Vaksinasi tidak membuat seseorang bebas dari penularan Covid-19. Protokol kesehatan wajib dijalankan karena teta[ ada risiko tertular dan menularkan penyakit yang menjadi pandemi ini.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Warga tidak memakai masker saat beraktivitas di luar rumah di kawasan Kebon Baru, Jakarta Selatan, Rabu (28/4/2021). Kendurnya disiplin warga untuk menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah penularan Covid-19 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya kasus baru penularan Covid-19 termasuk di lingkungan perkantoran.
JAKARTA, KOMPAS - Semakin banyak kasus yang ditemukan orang yang tetap positif Covid-19 sekalipun sudah divaksinasi. Masyarakat diharapkan tidak mengendurkan protokol kesehatan dan menjaga imunitas dengan perilaku hidup sehat.
Gatot Soegiarto, pengajar dari Divisi Alergi dan Imunologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dalam diskusi daring tentang pentingnya menjaga imunitas tubuh, Rabu (28/4/2021) mengatakan, sampai saat ini belum ada bukti obat-obatan yang terbukti efektif mengatasi Covod-19. "Pencegahan menjadi penting, melalui protokol 5 M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas) dan vaksinasi," kata dia.
Menurut Gatot, vaksinasi terbukti bisa membantu mengeliminasi penyakit menular, di antaranya polio dan cacar. Suntikan vaksin Covid-19 yang ada saat ini juga terbukti bisa menghasilkan antibodi, tetapi tidak bisa dijamin sepenuhnya melindungi.
"Kalau orang divaksinasi dengan vaksin yang memiliki efikasi 65 persen, risikonya untuk terinfeksi turun 65 persen dibandingkan orang yang tidak divaksinasi. Itu artinya, tetap tidak bisa 100 persen terlindungi," kata dia.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pengendara melintasi mural bahaya Covid-19 di Tebet, Jakarta Selatan,Rabu (28/4/2021). Pemprov DKI Jakarta akan mencari penyebab kenaikan kasus positif di kluster perkantoran. Seiring peningkatan kluster perkantoran, kepadatan lalu lintas juga meningkat. Saat ini kepadatan lalu lintas pada April 2021 naik 1-2 persen dibandingkan dengan kepadatan lalu lintas pada Maret 2021.
Oleh karena itu, Gatot mengingatkan agar masyarakat tidak lengah sekalipun sudah divaksinasi. "Apalagi jika baru suntikan pertama. Setelah suntikan kedua juga tidak ada jaminan 100 persen dia punya kekebalan terhadap virusnya," kata dia.
Dalam diskusi juga diungkapkan semakin banyak kasus orang yang tertular Covid-19 sekalipun sudah divaksinasi. Misalnya, istri Gubernur Jawa Barat, Atalia Ridwan Kamil, yang baru saja terpapar Covid-19, padahal ia telah menjalani vaksinasi secara tuntas.
Menurut Gatot, tujuan vaksin adalah meningkatkan titer antibodi atau sistem imun untuk melawan SARS-CoV-2 yang kadarnya bisa berbeda pada setiap orang . Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, genetik, faktor gizi dan nutrisi, kebiasaan merokok, hingga penyakit komorbid.
Sekalipun sebagian besar orang yang terinfeksi Covid-19 bisa sembuh, banyak di antaranya yang mengalami gejala Covid-19 dalam jangka panjang.
"Selain vaksin, untuk menjaga sistem imun bisa dengan makan bergizi, jangan merokok, tidur berkualitas, kendalikan stres, hingga suplemen," kata dia. Salah satu suplemen yang banyak dipakai untuk terapi inflamasi dan meningkatkan sistem imun adalah yang berbahan tanaman dari genus echinacea.
Menurut Gatot, sejumlah kajian telah membuktikan bahwa herbal yang direkomendasikan untuk meningkatkan imunitas tubuh dan telah teruji klinis yaitu Echinacea purpurea. Tanaman asli Amerika Utara ini memiliki manfaat sebagai imunomodulator sehingga dapat mengatur kerja sistem imun tubuh.
Gejala berkepanjangan
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Erlina Burhan, dalam diskusi ini mengingatkan pentingnya pencegahan agar tidak tertular. Apalagi, saat ini banyak varian baru yang bisa lebih menular, meningkatkan keparahan, dan menurunkan efikasi vaksin.
"Untuk mencegah mutasi, harus mencegah penularan di populasi. Semakin besar kasus di populasi, peluang mutasi semakin tinggi. Strategi paling baik tidak tertular," kata dia.
Erlina menambahkan, mencegah agar tidak terinfeksi juga sangat penting untuk menghindari dampak long Covid, yaitu pasien yang sudah negatif tapi gejala tersisa. Sekalipun sebagian besar orang yang terinfeksi Covid-19 bisa sembuh, banyak di antaranya yang mengalami gejala Covid-19 dalam jangka panjang.
"Saat ini dampak long Covid semakin banyak yang teridentifikasi. Selain depresi dan kebingungan, gampang lelah dan kesulitan tidur, juga berdampak pada THT, suara berdengung di telinga, anosmia, dan lain-lain. Ini bisa enam bulan atau lebih, sedangkan dampak jangka panjangnya belum diketahui," kata dia.
Erlina mengatakan, riset yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Persahabatan dengan menyurvei 463 orang pada bulan Desember 2020 hingga Januari 2021, menemukan cukup banyak pasien yang mengalami long Covid-19.
Kompas
Survei menunjukkan sebanyak 63,5 persen pasien di Indonesia memiliki gejala long Covid. Sumber: Agus Dwi Susanto
"Hasil sruvei yang dipimpin Pak Agus Dwi Susanto ini menunjukkan bahwa sebanyak 63,5 persen ternyata memiliki gejala long Covid," kata Erlina.
Gejala long Covid yang ditemukan dalam survei ini di antaranya kelelahan 30,24 persen, batuk 16,85 persen, nyeri otot 11,23 persen, sakit kepala 11,23 persen, gangguan tidur 9,72 persen, sesak napas 9,29 persen, nyeri sendi 9,07 persen, ansietas 8,42 persen, jantung berdebar 7,78 persen, dan gangguan konsentrasi 6,91 persen. Gejala lain yaitu mual 5,83 persen, insomnia 4,1 persen nyeri tenggorokan 3,46 persen, depresi 2,59 persen, demam 2,15 persen, diare 1,94 persen, dan muntah 1,51 persen.