Gelombang Tinggi Melanda Seluruh NTT, Operasional Feri Dihentikan
Cuaca buruk menyebabkan gelombang tinggi melanda seluruh wilayah perairan NTT. Operasional feri untuk sementara dihentikan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengeluarkan peringatan potensi gelombang tinggi yang menerjang hampir seluruh wilayah perairan Nusa Tenggara Timur dalam beberapa hari ke depan. Operasional semua rute pelayaran feri dari Kupang dihentikan sementara. Aktivitas nelayan juga terganggu.
Melalui laman resmi BMKG, prakirawan, Gatot Defriyantoro, mengatakan, hingga Selasa (25/1/2022), terpantau pola angin di bagian selatan Indonesia yang bergerak ke arah barat daya dan barat laut. Angin berembus dengan kecepatan hingga 25 knot atau 46,3 kilometer per jam. Pergerakan massa udara itu memicu gelombang laut.
Hampir seluruh wilayah perairan di NTT dilanda gelombang tinggi, seperti Laut Sawu, perairan Kupang-Rote, Selat Solor, Kepulauan Alor, dan Laut Flores. Ketinggian gelombang di perairan itu diperkirakan mencapai 2,5 meter. Namun, tinggi gelombang secara nyata bisa mencapai dua kali lipat dari prakiraan BMKG.
BMKG, lanjut Gatot, memperingatkan adanya potensi bahaya pada aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan di perairan itu untuk berbagai tipe kapal. Kapal dimaksud adalah kapal nelayan untuk semua ukuran, tongkang, dan feri. Sementara kapal milik Pelni berukuran di atas 2.000 gros ton masih diperbolehkan beroperasi.
General Manager PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Cabang Kupang Ardi Ekapati mengatakan, pelayaran feri dari Pelabuhan Tenau di Kupang ke semua daerah di NTT dihentikan. Penghentian tersebut demi keselamatan pelayaran mengingat ketinggan gelombang yang dinilai membahayakan.
Rute yang dimaksud adalah Kupang ke Pulau Rote, Kupang-Kalabahi, Kupang-Lewoleba, Kupang-Sabu, Kupang-Waingapu, Kupang-Aimere, Kupang-Ende, dan Kupang-Larantuka. Semua rute itu biasanya dilayani dua kali dalam seminggu. Khusus Kupang-Rote, rute ini dilayani setiap hari lantaran jarak tempuh yang dekat.
Pelayaran feri dari Pelabuhan Tenau di Kupang ke semua daerah di NTT dihentikan. Penghentian tersebut demi keselamatan pelayaran mengingat ketinggan gelombang yang dinilai membahayakan.
”Penutupan sudah memasuki hari kedua. Untuk rute jauh, kami harus menunggu cuaca benar-benar reda, sedangkan untuk jalur dekat, seperti Kupang-Rote, akan dilakukan sistem buka tutup dengan sangat hati-hati,” kata Ardi.
Menurut dia, selama musim hujan mulai Desember hingga Maret, perairan di NTT sangat sulit diprediksi. Terkadang, feri tiba-tiba dihantam gelombang tinggi di tengah laut. Akibatnya, nakhoda terpaksa memutar kembali kapal ke pelabuhan awal. Kondisi itu sering terjadi. Catatan kelam kecelakaan laut di NTT adalah ketika tenggelamnya feri dari Kupang ke Rote 20 tahun silam.
Tetap melaut
Kendati dilanda gelombang tinggi, sejumlah nelayan lokal tetap memaksakan diri melaut. Mereka memperhitungkan waktu terjadinya gelombang dengan cara tradisional. ”Memang sekarang musim gelombang tinggi, tetapi ada saatnya reda juga. Itu hanya beberapa jam saja sebelum terjadi pasang maksimum atau surut jauh,” kata Rio (45), nelayan di Pantai Oesapa.
Kendati demikian, hasil tangkapan selama gelombang tinggi diakui menurun drastis. Rio yang biasa menangkap ikan karang hingga 100 ekor per malam kini tidak lebih dari 50 ekor. Ia tidak berlama-lama di tengah laut sebab harus pulang sebelum datang gelombang tinggi.
Sementara itu, banyak nelayan memilih memasang pukat di pesisir atau muara untuk menjaring ikan pelagis kecil. Cara ini pun tidak menghasilkan tangkapan yang banyak. Akibatnya, harga ikan di pasar Kota Kupang naik. Harga kerapu, misalnya, dari biasanya Rp 40.000 kini menjadi Rp 70.000 per kilogram.