Balapan liar sulit untuk diberantas. Langkah kepolisian menyiapkan lokasi resmi menjadi langkah positif yang patut didukung. Namun, perlu didukung riset dan pendampingan ahli juga, mempertimbangkan kebutuhan para pelaku
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Balap liar di jalanan perkotaan tak sekadar karena minimnya fasilitas. Di sana ada pertarungan adrenalin, gengsi, kemampuan meriset motor, praktik negosiasi, hingga perjudian.
Farhan (18), salah satu bocah asal Bekasi Timur, Kota Bekasi, mulai terlibat sebagai joki balap liar sejak masih berusia 15 tahun. Siswa salah satu SMA di Bekasi itu awalnya diajak oleh kerabatnya yang bekerja di bengkel motor. ”Saya dari dulu itu suka utak-atik motor. Tempat main saya tiap hari itu di bengkel,” tuturnya, saat ditemui pada Selasa (18/1/2022) di Bekasi, Jawa Barat.
Biasanya, seusai mengutak-atik mesin motor, Farhan mencari lokasi yang sepi untuk menguji laju atau kecepatan dari motor tersebut. Namun, menggeber kendaraan sendiri tanpa ada pesaing dirasa tak memuaskan. Ia lantas dipertemukan dengan salah satu komunitas pebalap motor jalanan di Kota Bekasi. Siapa yang mempertemukan mereka? Tak lain, kenalan yang sering dia temui di bengkel.
Lokasi balap jalanan pertama yang dijajal Farhan di Jalan Kali Mas, Bekasi Timur. Saat itu, Farhan yang didukung salah satu bengkel motor di wilayah Kota Bekasi berhasil mengalahkan komunitas pebalap jalanan lain. Tak hanya menang, dia juga mendapat imbalan sebesar Rp 350.000 dari kelompok pendukung. Balapan yang awalnya diikuti Farhan hanya untuk sekadar menguji kemampuannya dalam memacu sepeda motor itu rupanya dijadikan ajang taruhan oleh dua kelompok pendukung.
Farhan pun mulai kebanjiran tawaran. Kelompok peminat balap liar yang bertaruh menilai tubuh Farhan yang sedikit ramping ideal untuk menjadi joki balap. Farhan pun sejak saat itu mulai rutin mengikuti balap liar. Seberapa sering? Hampir setiap pekan!
Lokasi balapan berganti-ganti. Beberapa lokasi yang sering digunakan sebagai arena balap, antara lain, di Jalan Kali Mas, Jalan Ahmad Yani, hingga Jalan Kranji. Waktu balapan biasanya dimulai saat tengah malam di antara pukul 01.00 hingga pukul 05.00. ”Biasanya tergantung keamanan. Kalau lagi ada polisi yang patroli, kita pindah lokasi atau tunggu mereka selesai patroli,” ucapnya.
Farhan sejauh ini sangat menikmati perannya sebagai joki balap jalanan. Ajang balap jalanan itu dia anggap sebagai arena terbaik untuk menunjukkan kemampuannya dalam mengendarai sepeda motor.
Balap jalanan, yang hakikatnya merampas hak pengguna jalan, juga menjadi praktik perjudian menggiurkan bagi sejumlah kalangan. Nilai taruhan yang diperebutkan sekali menggelar ajang balap liar berkisar Rp 10 juta sampai Rp 50 juta.
Andika (26) sudah dua tahun sering terlibat balap jalanan di Kota Bekasi. Dia berperan menyiapkan sepeda motor dan mencari joki yang bakal mengendarai kendaraannya. Ajang balap jalanan biasanya digelar tiap pekan. ”Saya selama satu tahun terakhir ini rutin ikut. Kalau lagi beruntung, lumayan. Bisa dapat Rp 10 juta sekali main,” tuturnya.
Setiap kali mengikuti balap jalanan, dia berani bertaruh hingga Rp 20 juta. Jika motornya memenangkan balapan, 15 persen dari keuntungan diberikan kepada joki dan selebihnya masuk ke kantongnya.
Bakal difasilitasi
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran saat membuka ajang Street Race yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, Minggu (16/1), mengatakan, di wilayah hukum Polda Metro Jaya terdapat 39 lokasi jalan yang digunakan sebagai tempat balapan liar. Untuk mengurangi balap liar di tempat-tempat itu, Fadil akan mengerahkan jajarannya di setiap wilayah kota agar mencari tempat yang layak untuk dipakai sebagai lokasi balapan yang legal.
Praktisi keamanan berkendara sekaligus pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting, Jusri Pulubuhu, dihubungi terpisah, berpendapat, memfasilitasi balapan liar tidak bakal menyelesaikan fenomena balap liar. Pelaku balap liar terdiri dari dua kategori, yakni kelompok remaja dan kelompok thrill seeker. Mayoritas balap liar didominasi kelompok remaja.
Dan, memang harus difasilitasi supaya itu terlampiaskan.
Kelompok remaja yang terlibat balap liar biasanya berada di kisaran usia 15-29 tahun. Kelompok ini terlibat balap liar dengan tujuan untuk menunjukkan eksistensi dari dirinya dan akan meninggalkan kebiasaan itu seiring bertambahnya usia. ”Di situ ada tantangan karena mereka menganggap dirinya hebat ketika melakukan atraksi fisik di jalan raya. Bahkan, kadang-kadang saat mereka balapan itu ada persyaratan, seperti melepaskan rem, mematikan lampu, dan sebagainya," katanya.
Pengamat sosial Institut Bisnis Muhammadiyah Hamludin mengatakan, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi fenomena balap liar. Beberapa di antaranya, karena tidak adanya wadah untuk menyalurkan bakat remaja. ”Kalau tidak ada wadah, apa yang mereka lakukan bisa secara negatif, seperti merusak lingkungan, merusak fasilitas orang lain, dan seterusnya. Dan, memang harus difasilitasi supaya itu terlampiaskan,” ucapnya.
Hamludin menilai, langkah memfasilitasi balap liar ini sebagai upaya preventif karena berisiko tinggi pada keselamatan sendiri dan orang lain. Usaha ini mesti berkelanjutan, tidak berhenti dan berkelanjutan agar efektif menekan balap liar. ”Mereka mungkin ada yang cita-citanya pembalap sehingga kalau mereka punya potensi itu bisa terpantau dengan baik. Mungkin ada yang memiliki potensi bagus, tapi tidak memiliki akses untuk masuk klub balap atau sponsor balap,” tuturnya.