Muncul Kluster Sekolah di Kota Depok, 197 Orang Terpapar Korona
Tingginya lonjakan kasus di Kota Depok seharusnya sudah masuk penanganan PPKM level 3. Oleh karena itu, satgas nasional harus segera mengumumkan penanganan level PPKM di aglomerasi Jabodetabek.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Sebanyak 18 sekolah di Kota Depok, Jawa Barat, dihentikan aktivitasnya setelah ditemukan 197 kasus positif Covid-19. Belum ada keputusan pembelajaran tatap muka di seluruh satuan pendidikan di Kota Depok dihentikan.
Juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, mengatakan, Wali Kota Depok Mohammad Idris sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengevaluasi pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen menjadi 50 persen.
Sudah hampir satu minggu Kota Depok menggelar PTM 100 persen berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri di wilayah penanganan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1 dan 2.
”Dalam kondisi peningkatan kasus Covid-19 kami mengikuti PTM 100 berdasarkan SKB empat menteri. Sebaiknya dilakukan 50 persen. Dua minggu lalu kami meminta agar PTM ini dievaluasi,” kata Dadang, Jumat (28/1/2022).
Evaluasi PTM itu juga tak lepas dari temuan konfirmasi positif di 18 sekolah. Dari hasil pemeriksaan tes usap, ada 197 pelajar dan tenaga pendidik terpapar Covid-19. Sekitar 80 persen dari temuan kasus di sekolah yang terpapar merupakan pelajar.
”Ada 14 SMA, 1 SMP, dan 3 SD. Di sekolah-sekolah itu kami hentikan untuk selanjutnya kami terus tracing, testing, treatment. Bertambah dari sebelumnya 147 kasus menjadi 197 kasus. Temuan kasus ini berasal dari kluster keluarga,” kata Dadang.
Berdasarkan data Dinas kesehatan Kota Depok, Kamis (27/1/2022), konfirmasi positif mencapai 406 kasus. Adapun kasus aktif mencapai total 2.085 kasus.
Dari data tersebut, Kota Depok seharusnya sudah masuk penanganan PPKM level 3. Oleh karena itu, satgas nasional harus segera mengumumkan penanganan level PPKM di aglomerasi Jabodetabek.
Tidak hanya sekolah, ini perlu diatur kembali dengan tegas dan ketat kegiatan serta mobilitasnya. Jangan sampai ini menjadi tidak terkendali sehingga berdampak lebih luas.
Diberitakan sebelumnya, Kompas.id (28/1/2022), data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Kota Bekasi pada Kamis (27/1/2022), kasus aktif Covid-19 mencapai 1.997 kasus dari penambahan konfirmasi positif harian 492 kasus.
Dari 1.997 kasus aktif tersebut, 1.936 kasus di antaranya tidak bergejala dan sisanya 61 bergejala. Sementara 60 kasus menjalani perawatan di rumah sakit dan 1.936 kasus menjalani isolasi mandiri.
Pelaksana Tugas Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, dari peningkatan kasus itu pula, pihaknya akan menentukan kebijakan penanganan agar dampaknya tidak semakin parah atau menyebar semakin luas, khususnya di lingkungan sekolah.
Pihaknya saat ini masih berkoordinasi dengan sekolah, dinas pendidikan, dan dinas kesehatan untuk memutuskan pembelajaran tatap muka (PTM) atau menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
”Saya akan kumpulkan kepala sekolah tingkat SD dan SMP. Di Bekasi sudah menurunkan levelnya (kapasitas PTM) sampai 50 persen. Apakah nanti seluruhnya PJJ, kami rapat koordinasi dulu,” kata Tri.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengatakan, pemerintah daerah di Jabodetabek tak perlu menunggu untuk menghentikan PTM karena kasus semakin hari terus meningkat. Pemerintah pusat pun harus segera dan tegas bertindak dalam penanganan pandemi Covid-19.
Semakin lama pemda melangkah, potensi penularan akan semakin cepat. Meski di sekolah saat menjalankan PTM dengan protokol kesehatan ketat, tidak menjamin anak-anak aman.
Munculnya kluster perkantoran atau di keluarga berpotensi menyebar lebih luas ke anak-anak, lalu kembali meluas saat di sekolah. Tidak hanya itu saja, masih tingginya mobilitas dan interaksi warga di lingkungan sosial dan tempat kerja sangat perlu diperhatikan karena saat mereka pulang membawa virus Covid-19. Rantai penyebaran virus ini harus ditekan dengan protokol kesehatan ketat dan kebijakan tegas pemerintah.
”Tentu peningkatan 3T di sekolah, 3T di lingkungan pekerjaan dan sosial juga harus tinggi dan masif. Tidak hanya sekolah, ini perlu diatur kembali dengan tegas dan ketat kegiatan dan mobilitasnya. Jangan sampai ini menjadi tidak terkendali sehingga berdampak lebih luas. Sekali lagi penanganan pandemi harus menyeluruh. Faktor kesehatan paling utama,” ujarnya.