Ramadhan Saling Memperkuat
Sebagai pemegang mandat presidensi G20 bertema besar ”Recover Together, Recover Stronger”, pemerintah harus mampu mewujudkannya bagi masyarakat Indonesia, di samping masyarakat dunia. Ramadhan tahun ini jadi momentum.
Ramadhan penuh berkah telah seminggu lebih kita jalani. Umat Islam menyambut dengan semangat spiritual beribadah siang-malam mendekat Ilahi. Seluruh umat manusia pun membangun asa, bersama memperbaiki dan saling memperkuat mutu kehidupan sosial-ekonomi.
Di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi, misalnya, pedagang dan pengusaha berharap Ramadhan membawa berkah peningkatan aktivitas konsumsi masyarakat.
Para pengusaha pun berharap 2022 ini menjadi momentum pertumbuhan di tengah optimisme keberhasilan eradikasi tuntas penyebaran Covid-19. Dua tahun sudah geliat ekonomi melemah akibat pandemi mengikis tradisi belanja ”baju baru dan kue lebaran”.
Kementerian Keuangan menyebutkan, pertumbuhan ekonomi nasional triwulan IV-2021 mencapai 5,02 persen dan untuk keseluruhan 2021 mencapai 3,69 persen. Dengan pertumbuhan 2021 sebagai baseline, ada sinyal kuat prospek 2022 kian menguat seiring keberhasilan pemulihan ekonomi.
Penguatan ekonomi terjadi karena Ramadhan acap diistilahkan sebagai strong economic driver. Walau kebanyakan sedang berpuasa, rumah tangga tak mengurangi belanja konsumsi. Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga 2021 tumbuh 2,02 persen setelah tahun lalu minus 2,63 persen akibat pandemi.
Agama mengajarkan agar manusia selalu optimistis memandang positif setiap jengkal kehidupan.
Ramadhan tahun ini diyakini jauh lebih baik dibandingkan masa dua tahun lalu. Geliat kegiatan ekonomi terlihat dengan dibukanya pusat belanja, mal, kafe, restoran, dan fasilitas bisnis lain. Sudah tampak nyata masyarakat belanja meski tetap harus mematuhi protokol kesehatan atau belanja secara digital.
Agama mengajarkan agar manusia selalu optimistis memandang positif setiap jengkal kehidupan. Karena itu, Ramadhan tahun ini adalah momen spesial membawa berkah bagi ekonomi nasional. Ada energi ganda, yakni bangkit spiritual memuncak di bulan Ramadhan serta adopsi digital dalam konsumsi rumah tangga.
Belanja digital
Kekhawatiran tertular virus penyebab Covid-19 tak menghalangi kalangan yang menahan diri beraktivitas di luar untuk tetap berbelanja. Data Bank Indonesia menunjukkan transaksi e-dagang pada 2021 mencapai Rp 401 triliun. Transaksi keuangan digital berkembang sejalan dengan pilihan masyarakat berbelanja melalui platform digital.
BI memprediksi transaksi belanja digital masih akan meningkat sebesar 31,2 persen menjadi Rp 526 triliun pada 2022 sejalan dengan menguatnya daya beli masyarakat dan peningkatan kebutuhan. Untuk transaksi uang elektronik, terjadi kenaikan 49,06 persen selama 2021, mencapai Rp 305,4 triliun. Tahun ini BI memproyeksikan peningkatan lagi 17,13 persen menjadi Rp 357,7 triliun.
Angka impresif juga terjadi pada transaksi perbankan digital yang pada 2021 melambung 45,64 persen, mencapai Rp 39.841,4 triliun, dan diprediksi tumbuh 24,83 persen mencapai Rp 49.733,8 triliun pada 2022.
Lonjakan belanja digital sudah bisa diprediksikan dengan adanya perubahan tren gaya hidup dan kultur sosial sejak pandemi. Kebiasaan baru menandai perubahan sosial hingga menyentuh dimensi ekonomi. Kekhawatiran tertular korona dan keengganan beraktivitas di ruang publik membuat belanja daring jadi pilihan terbaik.
Pemerintah harus akomodatif terhadap perubahan pola belanja masyarakat sekaligus membangun ekosistem ekonomi digital lebih optimal. Dalam ekosistem digital terdapat invisible structure yang memberi nilai tambah bagi subsektor industri digital sekaligus membentuk budaya ekonomi baru.
Belajar dari dua tahun masa pandemi, saat berbagai sektor ekonomi terpuruk, belanja masyarakat dapat terlayani secara efektif lewat platform digital. Di bulan puasa ini gairah konsumsi diharapkan tetap memancar dan terlayani dengan baik memanfaatkan teknologi digital.
Tata kelola dan distribusi ZIS sebagai wahana berbagi kebahagiaan dilakukan secara transparan didukung teknologi digital.
Gerakan sosiokultural berbasis digital
Selain belanja, ibadah bulan Ramadhan juga diperkuat dengan kegiatan sosial melalui platform digital. Kebutuhan akan berbagai jenis ibadah sosial yang bersifat amal (charity) direspons berbagai lembaga keagamaan dengan memanfaatkan platform digital untuk menggalang zakat, infak, dan sedekah (ZIS) secara intensif.
ZIS kini bertransformasi menjadi humanism movement dan menjelma sebagai bentuk kebajikan sosial berbasis digital. Dengan gerakan sosial kemasyarakatan, kalangan berstatus tajir membuktikan diri peduli sosial, terutama kepada warga yang tak mampu secara ekonomi.
Tata kelola dan distribusi ZIS sebagai wahana berbagi kebahagiaan dilakukan secara transparan didukung teknologi digital. Transparansi dan kejujuran menumbuhkan kepercayaan masyarakat sekaligus menempatkan lembaga pengelola ZIS atau kegiatan filantropis pada peringkat kredibel yang memicu solidaritas sosial lebih luas.
Dalam ekosistem digital yang dimotori pemerintah, gerakan kemanusiaan di bidang sosial-ekonomi terus bergerak sonder anggaran pemerintah alias bersifat swadaya. Lembaga pengelola ZIS kian dipercaya mengembangkan layanan sosial mengandalkan pendanaan bersumber dari berbagai kalangan alias crowdfunding. ZIS dan dana lain intensif digalang melalui e-dagang, dompet digital, dan fasilitas inovatif lain berbasis teknologi digital.
Berbagai aksi kebajikan berbentuk kedermawanan merupakan kepedulian terhadap sesama di tengah krisis akibat pandemi.
Berbagai aksi kebajikan berbentuk kedermawanan merupakan kepedulian terhadap sesama di tengah krisis akibat pandemi. Kondisi miskin dan terbatas secara ekonomi bukanlah pilihan, melainkan masalah bersama yang butuh kebersamaan pula untuk mengatasinya.
Karena itu, inisiatif sosial sebagai gerakan sosiokultural berbasis swadaya masyarakat harus diapresiasi sebagai kebajikan yang harus didukung pemerintah sebagai regulator. Kegiatan sosiokultural harus diperkuat dengan pendekatan struktural dalam rupa kebijakan pemerintah yang elegan.
Pemerintah pun harus mampu memastikan stok kebutuhan pokok masyarakat selama Ramadhan dan hari raya Idul Fitri terjaga efektif dan efisien. Kelangkaan minyak goreng, misalnya, harus ditimbun sedalam mungkin menjadi cerita usang, didukung kebijakan tegas dan konsisten dalam implementasi.
Baca juga : Antropologi Puasa Ramadhan
Niat baik dan komitmen pemerintah yang tertuang dalam kebijakan yang telah dirumuskan dengan baik dan membahagiakan acap melenceng pada tahap implementasi. Penyimpangan diduga karena tergoda dan tak kuat menahan kepentingan segelintir orang.
Sebagai pemegang mandat presidensi G20 tahun 2022 dengan tema besar ”Recover Together, Recover Stronger”, pemerintah harus mampu mewujudkannya bagi masyarakat Indonesia, di samping masyarakat dunia. Ramadhan tahun ini menjadi momentumnya.
Jusuf Irianto, Guru Besar Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga; Pengurus MUI Jawa Timur