Bantuan Pembaca ”Kompas” Mengalir ke Tiga Lokasi Bencana
Sebulan terakhir Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas telah menyalurkan bantuan dari pembaca ”Kompas” sebesar Rp 450 juta kepada pengungsi bencana Merapi, bencana Gunung Api Ile Lewotolok, dan pengungsi banjir di Cilacap.
Oleh
Budi Suwarna
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas atau DKK telah menyalurkan dana sumbangan dari pembaca Kompas sebesar Rp 450 juta untuk masyarakat yang mengungsi akibat bencana Merapi, erupsi Gunung Ile Lewotolok, dan banjir di Cilacap. Bantuan, antara lain, berupa makanan, alat mandi, alas tidur, obat-obatan, perlengkapan ibu dan bayi, serta buku bacaan untuk anak-anak.
”Kami berusaha dapat secepat mungkin memberikan bantuan yang sungguh-sungguh diperlukan pengungsi dengan menggunakan dana dari pembaca Kompas. Selain ancaman bencana terkait cuaca dan hujan atau hidrometeorologi, saat ini bencana erupsi gunung berapi, seperti di Jawa Tengah serta Nusa Tenggara Timur, perlu menjadi perhatian kita semua,” ujar Ketua Yayasan DKK A Tomy Trinugroho.
Bantuan, antara lain, diberikan kepada warga pengungsi Merapi di Magelang, Jawa Tengah. Mereka mendapatkan bantuan berupa selimut, kasur, tikar, bantal, sarung, handuk dewasa, handuk bayi, peralatan mandi, popok dewasa, pembalut wanita, popok bayi, ember, gayung, pakaian dalam, susu ibu hamil, mukena, dan obat-obatan.
Selain di Magelang, bantuan juga diberikan kepada pengungsi Merapi di Boyolali, Klaten, dan Sleman, DIY. Setiap pengungsi di daerah itu memiliki kebutuhan berbeda-beda sehingga bantuan yang diberikan di setiap tempat pengungsian disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Di Sleman, misalnya, pengungsi membutuhkan mainan dan buku untuk anak-anak. Sementara itu, pengungsi di Boyolali memerlukan bantuan berupa bahan makanan, seperti telur, tepung beras, dan tepung terigu.
Manajer Eksekutif Yayasan DKK Anung Wendyartaka mengatakan, sebelum menyalurkan bantuan, petugas dan sukarelawan DKK terlebih dahulu mendata kebutuhan pengungsi. ”Berdasarkan hasil survei kami di sejumlah pengungsian, bantuan berupa peralatan pribadi sering kali terlewatkan. Padahal, peralatan pribadi bisa menambah kenyamanan masyarakat di pengungsian,” kata Anung yang dibantu sukarelawan dari Toko Buku Gramedia Yogyakarta di Balai Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (15/11/2020).
Sejak status Gunung Merapi dinaikkan dari Waspada (II) menjadi Siaga (III) pada 5 November, sebagian masyarakat di kawasan rawan bencana III Jateng dan DIY diungsikan. Mayoritas warga yang diungsikan adalah kaum rentan yang terdiri dari warga lanjut usia, anak balita, ibu hamil, dan penyandang disabilitas.
Di Kabupaten Magelang, warga dari sembilan dusun di kawasan rawan bencana III diungsikan di sembilan titik pengungsian. Tak hanya itu, ratusan warga desa yang tidak dikategorikan sebagai kawasan rawan bencana II, yakni Desa Keningar, Kecamatan Dukun, ikut mengungsi. Mereka trauma akibat erupsi 2010.
Kepala Desa Banyurojo Iksan Maksum bersyukur atas bantuan yang diberikan para pembaca Kompas. Menurut dia, bantuan itu sangat berarti bagi para pengungsi dari Desa Babadan I yang mengungsi di tempatnya.
”Kami sangat berterima kasih dengan adanya bantuan ini. Bantuan ini sangat sesuai dengan kebutuhan pengungsi yang sejak kemarin memang belum terpenuhi,” kata Iksan.
Sementara itu, Wahyudi (32), koordinator pengungsi dari Desa Babadan, Kecamatan Dukun, menceritakan, ada sejumlah pengungsi yang datang tanpa persiapan penuh. Perlengkapan seperti keranjang pakaian, ember, dan gayung lupa dibawa.
”Kalau mau mencuci pakaian bingung karena tidak ada ember. Terus kalau mau menata pakaian tidak ada tempatnya, jadi pakaian berantakan,” ucap Wahyudi.
Wahyudi menuturkan, warga Desa Babadan I senang karena akhirnya mereka mendapat peralatan yang dibutuhkan dari seminggu lalu. Anak-anak di pengungsian juga memerlukan bantuan berupa buku bacaan.
Korban banjir Cilacap
Menyusul munculnya ancaman bencana erupsi di Merapi, terjadi banjir besar di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (17/11/2020). Dua orang tewas akibat kejadian ini dan 5.677 orang mengungsi. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, banjir besar kali ini melanda 45 desa di 14 kecamatan. Akibatnya, 19.188 rumah tangga atau 48.528 jiwa terdampak banjir.
”Sesuai informasi BPBD Cilacap, pengungsi banjir membutuhkan alat untuk membersihkan rumah. Warga juga butuh bantuan untuk pembuatan perbaikan tanggul. Kami memberikan bantuan berupa 6.000 karung untuk tanggul pasir darurat,” kata Koordinator Subdistribusi Bantuan Yayasan DKK Kiraman Sinambela di Cilacap, Rabu (25/11/2020).
Bantuan lain berupa 150 handuk, selimut (150), masker (150), sikat lantai (240), deterjen, cairan pembersih lantai, 300 liter minyak goreng, 90 dus susu bayi, susu anak balita (90 dus), makanan kaleng, dan minyak kayu putih.
Kepala Desa Tarisi Jasimin mengapresiasi dan berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan dari Yayasan DKK. ”Itu pas sekali, terima kasih sebelumnya atas perhatian dan partisipasinya,” kata Jasimin.
Menurut dia, banjir di desanya masih belum surut. Pengungsi membutuhkan logistik makanan serta mengalami gatal-gatal. ”Masyarakat juga membutuhkan obat-obatan seperti salep atau obat gatal,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap Heru Kurniawan menyampaikan, banjir juga disebabkan pendangkalan di Segara Anakan. Akibatnya, laju air tidak bisa langsung menuju laut lepas. Selain itu, kerusakan lingkungan di daerah hulu juga membuat laju air menjadi lebih cepat.
Kepala BPBD Cilacap Tri Komara mengatakan, banjir dipicu beragam sebab. Selain terdampak La Nina, banyaknya tanggul sungai yang jebol jadi penyebabnya. ”Setidaknya tercatat 23 titik tanggul jebol di Cilacap. ”Sebagian besar tanggul ini jebol karena rusak dilubangi warga untuk pengairan sawah,” ujar Tri.
Selain banjir, tanah longsor juga terjadi di 14 desa dan menyebabkan 4 rumah roboh, 9 rumah rusak berat, 2 rumah rusak sedang, dan 43 rumah rusak ringan. Sementara angin kencang menyebabkan 1 rumah rusak berat dan 3 rumah rusak sedang.
Pengungsi Lembata
Akhir November 2020, Gunung Ile Lewotolok di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, erupsi. Kolom abu vulkanik membubung sekitar 200 meter di atas puncak gunung sesuai pengamatan pada Kamis (3/12/2020). Akibat peristiwa itu, sekitar 7.968 orang mengungsi berdasarkan data BPBD Kabupaten Lembata pada 2 Desember. Mereka tersebar di 20 pos penampungan dan rumah-rumah penduduk.
Untuk meringankan beban pengungsi, Yayasan DKK menyalurkan bantuan pembaca berupa masker, alas tidur, beras, minyak goreng, buku untuk bacaan anak-anak, dan sejumlah peralatan pribadi. Total bantuan bernilai Rp 200 juta. Bantuan difokuskan kepada masyarakat yang tinggal di rumah-rumah penduduk, terutama mereka yang belum mendapat bantuan logistik dari pemerintah.
Bantuan Yayasan DKK disalurkan sukarelawan DKK dari Toko Gramedia Maumere dan Biro Kompas TV Flores. Mereka berkoordinasi dengan tim DKK Pusat. Tim sukarelawan sempat kesulitan mencari barang kebutuhan pokok dan penunjang lainnya karena stoknya terbatas di Maumere. Mereka juga harus menempuh perjalanan panjang untuk menyalurkan bantuan. Perjalanan darat ditempuh dari Maumere menuju Larantuka selama enam jam.
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan melalui jalur laut ke lokasi penerima bantuan selama 4 jam. Baru pada Minggu (6/12/2020), bantuan bisa diserahkan Jitronimus Natun, sukarelawan DKK dari Kompas TV Biro Flores, kepada Philipus Bediona, penanggung jawab posko pengungsian korban erupsi Gunung Ile Leotolok.
”Bantuan ini sangat kami nantikan. Bantuan ini hadir tepat waktu karena kini kebutuhan para pengungsi sudah hampir habis, utamanya para pengungsi yang tidak bisa ditampung di posko pengungsian resmi dan tinggal di rumah–rumah penduduk,” ujar Philipus Bediona.
Untuk selanjutnya, bantuan didistribusikan kepada pengungsi melalui jaringan gereja setempat, khususnya lima paroki di dalam Kota Lewoleba dan dua paroki di luar kota. Ketujuh paroki tersebut adalah Paroki Fransiskus Asisi Lamahora, Paroki Kristus Raja Wangatoa, Paroki St Maria Banneux Lewoleba, Paroki Arnoldus Yansen Waikomo, Paroki Fransiskus de Sales Pada, Paroki Waipukang, dan Paroki Hadakewa. Bantuan diberikan kepada pengungsi tanpa memandang agama atau sukunya.