Keindonesiaan dan Kemanusiaan Jakob Oetama
Wafatnya Jakob Oetama jadi kehilangan besar Indonesia. Bagi banyak kalangan, Jakob bukan hanya tokoh pers, melainkan juga tokoh bangsa yang peduli keindonesiaan dan kemanusiaan.
JAKARTA, KOMPAS — Ucapan belasungkawa mengalir tiada henti seiring dengan wafatnya Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama pada Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Jenazah akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (10/9/2020) pukul 10.30.
Presiden Joko Widodo menyatakan, dengan berpulangnya Jakob Oetama, Indonesia tidak hanya kehilangan tokoh pers, tetapi juga tokoh bangsa. ”Saya sungguh-sungguh kehilangan atas kepergian Bapak Jakob Oetama,” tulis Presiden.
Presiden Jokowi dalam pernyataan di akun media sosialnya mengingat Jakob sebagai sosok jurnalis sejati dengan semangat juang dan daya kritis tinggi serta pandangan bernuansa kemanusiaan. Pandangan dan kritik itu selalu disampaikan halus dan santun.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, Jakob Oetama tokoh pers yang sangat menginspirasi, memegang teguh integritas pers, dan memiliki keterkaitan sejarah dengan Presiden Soekarno. ”Duka mendalam atas berpulangnya Pak Jakob Oetama,” ujarnya.
Puan mengungkapkan, sosok Jakob melekat dengan harian Kompas dan sejarah Kompas melekat dengan Bung Karno sebagai sosok pemberi nama Kompas pada 1965. ”Waktu itu Bung Karno mengatakan, ’Tahu apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba’,” ujar Puan, mengutip Bung Karno.
Gubernur DKI Jakarta Anies R Baswedan, Rabu malam, menuturkan, jasa Pak Jakob dan kontribusinya pada bangsa dan negara ini amat luar biasa. ”Tugas besar dan mulia untuk meneruskan dan makin membesarkan warisan karya Pak Jakob,” kata Anies.
Humanisme lintas batas
Cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, menilai, almarhum Jakob Oetama humanis sejati yang mencintai kebangsaan-keindonesiaan. Humanisme almarhum melintasi batas-batas suku bangsa, tradisi sosiokultural, dan agama. Dengan humanisme itu, almarhum, misalnya, mengekspresikan empati pada kalangan ormas Islam dan cendekiawan Muslim.
Sejak Kompas berdiri sampai sekarang, kata Azyumardi, komitmennya dalam memperkuat kesatuan bangsa tak perlu diragukan. ”Wajar jika dalam pemberitaan di Kompas tak ditemukan isu SARA karena beliau sadar bagaimana memilih isu yang memperkuat kebangsaan, bukan yang memicu perpecahan bangsa,” katanya.
Baca juga: Kepergian Jakob Oetama, Sang Bengawan
Hakim Konstitusi Saldi Isra berpendapat, dari hanya beberapa kali pertemuan, ia meyakini Jakob sebagai tokoh pejuang kebinekaan RI. ”Saya hanya bertemu dua-tiga kali. Ketika pertemuan penulis muda Kompas tahun 2001 di Puncak, saya menangkap pesan beliau kepada penulis muda Kompas untuk menjaga kebinekaan Indonesia. Memelihara kebinekaan kita adalah memelihara masa depan RI,” tutur Saldi.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan, Jakob bukan hanya milik pers, melainkan juga milik bangsa. ”Beliau patriot, pejuang, bukan hanya di dunia media (pers), tetapi Merah Putih-nya kental. Pak Jakob berpandangan sangat genius, tidak hanya urusan media, tetapi juga pandangan luar biasa terhadap bangsa ini,” kata Nuh.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, harian Kompas yang didirikan Jakob Oetama selama ini menyajikan tulisan kritis, analitis, sekaligus menawarkan solusi. ”Di Indonesia, tak banyak media seperti Kompas,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, kepergian Jakob kehilangan besar bagi RI. Selama ini, Jakob mampu menjaga toleransi dan keberagaman serta mengajak pada perdamaian. ”Beliau orang yang istikamah, teguh di dalam pendirian, dan supel bergaul,” kata Helmy.
Selama ini, Jakob mampu menjaga toleransi dan keberagaman serta mengajak pada perdamaian.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, ”Almarhum (Jakob Oetama) mengabdi untuk kemajuan dunia pers dan menyuarakan pikiran-pikiran maju yang mencerdaskan bangsa.”
”Kearifan dan kedalaman berpikir Pak Jakob melampaui insan pers, menjelma sebagai tokoh bangsa visioner dalam pemajuan pemikiran keindonesiaan,” kata Haedar.
Anton J Supit, Wakil Ketua Umum Kadin, menambahkan, ”Selain sebagai jurnalis idealis, Pak Jakob juga bisa membuktikan, tanpa meninggalkan idealisme, beliau dapat maju dalam kegiatan usahanya, yaitu pers yang berkembang ke kegiatan ekonomi lainnya.”
Baca juga: Jakob Oetama, Bekerja dengan Hati
Lilik Oetama, putra Jakob Oetama, menuturkan, ayahandanya selalu berpesan agar selalu bekerja keras, jujur, dan bersyukur. ”Pesan Pak Jakob agar kami selalu bekerja keras, jujur, dan selalu bersyukur dengan yang diterima, seberapa pun besar atau kecilnya. Semuanya itu harus dilakukan dengan penuh semangat dan tanpa akhir,” ujar Lilik, yang juga CEO Kompas Gramedia.
Ia menambahkan, Pak Jakob memang berpulang, tetapi semangatnya tidak akan hilang. ”Kami dan penerus Kompas lainnya akan selalu hidup dalam semangatnya untuk mencerahkan bangsa ini. Cahaya Bapak akan selalu menerangi jalan kami sebagai generasi penerus Kompas di tengah pergulatan dan persoalan bangsa saat ini, hingga masa yang akan datang,” kata Lilik.(HAR/NTA/INA/IKA/FRD/BIL/CAS/DEA/DIV/DAN/FAI/SHR/ ERK/SKA/SPW)