Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia mengapresiasi keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan haji tahun 2020 sebagai kebijakan yang sangat rasional.
Oleh
Nasrullah Nara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia mengapresiasi keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan haji tahun 2020 sebagai kebijakan yang sangat rasional. Di tengah ancaman pandemi Covid-19, pemberangkatan yang dipaksakan sangat berisiko bagi kesehatan jemaah dan terhadap biaya penyelenggaraan haji.
”Kami sangat menghargai ikhtiar Menteri Agama yang begitu maksimal sampai detik-detik terakhir. Itu sangat rasional demi kemaslahatan umat,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) H Ismed Hasan Putro dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (3/6/2020) malam.
Pembatalan pemberangkatan pada penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020 M berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 494 Tahun 2020.
Ismed mengimbau calon jemaah haji tetap tawadhu dengan keputusan pemerintah dan menyiapkan diri dengan baik agar tahun depan bisa berangkat. ”Yakinlah bahwa Allah sudah mencatat niat calon jemaah haji untuk berhaji. Malaikat sudah mencatatnya, insya Allah,” ujarnya.
IPHI sangat memahami keputusan pemerintah ini karena sejak awal memang terlalu berisiko dan banyak hal belum siap jika dipaksakan. Misalnya, negara-negara lain saat ini juga sedang sama-sama berjuang melawan Covid-19, demikian halnya Arab Saudi selaku tuan rumah.
Jika haji diselenggarakan pun, kata Ismed, risikonya sangat besar, baik dari sisi finansial/biaya yang harus ditanggung maupun keamanannya.
Misalnya dari sisi biaya, terkait wabah dan aturan protokol kesehatan, tidak mungkin semua jemaah haji akan diberangkatkan. Pastinya harus dipilih yang sehat, setidaknya di bawah usia 50 tahun, misalnya. Sampai saat ini tidak ada data seberapa banyak jumlah jemaah yang sudah dicek kesehatannya.
Demikian pula masalah akomodasi dan transportasi, siapa yang menanggung biaya pesawat, hotel, dan bus jika mengikuti protokol kesehatan. Dari sebelumnya satu pesawat berisi 500 orang, kini harus diisi setengahnya karena harus berjarak. Juga untuk hotel, satu kamar biasanya diisi lima orang sekarang menjadi dua orang terkait protokol kesehatan.
Terkait dana setoran pelunasan jemaah haji, Kementerian Agama melalui Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali menjelaskan, dana setoran pelunasan jemaah haji 1441 H akan dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Namun, setoran pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1441 H ini akan dikelola secara terpisah oleh BPKH.
Penjelasan ini merujuk pada Keputusan Menteri Agama Nomor 494 Tahun 2020. Keputusan tersebut menggariskan bahwa dana setoran pelunasan itu akan dikelola terpisah dan nilai manfaatnya akan diberikan oleh BPKH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 1442 H/2021 M.
Dalam siaran pers, Nizar menguraikan, Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat ada 198.765 anggota jemaah haji reguler yang telah membayarkan dana setoran pelunasan Bipih 1441 H/2020 M. Jumlah ini tersebar di 13 embarkasi, yaitu Aceh (4.187 anggota jemaah), Balikpapan (5.639), Banjarmasin (5.495), Batam (11.707), Jakarta-Bekasi (37.877), Jakarta-Pondok Gede (23.529), Lombok (4.505), Makassar (15.822), Medan (8.132), Padang (6.215), Palembang (7.884), Solo (32.940), dan Surabaya (34.833).
Besaran dana setoran pelunasan yang mereka bayarkan beragam, sesuai dengan embarkasi keberangkatan. Bipih terendah adalah embarkasi Aceh (Rp 31,4 juta) dan tertinggi embarkasi Makassar (Rp 38,3 juta). Jika setoran awal jemaah haji adalah Rp 25 juta, dana setoran pelunasan yang dibayarkan pada rentang Rp 6,5 juta sampai Rp 13,3 juta.
Opsi lain
Selain itu, Kementerian Agama juga membuka opsi lain bagi jemaah haji 1441 H/2020 M. Jemaah yang sudah melunasi dan batal berangkat haji tahun ini juga dapat meminta kembali dana setoran pelunasan Bipih. Namun, yang bisa diminta kembali adalah dana setoran pelunasan awalnya, bukan dana setoran awalnya. Sebab, jika jemaah juga menarik dana setoran awalnya, berarti dia telah membatalkan rencana mendaftar hajinya.
Nantinya, kantor Kemenag yang akan memproses ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan selanjutnya diproses ke BPKH.
Permohonan pengembalian dana pelunasan ini, lanjut Nizar, disampaikan melalui kantor Kemenag kabupaten/kota tempat mendaftar. ”Nantinya, kantor Kemenag yang akan memproses ke Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan selanjutnya diproses ke BPKH,” kata Nizar.
”BPKH yang akan menerbitkan surat perintah membayar kepada bank penerima setoran agar mentransfer dana setoran pelunasan itu kepada rekening jemaah haji,” tuturnya.
Kenapa BPKH? Nizar menjelaskan, dana haji sejak 2018 sudah diserahkan kepada dan dikelola sepenuhnya oleh BPKH. Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 pada 13 Februari 2018. Peraturan ini mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
”Saat itu (Februari 2018), tercatat dana haji mencapai Rp 103 triliun, dan sejak itu semuanya sudah menjadi wewenang BPKH. Rilis terakhir BPKH menyebut dananya sudah mencapai Rp 135 triliun,” kata Nizar.
Ia menambahkan, kini Kementerian Agama sudah tidak mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengelola, apalagi mengembangkan dana haji dalam bentuk apa pun.