Tak Bisa Lengah Setelah Vaksinasi
Vaksinasi merupakan langkah untuk mengendalikan penyakit dan meringankan gejala, tetapi tidak 100 persen melindungi dari Covid-19. Setiap saat ada risiko tertular dan menularkan. Protokol kesehatan menjadi penting.
Vaksinasi sedang bergulir. Banyak orang merasa lebih aman setelah divaksinasi. Sebagian sudah merencanakan untuk kumpul-kumpul bersama teman dan keluarga besar, bahkan pergi jalan-jalan.
Di sisi lain, setelah vaksinasi, sebagian orang tetap terkena Covid-19, bahkan meninggal. Hal itu menimbulkan pertanyaan, apa yang terjadi setelah vaksinasi dan sejauh mana kita terlindungi.
Baca juga: Vaksinasi, tapi Tetap Hati-hati
Laman Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) menyatakan, tubuh membutuhkan setidaknya dua minggu setelah vaksinasi lengkap untuk membangun kekebalan terhadap virus penyebab Covid-19. Artinya, ada kemungkinan orang tertular Covid-19 sebelum atau setelah vaksinasi, kemudian jatuh sakit karena vaksin belum memiliki cukup waktu untuk menumbuhkan perlindungan.
Jumlah antibodi optimal setidaknya dua minggu setelah penyuntikan dosis kedua.
Menurut Kusnandi Rusmil, ketua tim uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac di Indonesia yang juga Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Minggu (28/3/2021), pada suntikan vaksin pertama, tubuh belajar mengenal antigen dan membentuk antibodi. Untuk CoronaVac, antibodi mulai terbentuk pada hari ke 5-6. Jumlah antibodi optimal setidaknya dua minggu setelah penyuntikan dosis kedua. Setelah itu, kadar antibodi turun perlahan.
Baca juga: Imunitas Setelah Vaksinasi Tidak Instan
Hasil penelitian uji klinis tahap 3 di Bandung, kadar antibodi dua minggu setelah suntikan kedua adalah 99,7 persen. Setelah tiga bulan, kadar antibodi turun menjadi 99,2 persen. Kadar antibodi akan diukur setidaknya hingga satu tahun. Saat ini, tim sedang menyusun laporan pengukuran antibodi setelah enam bulan.
Kemampuan vaksin untuk membantu tubuh mengatasi virus bergantung pada efikasi (kemanjuran) vaksin. Hasil uji klinis di Indonesia, efikasi CoronaVac 65,3 persen.
”Artinya, 34,7 persen orang yang divaksinasi masih bisa tertular virus penyebab Covid-19. Namun, gejalanya lebih ringan dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi,” kata Kusnandi.
Laporan di New England Journal of Medicine, 23 Maret 2021, juga menyebutkan, mereka yang divaksinasi masih bisa terinfeksi. Menurut William Daniel dan kolega dari University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, Amerika Serikat, hasil vaksinasi terhadap karyawan garis depan, termasuk tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut sejak 15 Desember 2020, menunjukkan, terjadi infeksi Covid-19 pada 2,61 persen mereka yang tidak divaksinasi.
Persentase infeksi menurun pada mereka yang telah divaksinasi satu kali (1,82 persen) dan 0,05 persen pada karyawan yang telah divaksinasi dua kali. Vaksinasi menurunkan kebutuhan isolasi atau karantina 90 persen.
Baca juga: Infeksi Masih Terjadi Setelah Vaksinasi Covid-19
Pada terbitan sama, Francesca J Torriani dan kolega dari University of California, San Diego Health, San Diego, memaparkan hasil vaksinasi di Universitas California, San Diego (UCSD) dan Universitas California, Los Angeles (UCLA) sejak 16 Desember 2020. Disebutkan, risiko hasil tes positif SARS-CoV-2 setelah vaksinasi adalah 1,19 persen di antara petugas kesehatan di UCSD dan 0,97 persen di UCLA.
Reaksi berbeda
Kusnandi menjelaskan, reaksi tubuh terhadap vaksin dan pembentukan antibodi setiap individu berbeda-beda. Hal ini yang menyebabkan ada orang yang sangat terlindungi, di sisi lain ada yang masih bisa tertular. Mengenai kasus yang tertular dan meninggal, ada banyak faktor penyebab. Misalnya daya tahan tubuh, respons imun, serta ada tidaknya penyakit penyerta.
Terkait grafik antibodi pascavaksinasi yang beredar di media sosial, Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Ikatan Dokter Indonesia Iris Rengganis yang juga Guru Besar Ilmu Alergi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Senin (29/3/2021), menilai hal itu tidak berdasar. Sampai saat ini tidak dilakukan pengukuran titer antibodi hari per hari pascavaksinasi.
Apalagi respons imun setiap individu berbeda. Laju pembentukan antibodi tidak bisa disamaratakan. Secara teoretis, jumlah antibodi mulai menanjak pada hari ketujuh, tetapi belum mampu memberi perlindungan optimal.
Setelah vaksinasi, seseorang mungkin mengalami beberapa efek samping, seperti nyeri, kemerahan, atau bengkak di tempat suntikan, demam, menggigil, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, mual. Ini tanda normal bahwa tubuh sedang membangun perlindungan. Umumnya efek samping hanya berlangsung satu hingga dua hari. Perhitungan CDC, hanya 2 persen dari mereka yang divaksinasi akan mengalami efek samping signifikan sehingga tak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
Menurut Iris, agar pembentukan antibodi optimal, orang yang divaksin harus menjalankan gaya hidup sehat, yakni cukup istirahat, tidur delapan jam sehari, makan makanan bergizi, serta mengonsumsi vitamin B, C, D, E dan mineral seng untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Interval penyuntikan
Pada 5 Februari 2021, Sinovac Biontech mengumumkan hasil uji klinis tahap 3 di Brasil dan Turki. Setelah 14 hari pasca-suntikan kedua, efikasi vaksin pada tenaga kesehatan di Brasil 50,65 persen. Sementara di Turki, vaksinasi terhadap tenaga kesehatan dan populasi umum menunjukkan efikasi 91,25 persen. Selang waktu penyuntikan pertama dan kedua adalah 14 hari.
Sebelumnya, 18 Januari 2021, kantor berita Reuters mengabarkan, juru bicara Sinovac menyatakan, efikasi CoronaVac pada subkelompok penyuntikan dengan interval tiga minggu (21 hari) di Brasil sekitar 70 persen. Artinya, hampir 20 persen lebih tinggi dibandingkan penyuntikan dengan selang waktu 14 hari. Selain itu, uji coba tahap awal menunjukkan interval empat minggu menginduksi respons antibodi lebih kuat dibandingkan dengan interval dua minggu.
Hasil uji klinis tahap 2 vaksin Sinovac sebagaimana dilaporkan peneliti China, Fengcai Zhu dan kolega, di Lancet, Februari 2021, menunjukkan, pembentukan antibodi pada interval penyuntikan 14 hari dan 28 hari tidak berbeda signifikan. Sebesar 92 persen pada kelompok dosis 3 mikrogram (μg) dan 98 persen pada kelompok dosis 6 μg pada 14 hari setelah suntikan kedua dengan interval 14 hari. Sementara pada 28 hari setelah suntikan kedua dengan interval 28 hari serokonversi antibodi 97 persen pada kelompok dosis 3 μg dan 100 persen pada kelompok dosis 6 μg.
Menurut Iris, pemilihan interval vaksinasi 14 hari untuk rentang usia 18-59 tahun bertujuan mempercepat cakupan dan memutus rantai penularan virus. Belakangan ketika penelitian CoronaVac untuk orang lanjut usia diumumkan dan hasilnya lebih baik dengan interval 28 hari, interval penyuntikan untuk semua kelompok usia disamakan guna mempermudah pelaksanaan di lapangan
Kusnandi dan Iris menyatakan, interval penyuntikan vaksin reguler umumnya satu bulan. ”Menimbang ketersediaan vaksin Covid-19 dan kesiapan vaksinator, diputuskan interval penyuntikan untuk semua kelompok usia kini 28 hari,” ujar Kusnandi.
Baca juga: Jangan Terlena Setelah Vaksinasi Covid-19
Artikel di Bloomberg, 25 Januari 2021, menyebutkan, selang waktu yang direkomendasikan untuk dosis kedua bervariasi bergantung pada jenis vaksin. Penelitian Pfizer-BioNTech, dosis kedua diberikan 21 hari setelah suntikan pertama, Moderna diberikan dengan interval 28 hari. Hasil penelitian AstraZeneca yang diterbitkan awal Februari 2021 menunjukkan, interval penyuntikan 12 minggu lebih efektif dibandingkan dengan interval enam minggu atau kurang.
Pemberian vaksin AstraZeneca dengan interval 12 minggu digunakan Inggris untuk memvaksinasi lebih banyak orang. Hal ini diyakini sebagai strategi yang efektif untuk mengurangi penyakit dan mungkin optimal untuk vaksinasi pandemi ketika persediaan vaksin terbatas.
Para peneliti masih mempelajari kemampuan vaksin Covid-19 melindungi. Sejauh ini efikasi yang tertinggi adalah produksi Pfizer, 95 persen. Artinya, tetap ada risiko tertular Covid-19. Selain itu ada sejumlah mutasi virus. Belum diketahui apakah vaksin yang ada,mampu mengatasi atau tidak.
Karena itu, meski cakupan vaksinasi terus meluas, protokol kesehatan harus tetap diterapkan, yakni mengenakan masker, berjarak 2 meter dari orang lain, mengurangi mobilitas, menghindari keramaian dan ruang berventilasi buruk, serta sering mencuci tangan dengan air dan sabun. Sampai kapan? Sampai jumlah virus yang beredar sangat minim, ditunjukkan dengan penurunan jumlah kasus secara signifikan.
Baca juga: Tetap Jalankan Protokol Kesehatan meski Vaksinasi Sudah Berjalan