logo Kompas.id
Bebas AksesInovasi Limbah Cangkang...
Iklan

Inovasi Limbah Cangkang Rajungan di Bontang Diolah Jadi Kitosan

Warga pesisir Kota Bontang, Kaltim mengolah limbah cangkang rajungan menjadi kitosan cair yang berguna untuk tanaman.

Oleh
SUCIPTO
· 4 menit baca
 Anggota Kelompok Cangkang Salona mencuci cangkang rajungan di Selambai, Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anggota Kelompok Cangkang Salona mencuci cangkang rajungan di Selambai, Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).

Layaknya daerah pesisir, panas begitu menyengat di pesisir Kota Bontang. Namun, bagi sejumlah warga di kawasan Selambai, Kelurahan Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, kondisi itu anugerah tak terhingga. Panas terik membantu mereka dalam pengeringan cangkang yang telah dibersihkan untuk selanjutnya diolah menjadi kitosan.

Senin (24/7/2023) siang, Nurmala dan beberapa rekannya mencuci cangkang rajungan yang sudah mereka kumpulkan di dalam sebuah ember. Rajungan ialah hewan mirip kepiting. Bedanya, rajungan memiliki capit lebih panjang dan ramping.

Nurmala merupakan Ketua Kelompok Cangkang Salona, kelompok yang terdiri dari wanita pesisir dan keluarga nelayan. Kelompok itu mengumpulkan limbah cangkang rajungan yang biasanya dibuang begitu saja ke pantai setelah dagingnya diambil untuk dijual.

”Kami kumpulkan dan olah supaya mengurangi limbah di tempat tinggal kami,” kata perempuan 40 tahun itu.

Anggota Kelompok Cangkang Salona menjemur cangkang rajungan di Selambai, Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anggota Kelompok Cangkang Salona menjemur cangkang rajungan di Selambai, Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).

Perkataan Nurmala itu benar adanya. Di kampung itu, lazim terlihat nelayan sedang memisahkan rajungan dan cangkangnya.

Cangkang-cangkang itu langsung dibuang dari atas rumah panggung nelayan ke pantai. Akibatnya, cangkang tersebut menjadi limbah yang menumpuk di beberapa titik.

Oleh Kelompok Cangkang Salona, limbah cangkang dikumpulkan dan dicuci bersih. Setelah itu, cangkang dijemur di atas terpal. Panas yang terik membuat proses penjemuran berjalan cepat.

Setelah beberapa jam dijemur, cangkang rajungan itu dibawa ke sebuah tempat produksi di salah satu bangunan milik PT Pupuk Kalimantan Timur, perusahaan yang mendampingi Kelompok Cangkang Salona dalam mengolah limbah cangkang rajungan.

Di salah satu ruangan, Ilham Pratama (21) sudah bersiap dengan mengenakan masker respirator NP 306. Ia punya tugas utama mengoperasikan mesin untuk memproses cangkang rajungan itu menjadi chitosan atau kitosan, pemacu pertumbuhan tanaman sekaligus pestisida organik.

Baca juga: Mengolah Cangkang Rajungan Menjadi Pupuk Cair Kitosan Salona

Ilham Pratama, salah satu anggota Kelompok Cangkang Salona, menggunakan mesin untuk memproses cangkang rajungan menjadi kitosan salona di rumah produksi di Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Ilham Pratama, salah satu anggota Kelompok Cangkang Salona, menggunakan mesin untuk memproses cangkang rajungan menjadi kitosan salona di rumah produksi di Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).

Ia kemudian memasukkan sejumlah cangkang itu ke dalam mesin pengolahan. Mesin itu mula-mula akan mengeringkan cangkang sampai menjadi bahan yang disebut kitin. Proses berlanjut ke mesin selanjutnya, yakni proses deasetilasi, sebuah proses penghilangan sebagian besar gugus asetil di dalam kitin. Berbagai bahan kimia digunakan dalam proses ini.

Iklan

Proses panjang

Dari proses panjang lebih dari sembilan jam itu, didapatkan kitosan dengan bentuk mirip seperti serutan kayu tipis berwarna kuning kecokelatan. Kitosan itulah yang kemudian dicuci dan dijadikan cair dengan berbagai proses dengan bantuan zat kimia.

”Setelah ini, kitosan cair bisa dikemas ke dalam botol,” kata Ilham.

Kitosan cair inilah yang punya banyak manfaat saat disemprotkan ke tumbuhan. Sebab, di dalamnya mengandung auksin yang mempengaruhi pertambahan panjang batang, percabangan akar, hingga perkembangan buah.

Selain itu, kitosan cair juga mengandung zat giberelin yang berguna untuk mendorong perkembangan biji, perkembangan kuncup, pertumbuhan daun, dan juga perkembangan buah. Terakhir, ada zat sitokinin di dalam kitosan cair. Fungsinya untuk mendorong pembelahan sel, perkecambahan, menunda penuaan tanaman, dan memacu pertumbuhan secara umum.

Anggota Kelompok Cangkang Salona mengemas cairan kitosan salona ke dalam botol di rumah produksi di Kitosan di Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anggota Kelompok Cangkang Salona mengemas cairan kitosan salona ke dalam botol di rumah produksi di Kitosan di Kecamatan Bontang, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).

Warga menjalani seluruh proses panjang dan rumit itu dengan didampingi Annisa Aprilya Putri, pendamping Kelompok Cangkang Salona dari Community Development Officer, Departement Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT Pupuk Kaltim. Perempuan yang akrab disapa April itu mengatakan, produksi pupuk cair kitosan saat ini baru dipasarkan secara terbatas ke anggota kelompok dan kerabatnya.

Kitosan cair mengandung auksin yang mempengaruhi pertambahan panjang batang, percabangan akar, hingga perkembangan buah.

Kebanyakan kitosan produksi warga digunakan untuk pengujian standar mutu dan efektivitas produk untuk merangsang tanaman. ”Proses pengujian ini melibatkan sejumlah pihak, di antaranya Laboratorium Pengujian Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (LP-PBBI) dan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda,” kata April.

Selain itu, anggota kelompok juga melakukan percobaan mandiri. Kitosan cair yang mereka produksi itu disemprotkan ke beberapa jenis tanaman hortikultura, seperti cabai, kangkung, dan singkong. Caranya, 5 mililiter kitosan dilarutkan dengan 1 liter air. Setelah itu, larutan tersebut disemprotkan ke daun dan cabang tanaman dua kali dalam seminggu.

Dari percobaan mandiri itu, warga merasa cabai menjadi lebih cepat tumbuh dan berbuah lebih banyak. Salah satu penyebabnya, kutu putih yang kerap bersarang di bawah daun cabai terhambat pertumbuhannya setelah disemprot larutan kitosan berkala.

Baca juga: Orang Bontang dan Masyarakat Tanpa Sekat

Anggota Kelompok Cangkang Salona menyemprotkan cairan kitosan salona di Selambai, Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anggota Kelompok Cangkang Salona menyemprotkan cairan kitosan salona di Selambai, Lok Tuan, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (24/7/2023).

Kutu putih adalah hama yang kerap bersarang di bawah daun cabai. Kutu itu kerap menghisap nutrisi tanaman dan memicu pertumbuhan jamur. Kondisi itu membuat tanaman hortikultura tidak bisa berbuah dan terhambat pertumbuhannya.

”Dari percobaan teman-teman kelompok ini selama beberapa bulan, kitosan bisa menghambat pertumbuhan hama sekaligus memacu pertumbuhan dan pembuahan,” kata April.

Dari kegiatan yang dilakukan, Kelompok Cangkang Salona mencatat, mereka sudah bisa mereduksi sekitar 920 kilogram limbah cangkang rajungan di lingkungan tempat tinggal mereka. Itu terhitung sejak mereka mulai memproduksi kitosan sepanjang 2021-2022.

Tahun ini, kelompok tersebut sedang mendaftarkan merek dagang mereka, yakni Kitosan Salona. Setelah itu, mereka akan mendaftarkan izin edar produk tersebut ke Kementerian Pertanian. Proses itu ditarget rampung awal tahun 2024. Setelah itu, kelompok tersebut menargetkan bisa memasarkannya di Kaltim dan beberapa daerah lain>

Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000