Hendak Berangkat Mengajar, Guru SMP di Konawe Selatan Ditikam Suami hingga Tewas
Hendak berangkat mengajar, seorang guru SMP di Konawe Selatan, dihadang dan ditikam suaminya hingga tewas. Pelaku yang membawa pisau dari rumah diduga sakit hati karena akan diceraikan istri.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang guru tingkat menengah di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, ditikam hingga meninggal dunia saat berangkat mengajar. Pelaku tak lain adalah suami sendiri yang menghadang korban sembari membawa pisau. Aparat kepolisian telah menangkap dan menelusuri motif pelaku yang membawa pisau sejak dari kediaman.
HN (53), seorang guru SMP di Konawe Selatan, meregang nyawa saat berangkat kerja pada Selasa (18/1/2022) pagi di Desa Lamomea, Konda, Sultra. Suaminya, JD (56), menusuk korban di bagian vital sehingga meninggal dunia.
Kepala Kepolisian Sektor Konda Ajun Komisaris Syafruddin menjelaskan, peristiwa yang terjadi saat HN hendak berangkat mengajar di SMP 12 Konda, Konawe Selatan. Korban berangkat dengan sepeda motor dari kediamannya yang berbeda rumah dengan suami.
Saat di jalan poros Desa Lamomea, JD diketahui datang dari belakang, juga dengan mengendarai sepeda motor. Pelaku menendang motor yang digunakan HN hingga korban terjatuh. Korban lalu berteriak minta tolong kepada warga sekitar.
”Belum sempat ditolong, pelaku mengeluarkan pisau dapur yang dibawa dan menikam korban sebanyak empat kali. Korban ditikam di bagian lengan, dada kiri, dan perut,”kata Syafruddin.
Warga yang melihat kejadian segera melakukan pertolongan. Korban dibawa ke RS Bahteramas Kendari, tetapi nyawanya tidak tertolong. Korban meninggal dunia beberapa saat setelah tiba di rumah sakit tersebut.
Pembunuhan berencana
Menurut Syafruddin, pelaku telah ditangkap dan ditahan di Polsek Konda. Berdasarkan keterangan pelaku, dirinya sakit hati karena korban mengajukan cerai. Keduanya juga telah pisah rumah selama tiga bulan terakhir. Saat ini, pelaku juga telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan Pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan Pasal 338 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Terkait dengan motif pembunuhan berencana, polisi masih mendalami hal ini.
Cara laki-laki menundukkan perempuan dalam berbagai relasional adalah dengan jalan kekerasan. Pola pikir itu seperti itu yang harusnya diubah karena merupakan budaya yang keliru. (Yustina Fendritta)
”Ini yang kita telusuri, apakah pelaku sejak awal memang membawa pisau untuk melukai dan menghabisi korban, atau bagaimana. Kami masih melakukan pemeriksaan secara intensif,” ujarnya.
Yustina Fendritta, Ketua Yayasan Lambu Ina yang mengadvokasi kekerasan perempuan dan anak di wilayah kepulauan Sultra, menambahkan, dari struktur kejadian, pelaku sudah seharusnya dijerat dengan pasal pembunuhan berencana. Sebab, sejak awal pelaku membawa benda tajam yang membahayakan orang lain.
Terlebih lagi, pelaku menghadang dan mendatangi korban di tengah perjalanan. Lokasi kejadian bukan di rumah tempat benda tajam mudah didapatkan.
Kekerasan dalam rumah tangga seperti peristiwa ini, tutur Yustina, kerap terjadi karena struktur sosial masyarakat yang menempatkan laki-laki di posisi superior. Akibatnya, saat ada perempuan yang memberontak, seperti mengajukan cerai, akan dibungkam.
”Cara laki-laki menundukkan perempuan dalam berbagai relasional adalah dengan jalan kekerasan. Pola pikir itu seperti itu yang harusnya diubah karena merupakan budaya yang keliru,” katanya.
Sayangnya, upaya korektif terhadap budaya seperti ini tidak dilakukan secara masif oleh pemerintah. Dalam berbagai kasus, pemerintah malah terkesan melanggengkan sistem patriarki yang ada, atau justru menjadi pelaku.