengunjung untuk berkeliling menggunakan perahu. Selain melihat kawasan Kampung Selambai, pengunjung juga dapat melihat pelabuhan Lok Tuan, kawasan mangrove Telok Bangko, serta Masjid Terapung. Keberadaan masjid terapung Darul Irsyad di Kampung Selambai yang diresmikan sejak Maret 2022 itu menjadi salah satu daya tarik wisata religi di Bontang.
Untuk menikmati wisata telusur ini pengunjung cukup membayar Rp 35.000 per orang dengan jumlah minimal 10 orang. Durasi berkeliling wisata telusur ini sekitar satu hingga dua jam. Saat ini wisata telusur memang masih belum ramai peminat. Biasanya hanya saat akhir pekan atau hari libur saja ada satu atau dua kelompok pengunjung yang menggunakan jasa sewa perahu untuk berkeliling.