logo Kompas.id
Bebas AksesMenggugat Rantai Impor Daging ...
Iklan

Menggugat Rantai Impor Daging Sapi

Indonesia perlu mencari peluang kerja sama baru dengan negara lainnya yang mampu memenuhi kebutuhan daging sapi Tanah Air. Apalagi, swasembada daging sapi tak kunjung terwujud hingga saat ini.

Oleh
Agustina Purwanti, Yohanes Mega Hendarto
· 6 menit baca
Sapi bali menjadi komoditas strategis dan andalan di Provinsi Bali. Ternak sapi bali di UPT Sentra Ternak Sobangan ketika didokumentasikan pada Jumat (9/6/2023).
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Sapi bali menjadi komoditas strategis dan andalan di Provinsi Bali. Ternak sapi bali di UPT Sentra Ternak Sobangan ketika didokumentasikan pada Jumat (9/6/2023).

Indonesia belum mampu memenuhi semua permintaan daging sapi domestik sehingga menempuh jalan pintas dengan mengimpor dari luar negeri. Sembari berupaya mewujudkan swasembada daging sapi, perbaikan dan pengawasan tata niaga impor juga perlu dilakukan.

Sejumlah mitra dagang yang konsisten memasok kebutuhan daging Indonesia ialah Australia, India, Amerika Serikat, dan Selandia Baru. Di antara negara-negara itu, Australia hingga kini masih menjadi pemasok terbesar. Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 menunjukkan, sekitar 45 persen daging sapi impor Indonesia didatangkan dari ”Negeri Kanguru” tersebut. Dari total impor 273.532 ton, Australia menyuplai sebanyak 122.863 ton.

Tingginya kebergantungan Indonesia pada Australia itu juga turut tergambar dari banyaknya impor sapi hidup. Merujuk data Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Australia, setiap tahun lebih dari separuh dari total ekspor sapi hidup Australia dikirim ke Indonesia.

Dari seluruh total sapi ekspor Australia sebanyak 600.024 ekor, sejumlah 338.454 ekor dikirim ke Indonesia pada tahun lalu. Meskipun masih mendominasi, jumlah impor sapi itu terus menurun sejak tahun 2019 karena pembatasan ekspor sapi oleh Australia.

https://cdn-assetd.kompas.id/oJ1xKCCDqjhb5zoGZFQ7_p1Vq8Q=/1024x1301/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F06%2F18%2F7d1cc5f0-bcfa-4f8c-89d8-33b1952431d9_png.png

Pada tahun 2022, sapi yang diekspor Australia susut menjadi 600.024 ekor dari sebelumnya yang mencapai 1,3 juta ekor. Hal ini karena Pemerintah Australia sedang melakukan program restrukturisasi peternakan yang sempat porak poranda akibat gangguan cuaca dan kendala tenaga kerja.

Pada saat bersamaan kebutuhan Indonesia terhadap sapi impor masih tercatat sangat tinggi sehingga harus mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan domestik itu. India kini menjadi salah satu negara yang cukup mendominasi dengan suplai daging sapi dan kerbau bekunya.

Baca juga: Mencari Alternatif Impor Sapi Hidup

Proporsi impor sapi dari India terus bertambah, yakni dari 28 persen pada 2017 menjadi 31 persen tahun 2021. Sayangnya, kerja sama itu dinilai relatif belum sepenuhnya aman karena India tercatat sebagai negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK).

Persoalan impor

Indonesia perlu mencari peluang kerja sama baru dengan negara lainnya yang mampu memenuhi kebutuhan daging sapi Tanah Air. Apalagi, swasembada daging sapi tak kunjung terwujud hingga saat ini.

https://cdn-assetd.kompas.id/cxC_ish0zZhCyLMXCeZaCFIyWcc=/1024x1346/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F23%2F4154c4d6-e3e4-4e94-b12a-b24498f2d96c_png.png

Melihat kondisi peternakan global, cukup banyak negara yang berpotensi menjadi mitra dagang seiring dengan ketersediaan jumlah populasi ataupun produksi daging sapi di negara bersangkutan. Merujuk pada publikasi Departemen Pertanian Amerika Serikat, selain negara-negara yang kini sudah bekerja sama dengan Indonesia, masih terdapat negara lain yang berpotensi untuk penjajakan kerja sama baru.

Salah satu contohnya adalah Brasil. ”Negeri Samba” ini menduduki posisi kedua sebagai negara dengan jumlah sapi terbanyak dengan kontribusi mencapai 20,6 persen dari total populasi sapi global. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduknya, populasi sapi di Brasil mencapai 1,2 ekor per kapita per tahun. Artinya, jumlah sapi di Brasil lebih banyak dari jumlah penduduk negeri itu.

Baca juga: Peternakan Sapi Perlu Jadi Proyek Strategis

Iklan

Jika seekor sapi diperkirakan berbobot sekitar 300 kilogram, maka dapat dikatakan jumlah sapi di Brasil sangat berlebih. Dengan konsumsi daging sapi sebesar 29,98 kg per kapita per tahun, maka total konsumsi daging sapi Brasil secara keseluruhan pada tahun 2022 hanya sekitar 7,3 juta ton. Dengan kemampuan produksi daging yang mencapai 22,8 juta ton, surplus daging sapi di Brasil diperkirakan mencapai lebih dari 10 juta ton setahun. Hal ini mendorong Brasil tampil sebagai salah satu negara pengekspor daging terbesar di dunia.

Pada 2020, Brasil tercatat sebagai negara eksportir daging sapi terbanyak secara global dengan jumlah pengiriman mencapai 2,5 juta ton. China, AS, Uni Eropa, hingga Arab Saudi masuk dalam kelompok mitra dagang utama Brasil terkait dengan komoditas daging itu.

Salah satu pembeli mengamati sapi incarannya sebelum bertransaksi di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/6/2023).
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Salah satu pembeli mengamati sapi incarannya sebelum bertransaksi di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/6/2023).

Cukup dominannya ekspor daging sapi Brasil ke AS dan Uni Eropa mengindikasikan bahwa kualitas daging dari Brasil tergolong bermutu tinggi. Apalagi, kedua tujuan ekspor tersebut relatif selektif dan mensyaratkan standar yang cukup tinggi. Dengan kata lain, diversifikasi impor daging, salah satunya dari Brasil, dapat dipertimbangkan untuk menyuplai kebutuhan domestik Indonesia.

Baca juga: Perjalanan Ribuan Kilometer demi Memasok Sapi Ibu Kota

Hanya saja, aspek kesehatan sapi dari Brasil itu masih perlu dipastikan kembali. Sejak 2018, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia telah mendeklarasikan bahwa Brasil bebas dari PMK dengan vaksinasi. Namun, pada akhir Februari di China, ditemukan sapi impor asal Pará (sebelah utara Brasil) yang terjangkit penyakit sapi gila. Lalu, pada bulan berikutnya, Pemerintah China mengizinkan kembali impor daging sapi tanpa tulang Brasil dengan syarat di bawah usia 30 bulan dan dikarantina terlebih dulu.

Margin besar

Dari aspek bisnis, harga daging sapi dari Brasil lebih menguntungkan daripada daging sapi asal Australia. Harga daging sapi Australia (per April 2023) sekitar 8,47 dolar Australia per kilogram (sekitar Rp 85.000), bergantung pada kualitas. Sementara itu, harga daging sapi Brasil (per Juni 2023) sekitar 17,34 real Brasil per kilogram (sekitar Rp 53.000).

Jika keduanya ditambahkan bea cukai dan pajak pertambahan nilai, satu kilogram daging sapi Australia seharga Rp 101.000 dan daging sapi Brasil sekitar Rp 63.000. Harga daging sapi impor di pasaran saat ini berada di angka Rp 170.000 per kilogram. Meskipun harus dikurangi biaya distribusi, ruang pendingin, dan lainnya, margin keuntungan daging sapi impor itu masih termasuk besar.

https://cdn-assetd.kompas.id/9TOpEDfL6PnkMytOLmsm0_y7tWI=/1024x2355/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F23%2F04aef6d0-5ffe-407d-8943-bf648aa10308_png.png

Merujuk hitungan di atas, ada dua pertanyaan dapat diajukan. Pertama, mengapa pemerintah tidak segera mencari alternatif negara asal impor daging sapi yang lebih murah dan masih juga bergantung pada Australia? Kedua, dengan pertimbangan margin keuntungan yang besar, seberapa besar peran perusahaan importir terhadap keputusan negara asal dan jatah impor?

Untuk pertanyaan pertama, sebenarnya pemerintah melalui Kementerian Pertanian sudah membuka peluang kerja sama dengan Brasil untuk impor daging sapi sejak 2018. Hanya saja, waktu itu masih ada beberapa urusan legalitas yang belum lolos uji oleh Brasil, seperti pelabelan halal produk dan persyaratan pengangkutan langsung. Baru pada 2021 importasi daging sapi asal Brasil mulai masuk di pasaran Indonesia.

Hanya saja, daging sapi yang dijual di pasaran kurang diminati konsumen. Soal kualitas sebenarnya sama baiknya dengan daging asal Australia, tapi anehnya harga daging sapi asal Brasil jauh lebih mahal.

Menurut Ketua Umum Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Indonesia Asnawi, kemungkinan penyebab harga daging asal Brasil lebih mahal karena mata rantai penyaluran komoditas tersebut dari penyuplai hingga distributor.

https://cdn-assetd.kompas.id/KkL9TkDgB4xWd7xpVwhOO84BeKs=/1024x706/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F07%2F13%2F771a6700-d8d9-4773-8c8a-a5a441a7a084_jpg.jpg

Temuan inilah yang kemudian mengarah pada pertanyaan kedua di atas. Ketika pemerintah sudah menemukan alternatif negara impor daging sapi yang lebih murah dari segi harga, justru timbul persoalan pada mata rantai distribusi yang panjang dan berbiaya mahal. Artinya, bola panas kini bergulir ke perusahaan importir (badan usaha milik negara dan swasta), perusahaan pemasok, dan Kementerian Perdagangan yang saling mengikat perjanjian di atas meja.

Analisis di atas perlu dilihat sebagai upaya melihat alternatif opsi lain negara asal impor daging sapi, bukan semata-mata untuk merekomendasikan Brasil sebagai negara asal impor. Contoh daging sapi asal Brasil digunakan karena hingga saat ini (merujuk data BPS 2021), Brasil belum termasuk sebagai negara asal impor.

Oleh sebab itu, sembari berupaya terwujudnya swasembada daging sapi secara nasional, perbaikan dan pengawasan di tata niaga impor juga perlu terus diusahakan. Jangan sampai harga daging sapi di pasar yang terus naik tiap tahun semata hanya karena permainan harga di mata rantai distribusi.

(LITBANG KOMPAS)

Editor:
ALBERTUS SUBUR TJAHJONO, HARYO DAMARDONO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000