logo Kompas.id
Bebas AksesMasjid Tua Bontang dan Ingatan...
Iklan

Masjid Tua Bontang dan Ingatan mengenai Pertemuan Banyak Budaya

Kendati memiliki banyak celah cerita, Masjid Tua Al-Wahhab Bontang terus hidup dan dihidupi oleh berbagai kisah mengenai pertemuan manusia yang beragam dan hidup berdampingan.

Oleh
SUCIPTO, ADITYA PUTRA PERDANA
· 7 menit baca
Senja di Masjid Tua Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023). Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789 dan menjadi masjid tertua di Bontang.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Senja di Masjid Tua Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023). Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789 dan menjadi masjid tertua di Bontang.

Selain bentuknya, hal yang terus dimaknai dari Masjid Tua Al-Wahhab Bontang, Kalimantan Timur, adalah cerita dan ingatan yang tersisa sampai hari ini. Kendati punya banyak celah cerita, sejarah masjid tua ini terus diwariskan melalui tuturan dan kekosongan cerita sedikit demi sedikit terisi. Masjid yang konon tertua di Kota Bontang ini hidup dan dihidupi oleh kisah-kisah pertemuan manusia dengan berbagai latar belakang yang hidup berdampingan.

Masjid tersebut tampak paling berbeda di tepi Jalan Kapten Piere Tendean, Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara. Di antara bangunan beton, Masjid Tua Al-Wahhab berdiri dengan material kayu ulin. Persis di tepi jalan, terdapat tiga kubah yang menaungi bagian depan masjid dengan belasan tiang kayu ulin. Tempat ini biasanya menjadi tempat parkir motor pengunjung masjid. Menghadap jalan, sebuah papan hijau memberi informasi dengan huruf kapital bertuliskan ”Masjid Tua Al-Wahhab, Berdiri-Bontang-Th-1789 M”.

Dari halaman depan masjid, membentang jembatan berupa susunan kayu ulin sepanjang 13 meter, di atas aliran Sungai Api-Api. Di ujung seberang jembatan, terdapat serambi masjid, yang berada di tepi bangunan utama masjid yang berukuran sekitar 12 meter x 12 meter.

Empat tiang soko guru utama, yang juga menjadi salah satu ciri khas masjid kuno di Jawa, berdiri kokoh di dalam masjid. Keempat tiang setinggi sekitar 8 meter itu menjadi bagian paling sakral karena diyakini sebagai salah satu bagian bersejarah yang perlu dipertahankan. Bagian bawah tiang, sekitar 1,8 meter tingginya, masih berupa kayu asli, tidak diperkokoh. Namun, posisinya ditutup lapisan kayu tambahan agar terawat.

Iwan Susanto (45), salah satu naziratau orang yang diberi kepercayaan untuk mengurus tanah wakaf masjid, mengatakan, tahun berdirinya masjid itu hanya dituturkan dari mulut ke mulut melalui cerita. Tak ada catatan yang bisa dijadikan rujukan bagaimana masjid itu bermula. Hal itu pula, kata Iwan, yang menjadi kendala pemerintah setempat dan sejumlah peneliti untuk menjadikan masjid tua ini sebagai cagar budaya.

Iwan Susanto, salah satu nazir  atau orang yang diberi kepercayaan untuk mengurus tanah wakaf Masjid Tua Al-Wahhab Bontang, Kalimantan Timur.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Iwan Susanto, salah satu nazir atau orang yang diberi kepercayaan untuk mengurus tanah wakaf Masjid Tua Al-Wahhab Bontang, Kalimantan Timur.

Kendati demikian, melalui tuturan, kisah mengenai masjid ini terus terselip di antara obrolan atau diskusi santai dari generasi ke generasi. Hal itu yang terus dirawat sampai hari ini saat ada pembahasan mengenai bagaimana Islam masuk ke Kota Bontang. Kisah masjid tua ini juga kerap tersisip dalam obrolan mengenai keberagaman.

Syahdan, kawasan tempat Masjid Tua tersebut berada dikenal sebagai Api-Api di masa silam, sekitar tahun 1700. Di sana, terdapat sungai yang merentang dari kawasan darat Kota Bontang yang bermuara di kawasan Bontang Kuala. Dari cerita yang beredar di masyarakat, di masa silam sungai itu menjadi salah satu jalur warga berperahu dari laut ke daratan atau sebaliknya.

Saat malam hari, kerlip kunang-kunang mengitari sekitar sungai dan kawasan hutan tersebut. Dalam bahasa masyarakat setempat kala itu, kunang-kunang adalah api-api. Layaknya nama tempat di daerah lain yang mengambil ciri khusus suatu wilayah, akhirnya kawasan itu disebut warga sebagai Api-Api. Sungai yang melintasi kawasan itu pun disebut Sungai Api-Api.

Baca juga: Kampung Malahing di Bontang, dari Kampung Kumuh Menjadi Kampung Wisata

Iwan mengatakan, Kota Bontang saat itu berada di bawah kekuasaan Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martapura, kerajaan bercorak Islam di tepi Sungai Mahakam. Saat itu, Kota Bontang sudah dihuni oleh sejumlah orang dari luar daerah. Salah satunya, tokoh agama bernama Abdul Razak dari Sulawesi Selatan yang datang sebagai guru agama Islam.

Tokoh itu kemudian bertemu dengan Habib Ja’far bin Umar Al-Habsy dari Kalimantan bagian tengah yang konon diutus Sultan Kutai Kertanegara Ing Martapura saat itu untuk menyebarkan Islam di wilayah pesisir Bontang.

”Dari riwayat cerita turun-temurun, pada tahun 1789 beliau-beliau membangun masjid yang sekarang dikenal sebagai Masjid Tua Al-Wahhab. Saat itu konon disebutnya Masjid Api-Api,” kata Iwan saat kami temui, Kamis (8/6/2023).

Tampak depan Masjid Tua Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (9/6/2023). Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789 dan menjadi masjid tertua di Kota Bontang.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Tampak depan Masjid Tua Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Jumat (9/6/2023). Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789 dan menjadi masjid tertua di Kota Bontang.

Pertemuan budaya

Sebelum dipugar seperti saat ini, bangunan masjid tersebut semula beratap ijuk, berbahan utama kayu ulin, dan dengan lantai yang tidak menyentuh tanah. Dengan kata lain, masjid itu dipancang oleh tiang-tiang kayu persis di tepi Sungai Api-Api.

Foto paling lama yang bisa kami temui di sekitar masjid adalah foto sekitar tahun 2000. Foto itu mengabadikan masjid sebelum dipugar. Bentuk atap masjid bercorak limas, atap bangunan yang kerap ditemui di Pulau Jawa; lantai masjid yang tak menyentuh tanah dan ditopang oleh tiang layaknya bangunan orang dari Sulawesi; serta bangunan masjid yang terdiri dari kayu ulin, bahan bangunan kebanyakan orang di Kalimantan.

Iklan

Keunikan arsitektur bangunan itu, menurut Iwan, karena para pendiri masjid merupakan orang-orang dari beragam latar budaya. Selain itu, ia menaksir beberapa pendirinya juga terinspirasi bangunan di Pulau Jawa karena mungkin pernah berkunjung ke Jawa sebelum menetap di Bontang.

Baca juga: Momentum Pupuk Kaltim Kembangkan Pasar dan Diversifikasi Produk

Konon, masjid itu menjadi salah satu titik kumpul warga Bontang di masa silam untuk beribadah. Namun, seiring berpindahnya para pengelola masjid ke wilayah lain, Masjid Tua itu kemudian sepi setidaknya mulai tahun 1960-an. Fauzan (51), warga dari Jawa Timur yang merantau ke Bontang sejak 1991, mengatakan, masjid itu kondisinya nyaris roboh dan tak pernah digunakan bertahun-tahun sepanjang tahun 1990-an.

”Saya juga ndak tahu kalau itu ternyata bangunan bersejarah,” kata Fauzan.

Barulah pada 2001, Pemerintah Kota Bontang merehabilitasi masjid itu. Iwan mengatakan, ciri khas bangunan tidak diubah. Pemugaran saat itu dilakukan dengan mengganti sejumlah material bangunan supaya lebih kokoh dan awet. Setelah melalui sejumlah pemugaran dalam beberapa tahun, kini masjid tersebut mempunyai empat bagian bangunan: gapura masjid yang terhubung dengan jembatan ke masjid, halaman masjid, bangunan utama masjid, dan menara.

Fitriyani Arifin dalam Naskah Publikasi Ilmiah Pengkajian Seni, Program Penciptaan dan Pengkajian Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada 2019 menyebut, pemugaran masjid memberi semakin banyak corak budaya pada bangunan Masjid Tua Al-Wahhab.

Hasil analisisnya, gaya pada bagian Masjid Tua Al-Wahhab dipengaruhi oleh masjid kuno Jawa, yakni pada bagian mihrab, liwan atau ruang shalat, dan serambi. Adapun pintu masuk dan jendela masjid menyerupai gaya bangunan candi agama Hindu. Selanjutnya, menara atau minaret masjid diadopsi dari gaya masjid kuno Kalimantan.

Masjid Tua Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023). Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789 dan menjadi masjid tertua di Bontang.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Masjid Tua Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023). Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789 dan menjadi masjid tertua di Bontang.

Dinding bangunan tambahan dan dinding kolom gapura merupakan corak rumah tradisional suku Banjar Kalimantan Selatan. Di mimbar podium, tulis Fitriyani, terdapat motif ukiran Jepara, yakni relung, trubusan, daun jumbai, dan buah susun. Adapun kubah hasil pemugaran di gapura masjid menyerupai gaya kubah aliran India.

Ia menyebut, akulturasi pada interior arsitektur Masjid Tua Al-Wahhab disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya, ”Faktor daerah yang menjadi terbuka terhadap berbagai gejala baru yang berbeda dengan sebelumnya.”

Walau kita berbeda suku, berbeda bangsa, kita tetap menjaga hubungan.

Menurut Iwan, arsitektur masjid itu merupakan simbol bahwa sejak masa silam Bontang sudah menjadi tempat pertemuan orang dari berbagai latar belakang suku. Saat pemugaran masjid, semangat dan nilai itu yang ingin dipertahankan dan dialirkan ke generasi selanjutnya. Untuk itu, kata Iwan, Masjid Tua Al-Wahhab terbuka dengan berbagai organisasi Islam dan terbuka bagi semua orang.

”Walau kita berbeda suku, berbeda bangsa, kita tetap menjaga hubungan,” katanya.

Semangat itu juga diturunkan melalui kegiatan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) di Masjid Tua Al-Wahhab. Setiap sore pada Senin-Kamis setiap minggu, anak-anak usia 5-12 tahun mengaji dan belajar di masjid tersebut. Menurut Lilis Suryani, salah satu pengajar, nilai kerukunan sesama umat manusia menjadi salah satu yang ditanamkan kepada para santri.

Baca juga: Berkunjung ke Desa Wisata Bontang Kuala

Perempuan kelahiran 1977 itu mengatakan, Kelurahan Bontang Kuala—tempat Masjid Tua Al-Wahhab—dihuni oleh orang dari berbagai latar belakang, baik itu suku, agama, maupun ras. Untuk itu, kata Lilis, anak-anak perlu memahami bahwa hidup berdampingan adalah kunci bermasyarakat.

”Salah satunya, kami bilang kepada anak-anak bahwa kita semua sama, manusia. Misalnya berbeda agama, ada Hindu, Islam, Kristen, dan lainnya, kita tetap bisa hidup bersama. Yang membedakan cuma cara ibadahnya dan itu bukan masalah,” kata perempuan yang sudah mengajar di Masjid Tua Al-Wahhab sejak 2010 itu.

Bagian dalam Masjid Tua Al-Wahhab, Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023). Bangunan masjid terbuat dari kayu ulin. Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Bagian dalam Masjid Tua Al-Wahhab, Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023). Bangunan masjid terbuat dari kayu ulin. Masjid tersebut diyakini telah ada sejak tahun 1789.

Ketua Lembaga Adat Bontang Kuala Yusran Thaiyib menuturkan, Masjid Tua Bontang memang merupakan masjid tertua di seluruh Bontang. Kayu-kayu ulin yang dominan di masjid itu menunjukkan masih dipertahankannya keaslian bahan baku asli bangunan itu.

Namun, dalam perkembangannya, seiring semakin banyaknya penduduk Bontang, dibangun masjid-masjid lainnya, termasuk Masjid Agung Al Hijrah. Kendati sudah semakin banyak masjid yang lebih besar, Masjid Tua Bontang diupayakan agar arsitektur aslinya terjaga, sebagai penanda sejarah. Apalagi, secara historis, kawasan Bontang Kuala, tempat Masjid Tua Al-Wahhab berdiri, menjadi pintu masuk peradaban, hingga Bontang berkembang seperti sekarang.

Editor:
NELI TRIANA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000