Kepergian pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, menyisakan warisan berupa laku jurnalistik yang tegas, tetapi penuh welas asih. Teladan ini bisa menjadi pedoman insan pers saat ini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI / FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla memimpin upacara pemakaman pendiri Kompas Gramedia, Jakob Oetama, Kamis (10/9/2020), di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Menurut dia, Jakob Oetama telah menunjukkan teladan baik dalam dunia jurnalistik. Ia berharap agar teladan itu diteruskan pelaku media saat ini.
Kalla memandang almarhum sebagai insan pers berpengaruh di Indonesia. Ia mengagumi gaya jurnalistik Jakob Oetama yang mampu mengoreksi pemerintah dengan cara santun, tetapi disertai pula dengan solusi.
”Kita kehilangan tokoh bangsa yang punya peran besar untuk persatuan bangsa. Sikapnya ke bangsa ini, yang walaupun mengoreksi, ia tetap sopan dan memberi solusi, tidak menghantam. Untuk insan pers muda agar bisa mempelajari dan mengikuti jejak beliau,” kata Wakil Presiden 2004-2009 dan 2014-2019 ini.
Kedekatan Kalla dengan mendiang Jakob dimulai pada 1980-an. Ia kerap diundang oleh Kompas dalam diskusi panel bertema ekonomi saat masih menjabat Ketua Kadin Sulawesi Selatan. Pertemanan itu menguat ketika Kalla menjabat menteri di era Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000 (Kompas, 10/9/2020).
Kalla kerap berdiskusi dengan mendiang Jakob mengenai kondisi negara. Dari diskusi itu, Kalla menyimpulkan Jakob sebagai orang berkeinginan kuat agar Indonesia menjadi bangsa yang maju dan utuh.
”Ada banyak momen dengan beliau. Dia adalah orang yang mau lihat (sisi) positif dari bangsa agar bangsa ini maju,” ujar Kalla.
Cendekiawan Nahdlatul Utama, Zuhairi Misrawi atau Gus Mis, setuju bahwa ajaran almarhum perlu diteruskan oleh generasi saat ini. Ajaran itu mencakup kebangsaan, persaudaraan, dan persahabatan.
Di sisi lain, Jakob Oetama dinilai berjasa dalam menyediakan ruang untuk menyuarakan toleransi. Sejalan dengan itu, Gus Mis menganggap Jakob Oetama berperan besar terhadap kelahiran moderasi Islam di Indonesia.
”Nahdlatul Ulama merasa dibimbing dan diberi tempat untuk memberi pandangan soal moderasi Islam. Menurut kami, beliau berjasa dalam kelahiran moderasi Islam sehingga suara tentang toleransi, keberagaman, dan harmoni mendapat tempat (di media massa),” kata Gus Mis.
Teman diskusi
Pengusaha Sofjan Wanandi mengaku sangat kehilangan sosok Jakob Oetama. Ia mengenal mendiang Jakob sebagai orang yang selalu ingin tahu tentang permasalahan bangsa. Sofjan menyatakan kerap berdiskusi dengan Jakob, setidaknya sekali dalam satu atau dua bulan.
”Hal itu terus berjalan hampir 50 tahun. Saya selalu datang ke kantor Pak Jakob. Terakhir bertemu dengan beliau sekitar satu tahun yang lalu,” katanya saat ditemui di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Kamis (10/9/2020) siang.
Dalam pertemuan terakhirnya dengan Jakob, Sofjan menceritakan soal keadaan negara menjelang Pemilu 2019. Dalam kesempatan itu, Jakob berharap agar Indonesia bisa menjaga persatuan dan kebinekaan.
”Kami juga membicarakan tentang perekonomian. Pak Jakob selalu ingin tahu tentang itu. Beliau selalu mengikuti perkembangannya,” lanjutnya.
Purnakarya Kompas Gramedia Petrus Bao Dasion (60) mengenal Jakob Oetama sebagai sosok yang kebapakan karena selalu mengayomi semua karyawannya. Di matanya, Jakob tidak pernah menggurui karyawannya. Sebaliknya, Jakob selalu mencari tahu permasalahan yang dihadapi oleh karyawannya.
”Saya biasa memanggil dia dengan kata bapak karena baik sekali. Beliau tidak hanya menganggap karyawan sebagai aset, tetapi juga anak,” katanya.
Begitu terinspirasinya dengan sosok Jakob, Petrus bahkan menamai anaknya dengan nama serupa. ”Selain mertua saya bernama Jakob, saya juga terinspirasi sosok Jakob Oetama,” kata mantan karyawan Divisi Bangunan Kompas Gramedia yang sudah mengabdi selama 30 tahun tersebut.
Di kalangan Kompas Gramedia, Petrus dikenal lihai dalam melancarkan peredaran darah seseorang melalui terapinya. Hal itu membuat Jakob kepincut. Sejak 2011 hingga sebelum pensiun November 2019, pemilik klinik Accupressure ini selalu datang ke ruang kerja Jakob untuk memberikan terapi setidaknya seminggu sekali.
”Prinsipnya saya membantu melancarkan peredaran darah beliau kalau mengeluh sakit,” katanya.