Makanlah dengan Santai di Gemati Soup and Brew
Di Gemati Soup and Brew kita harus menanti dengan sabar untuk menikmati lezatnya masakan rumahan.
Fresh made food. Tulisan yang ditempel di meja pemesanan itu menegaskan, setiap masakan yang disajikan di Gemati Soup and Brew itu tidak memakai bumbu atau proses instan. Tulisan tersebut menjadi semacam kode keras bahwa tidak mungkin bersantap di kedai itu saat sedang diburu waktu.
Kode dipertegas dengan kalimat selanjutnya: Let me know if you are in hurry.... We will recommend you for the fastest serve food we have. ’Beri tahu saya jika Anda terburu-buru, dan kami akan merekomendasikan hidangan tercepat yang bisa kami sajikan.’
Gemati Soup and Brew adalah kedai kecil di Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Berdiri sejak empat tahun lalu, kedai ini tidak menawarkan menu muluk-muluk atau rumit dibuat. Namun, karena tidak memakai bumbu siap saji, maka perlu jeda waktu untuk menyiapkan hidangan.
Kedai ini memiliki 16 pilihan menu yang terdiri dari 8 ragam sup, 4 menu masakan olahan ayam, seperti ayam ungkep, ayam kecap, tempe penyet, dan 2 ragam hidangan tumis.
Demi menjaga semua masakan segar, masakan tidak disiapkan sejak pagi buta atau malam sebelumnya. Kuah sup yang berkaldu daging dan cakar ayam baru diolah saat akan dimasak, sekitar satu jam sebelum kedai buka pada pukul 11.00.
Kuah sup tinggal dipanaskan saat ada pembeli yang meminta, lalu diberi tambahan aneka sayur dan lauk sesuai jenis sup yang dipesan. Ketika pesanan cukup banyak di siang hari dan kuah habis, pemilik kedai akan memasak lagi jelang sore.
”Untuk kembali membuat sup, kami harus memulainya dengan menghaluskan bumbu dan merebus daging serta cakar ayam,” ujar Arief Yulindra Priyantoro (31), pemilik Gemati Soup and Brew, saat ditemui pada Jumat (7/1/2022).
Saat kuah masih tersedia, sup bisa disiapkan dalam waktu sekitar 10 menit. Namun, saat terjadi kondisi sebaliknya, sup untuk pelanggan baru bisa siap setelah proses memasak selesai, sekitar 30 menit.
Semua sajian menu memang membutuhkan waktu. Tidak sekadar pada menu utama, jeda cukup lama juga diperlukan bahkan untuk hidangan camilan. Cobalah memesan camilan batang brokoli, Anda akan menanti beberapa waktu.
Makanan ringan itu dimulai prosesnya dengan memotong batang, memisahkan bagian batang dan bagian bunga yang rimbun. Batang brokoli lalu dikuliti dengan hati-hati, Bagian berwarna hijau yang keras dibuang, sedangkan bagian batang berwarna putih itu disimpan. Batang empuk putih itu kemudian diiris tipis-tipis, dibaluri tepung dan bumbu, selanjutnya digoreng. Kompas menunggu sekitar 15 menit untuk mendapatkan pesanan camilan itu.
Kenapa tidak menyiapkan stok batang brokoli yang sudah dikupas agar proses memasak lebih cepat?
”Nanti batang brokoli yang dipakai kurang fresh,” ujar salah seorang pegawai Gemati Soup and Brew.
Proses yang tidak singkat juga terjadi pada aneka menu lainnya, seperti tumis sayuran yang membutuhkan waktu untuk memotong sayur dan aneka bumbu. Menu ayam kecap menawarkan jeda waktu menunggu karena sajian ini menggunakan daging ayam mentah yang harus melewati dua kali proses digoreng dan ditumis dengan bumbu-bumbu.
Tidak hanya proses memasaknya yang mengutamakan kesegaran, restoran juga memakai bahan-bahan yang memang segar. Arief mengatakan, bahan baku masakan diperoleh dari pengepul pertama yang langsung mendapatkan sayuran dari petani.
Sebagian bahan lainnya, seperti cabai dan tomat, bahkan ditanam sendiri di halaman restoran. Sayur-mayur itu dipetik saat akan dipakai.
Rumahan
Gemati Soup and Brew berawal dari keinginan Arief untuk memanfaatkan halaman belakang tempat usaha sablon miliknya. Arief yang bergabung dengan sejumlah komunitas berkeinginan halaman belakang itu bisa menjadi tempat berkumpul berbagai kelompok pertemanan, termasuk komunitasnya.
Berangkat dari ide tersebut, langsung terpikir untuk membangun rumah makan. Ia sempat bingung akan menawarkan menu apa. Ide untuk membuat menu aneka sup baru muncul ketika ia mencicipi sup buatan neneknya. Ia pikir sup akan menjadi menu yang tepat karena sarat dengan makna kehangatan. Selain karena memang biasa disajikan dalam kondisi hangat, sup juga biasa dimasak sebagai simbol kehangatan seseorang pada orang terdekat. Inilah yang membuat sup punya makna istimewa.
”Saat sakit, nenek atau ibu biasanya akan memasak dan menawarkan sup, bukan menawarkan soto atau bakso,” ujarnya sembari tersenyum.
Berangkat dari ide itu, tercetuslah nama Gemati yang dalam bahasa Jawa bermakna ’penuh kasih, penuh rasa sayang dari hati’. Adapun kata brew ditambahkan untuk menjelaskan bahwa restorannya juga menyediakan kopi yang memerlukan proses brewing atau seduh.
Setelah yakin bahwa menu sup bisa diandalkan, maka Arief memutuskan serius berguru langsung kepada neneknya selama satu minggu. Setelah mampu memasak, sup dikeluarkan sebagai menu utama selama satu tahun penuh.
Dari sup, Arief kemudian terinspirasi untuk menjadikan kedainya sebagai tempat makan dengan spesialisasi masakan rumahan. Dia menambahkan menu-menu baru yang biasa dimasak di rumah, terutama menu yang cocok untuk mendampingi sup.
Hingga saat ini, dia masih memasang menu dari rumahnya sendiri, seperti menu perkedel yang dibuat neneknya sendiri. Namun, menu ini terkadang hanya ada seminggu sekali dan pernah hanya tersedia dua kali dalam sebulan.
”Sesempatnya Uti (nenek) memasak saja,” ujarnya.
Selain menu, proses alami memasak yang tidak bisa dipaksa dan diburu itulah yang menjadi bagian dari gaya khas rumahan yang ditawarkan Gemati Soup and Brew. Semua itu dilengkapi dengan pemandangan dapur, arena memasak yang dibiarkan terbuka, sehingga setiap pelanggan yang datang bisa melihatnya. Semua ditampilkan lengkap khas rumahan dengan pemandangan panci dan wajan yang digantung dengan pantat berwarna kehitaman.
Kehangatan rumah itulah yang akhirnya menarik salah seorang pelanggan, Neo (25), warga Kampung Bogeman, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, untuk datang berulang hingga puluhan kali ke tempat makan tersebut. Sup menjadi menu andalan yang acapkali dipilih. ”Makan sup di sini serasa makan di rumah,” ujarnya sambil tersenyum.
Rasa rumahan itulah yang kemudian dinikmatinya dengan sukacita karena bisa dirasakan di sela-sela istirahat kerja bersama teman-temannya.
Kehangatan serasa di rumah itu pula yang membuat Pancar (27) dan Nevar (21) menjadikan Gemati Soup and Brew sebagai tempat berkumpul. Keinginan berkumpul di kedai ini juga tidak surut meski cuaca tidak bagus.
”Sebelum kemari, siang ini kami harus menembus hujan deras,” ujar Pancar, warga kampung Tidar, Kecamatan Magelang Tengah, saat ditemui, Selasa (11/1/2022). Perjalanan menembus hujan tersebut dilakukannya dengan menempuh jarak lebih dari 5 kilometer dari tempat kerjanya.
Sama seperti Neo, Pancar sudah lebih dari 10 kali datang dan bersantap di Gemati Soup and Brew. Kehangatan dari hati memang akan selalu memanggil kembali....
Santailah dan nikmati makananmu!