Kapitalisasi Solidaritas Sosial Atasi Krisis Pandemi
Peningkatan solidaritas sosial menjadi salah satu perubahan besar positif yang terjadi di Indonesia selama pandemi menerpa sektor kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meningkatnya solidaritas sosial menjadi salah satu perubahan besar positif yang terjadi di Indonesia selama pandemi menerpa sektor kesehatan, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Solidaritas tersebut dinilai bisa membantu masyarakat melalui krisis yang mengancam saat ini.
Pandangan itu terungkap dalam webinar berjudul ”Mengapitalisasi Solidaritas Sosial di Tengah Pandemi” yang diselenggarakan Gerakan Pakai Masker (GPM), Senin (7/9/2020).
”Selama pandemi, ada empat perubahan besar yang muncul di masyarakat, yaitu solidaritas sosial, media digital atau virtual, tinggal di rumah, dan prioritas pada kebutuhan dasar,” kata Ketua Umum GPM Sigit Pramono, yang menjadi salah satu dari pembicara di webinar tersebut.
Dari empat hal tersebut, solidaritas sosial menjadi salah satu perubahan yang bisa membantu masyarakat Indonesia keluar dari masa sulit. Seperti diketahui, sampai saat ini, pandemi telah menyebabkan 8.000 orang terkonfirmasi Covid-19 meninggal dan hampir 200.000 orang positif di Indonesia.
Pandemi juga mengurangi, bahkan menghilangkan, penghasilan pekerja. Hingga 31 Juli 2020, Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan, lebih dari 3,5 juta pekerja terdampak. Sebanyak 1.132.117 orang di antaranya adalah pekerja formal yang dirumahkan dan 383.645 orang yang di-PHK. Sebanyak 630.905 pekerja informal juga terdampak.
Menurut Sigit, akibat situasi tersebut, solidaritas sosial pun bermunculan dan tidak sedikit yang dikapitalisasi untuk memberi dampak lebih besar. Kapitalisasi solidaritas sosial muncul dalam bentuk gerakan masyarakat peduli sesama. Beberapa di antaranya adalah GPM, Benihbaik.com, Rumah Zakat, Peduli Sehat, dan Sonjo.
Gerakan masyarakat peduli sesama juga tumbuh berkat kedermawanan masyarakat di Tanah Air. Pemeringkat Charities Aid Foundation (CAF) 10th World Giving Index menempatkan Indonesia di urutan ke-10 dari daftar 144 negara paling dermawan di dunia karena sering menyumbang jika terjadi musibah atau ada keadaan kahar.
Pendiri platform berbagi Benihbaik.com, Andy F Noya, pada kesempatan sama berpendapat, solidaritas sosial di masa pandemi semakin mudah didorong dengan kemajuan teknologi digital. Teknologi yang banyak dilakukan usaha rintisan dimanfaatkan untuk menghadirkan solusi bagi beragam kendala sosial-ekonomi masyarakat.
Hal itu seperti yang dilakukan Benihbaik.com dalam berbagai kegiatan penggalangan dana secara daring. Contoh lain, platform e-dagang yang tidak hanya diminati lebih banyak pembeli di tengah pembatasan sosial, tetapi juga mereka yang kehilangan penghasilan dari bekerja dan usaha. Andy mencontohkan Tokopedia yang mengalami pertambahan 2,5 juta penjual baru sehingga kini hampir menyentuh 9 juta penjual daring.
”Anak muda sekarang banyak yang enggak mau jadi karyawan, tetapi menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Yang paling membanggakan, banyak dari mereka punya kesadaran usaha yang berdampak sosial, bukan semata CSR, tetapi pemberdayaan petani, nelayan, peternak, ibu-ibu yang enggak punya pekerjaan, hingga anak putus sekolah,” tuturnya.
Setali tiga uang, ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih, mengatakan, pandemi mampu menggairahkan gerakan masyarakat peduli sesama dengan tingginya pemanfaatan media digital atau virtual. Gerakan ini banyak dimotori generasi muda.
”Sekarang anak muda bangkit dan memunculkan terminologi gotong royong online atau virtual. Gerakan gotong royong jadi kuat melalui beragam kanal atau omnichannel dan diterapkan berbagai pihak, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), lembaga keagamaan, dan dunia usaha,” ujarnya pada kesempatan sama.
Kreativitas anak muda juga menghadirkan beragam bentuk bantuan, tidak melulu dalam bentuk sembako, tetapi juga lainnya, seperti masker hingga bentuk pemberdayaan sumber daya manusia. Tren tersebut pun ia harapkan bisa menggeser Indonesia ke posisi lebih baik dalam daftar negara teraman dari Covid-19.
Berdasarkan lembaga riset pengetahuan dan teknologi global Deep Knowledge Group yang mengamati 250 negara dalam cara menangani pandemi, Indonesia berada di peringkat ke-97 dengan skor 478.46. Peringkat Indonesia dalam kategori pengawasan dan deteksi, persiapan layanan kesehatan, serta kesiapan menghadapi gawat darurat Indonesia termasuk rendah di Asia Tenggara.
Sigit juga berharap Indonesia mampu mencegah keparahan krisis dan beranjak pulih dari keterpurukan. Apalagi, menurut dia, banyak pengamat memprediksi jumlah pengangguran akan bertambah menjadi 9 juta pada 2020. Lalu, ekonomi juga tercanam resesi jika pertumbuhan di triwulan III tahun ini negatif.
”Kita perlu dorong kegiatan gerakan masyarakat peduli sesama untuk menambah bantuan sosial yang tidak bisa di-cover pemerintah. Kita juga perlu dorong kelompok beruntung (ekonomi menengah atas) agar mereka berperan mencegah keparahan dalam pandemi,” tuturnya.