logo Kompas.id
Bebas AksesKetika Warga Kota Makin...
Iklan

Ketika Warga Kota Makin Sengsara Dikepung Polusi Udara

Tanpa intervensi, kualitas udara kota semakin buruk. Risiko kesehatan warga meningkat dan biaya kesehatan semakin besar.

Oleh
DEONISIA ARLINTA
· 5 menit baca
Pasien dengan gejala batuk dan sesak napas memeriksakan diri ke poli batuk dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (22/8/2023). Saat ini, semakin banyak orang, terutama anak-anak, yang terkena infeksi saluran pernapasan akibat tingkat polusi udara yang semakin tinggi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pasien dengan gejala batuk dan sesak napas memeriksakan diri ke poli batuk dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (22/8/2023). Saat ini, semakin banyak orang, terutama anak-anak, yang terkena infeksi saluran pernapasan akibat tingkat polusi udara yang semakin tinggi.

Masalah polusi udara bukan hal baru. Kondisi masyarakat yang terancam polusi udara pun sudah lama terjadi. Bukti-bukti riset yang menunjukkan ancaman dari dampak polusi udara juga tidak sedikit. Namun, hal itu nyatanya belum mampu mendorong adanya upaya yang signifikan dalam pengendalian polusi udara. Warga pun semakin sengsara hidup dalam kepungan polusi udara.

Kesehatan menjadi salah satu aspek yang paling terdampak dari polusi udara. Ancaman kesehatan tersebut terjadi di seluruh siklus kehidupan manusia, mulai dari dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia.

Anak-anak termasuk kelompok yang rentan terhadap penyakit terkait polusi udara. Riset yang dilakukan Unicef Indonesia dan Vital Strategies pada 2018, ”Air Pollution: A Threat to Children’s Health in Indonesia”, menyebutkan, polusi udara di Jakarta merupakan faktor risiko terbesar ketiga untuk angka kematian anak setelah malanutrisi dan sanitasi.

Polusi udara turut menyebabkan penyakit dan kematian anak. Secara nasional, diperkirakan tingkat polusi udara pada 2017 menyebabkan 24.500 bayi terlahir dengan berat badan di bawah 10 persentil pada bayi dengan usia kehamilan yang sama. Bayi lahir dengan berat badan kurang merupakan penentu terjadinya tengkes pada anak.

Pada usia anak dan dewasa, jenis penyakit terkait polusi udara pun beragam. Dampak polusi terhadap kesehatan dalam jangka pendek dapat menyebabkan batuk, nyeri tenggorokan, hidung berair, mata merah, serta sesak napas. Sementara dampak jangka panjang bisa menyebabkan asma, pneumonia, tuberkulosis, penyakit paru obstruktif kronik, serta kanker.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/08/08/ac2e8078-f3a9-4716-9460-1806463a2e96_gif.gif

Risiko penyakit tidak menular lain bisa terjadi akibat polusi udara, seperti jantung, stroke, dan gagal ginjal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, 25-43 persen kematian dari penyakit tidak menular disebabkan oleh polusi udara. Di Indonesia, setidaknya ada 1,3 juta kematian akibat penyakit tidak menular atau 73 persen dari total kematian yang terjadi pada 2016.

Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Budi Haryanto, dihubungi di Jakarta, Rabu (4/10/2023), mengatakan, masalah polusi udara di masyarakat, terutama di kota besar seperti Jakarta, sudah lama terjadi. Namun, kesadaran akan ancaman polusi udara baru mulai meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga : Warga Terpaksa Mandiri Lindungi Diri dari Polusi

”Sebelumnya, data mengenai kualitas udara belum terekspos secara terbuka seperti saat ini. Sekarang masyarakat bahkan bisa memantau kualitas udara lewat aplikasi dengan mudah sehingga kesadaran tersebut semakin baik,” tuturnya.

Pengendalian

Meski begitu, Budi, yang juga Ketua Bidang Kesehatan Lingkungan Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), menyampaikan, besarnya ancaman serta meningkatnya kesadaran masyarakat belum memberikan dampak berarti pada upaya pengendalian polusi udara.

Sekarang masyarakat bahkan bisa memantau kualitas udara lewat aplikasi dengan mudah sehingga kesadaran tersebut semakin baik.

Iklan

Berbagai intervensi dan kebijakan pemerintah belum menunjukkan hasil pada perbaikan kualitas udara yang dapat memproteksi masyarakat. Kondisi ini membuat masyarakat akhirnya secara mandiri terpaksa melindungi diri dari dampak polusi udara.

Wali kelas IV Sekolah Dasar Negeri Cilincing 07 Pagi, Saepudin, terbaring di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara, Kamis (12/9/2019). Ia diduga mengalami pneumonia akibat asap lapak usaha pembakaran arang dan peleburan timah yang beroperasi di Jalan Inspeksi Cakung Drain, Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA

Wali kelas IV Sekolah Dasar Negeri Cilincing 07 Pagi, Saepudin, terbaring di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, Jakarta Utara, Kamis (12/9/2019). Ia diduga mengalami pneumonia akibat asap lapak usaha pembakaran arang dan peleburan timah yang beroperasi di Jalan Inspeksi Cakung Drain, Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara.

Menurut Budi, butuh upaya yang radikal agar masalah polusi udara bisa dituntaskan. Upaya mengatasi polusi udara harus dilakukan mulai dari sumber pencemar. Sektor transportasi dinilai berkaitan erat dengan polusi udara di perkotaan, selain sektor industri dan pembangkit listrik. Hal itu meliputi kualitas dari bahan bakar, emisi yang dihasilkan dari kendaraan, serta teknologi dan usia dari kendaraan.

Intervensi bisa dimulai dari aturan penggunaan bahan bakar. Sebagian besar kendaraan yang digunakan oleh masyarakat masih menggunakan bahan bakar berkualitas rendah. Pemerintah diharapkan bisa meningkatkan ketersediaan bahan bakar dengan kualitas baik sekaligus mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih berkualitas. Upaya untuk mengurangi emisi di sektor industri dan pembangkit listrik juga perlu dilakukan secara bersamaan.

”Dengan situasi seperti sekarang ini, pengendalian polusi harus radikal yang dilakukan secepat mungkin dan serempak supaya segera ada perubahan. Masyarakat tidak pernah berhenti bernapas sehingga semakin lama polusi terjadi, selama itu pula masyarakat menghirup udara kotor,” tutur Budi.

Baca juga : Polusi Udara Berdampak pada Semesta

Paparan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI Agus Dwi Susanto dalam seminar daring bertajuk ”Tinjauan Guru Besar FKUI: Dampak Polusi Udara pada Kesehatan” di Jakarta, Kamis (24/8/2023), memperlihatkan bahwa polusi udara semakin mengancam kesehatan masyarakat. Kualitas udara yang semakin buruk berkaitan dengan peningkatan kasus penyakit.

Masker digunakan, di antaranya, untuk mengurangi gangguan polusi.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Masker digunakan, di antaranya, untuk mengurangi gangguan polusi.

Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan pada 2019 menunjukkan adanya kaitan erat antara kualitas udara yang buruk dan peningkatan pada kasus asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu, data di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam dua tahun terakhir menunjukkan, peningkatan tren polusi udara diiringi dengan peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di masyarakat.

Biaya kesehatan

Dampak polusi udara terhadap kesehatan berpengaruh signifikan pada biaya sosial dan ekonomi. Hal itu termasuk biaya perawatan serta biaya terkait hilangnya produktivitas akibat penyakit yang diderita. Diperkirakan terdapat lebih dari 5,5 juta kasus penyakit terkait polusi udara pada 2010, antara lain ISPA (2,4 juta kasus), jantung koroner (1,2 juta kasus), asma (1,2 juta kasus), pneumonia (336.000 kasus), bronkopneumonia (154.000 kasus), dan PPOK (154.000 kasus).

Estimasi biaya perawatan medis dari kasus tersebut mencapai Rp 38,5 triliun. Apabila dihitung berdasarkan kenaikan inflasi, biaya tersebut setara dengan Rp 60,8 triliun pada 2020. Hitungan tersebut merujuk pada hasil analisis yang dilakukan UN Environment serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seperti yang dikutip dalam dokumen bersama ”Menuju Udara Bersih Jakarta” yang disusun oleh Vital Strategies, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dan Bloomberg Philanthropies.

Baca juga : Kerugian akibat Polusi Triliunan Rupiah, Warga Gugat Pemerintah dan Industri

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu (30/8/2023), menyatakan, biaya kesehatan untuk penyakit terkait polusi udara yang ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional sebesar Rp 10 triliun. Jumlah itu meliputi pembiayaan untuk pneumonia, tuberkulosis, ISPA, asma, PPOK, dan kanker paru. Biaya tersebut semakin besar jika ditambah dengan penyakit lain terkait polusi, seperti jantung (Rp 12,1 triliun), stroke (Rp 3,2 triliun), dan gagal ginjal (Rp 2,1 triliun).

Biaya penyakit terkait polusi udara dalam program JKN-KIS
KEMENTERIAN KESEHATAN

Biaya penyakit terkait polusi udara dalam program JKN-KIS

Kondisi kualitas udara yang buruk cenderung stagnan sekalipun sejumlah intervensi sudah dilakukan. Beban biaya kesehatan akan semakin besar apabila upaya pengendalian polusi udara dilakukan tanpa usaha yang berarti.

Hal itu kian berat dengan kondisi masyarakat yang kurang sadar dalam melindungi diri dari dampak polusi udara. Upaya pengendalian polusi udara perlu dilakukan secara radikal dan berkelanjutan. Produktivitas masyarakat yang hilang akibat polusi udara tidak akan ternilai dalam misi pembangunan bangsa.

Editor:
HAMZIRWAN HAMID
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000