Mengeksplorasi Kekuatan Dirgantara dan Antariksa
Perkembangan iptek yang pesat memunculkan tantangan dan disrupsi global di semua bidang, termasuk pertahanan. TNI AU berkomitmen meningkatkan pengetahuan dan kapabilitas agar dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Perkembangan iptek yang begitu pesat telah memunculkan tantangan dan disrupsi global di semua bidang, termasuk pertahanan.
Setiap negara di dunia mau tak mau harus beradaptasi, berinovasi, dan berinvestasi untuk tetap menjaga kapabilitas pertahanan dan ketahanan nasional yang relevan. Isu ini jadi diskusi menarik para pakar pertahanan dunia, termasuk di bidang air and space power. Ini pula yang mendorong Royal Australian Air Force (RAAF) menyelenggarakan Air and Space Power Conference 2022, dihadiri kepala staf AU serta kalangan militer dan sipil dari 33 negara.
Kegiatan dua tahunan itu kali ini mengangkat tema ”Resilience and Innovation in Air and Space”, untuk mengeksplorasi berbagai elemen di bidang air and space power dari sudut pandang militer, akademis, dan industri. Secara garis besar, tema konferensi terbagi dalam tiga topik utama: keberlanjutan (sustainability), antariksa (space), serta sensor dan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Pada topik keberlanjutan dibahas tantangan membuat dunia dirgantara dan antariksa lebih bersahabat dengan alam, termasuk lewat penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.
Di bidang antariksa dibahas peran dunia akademisi dan industri dalam mengembangkan satelit CubeSat untuk mewujudkan networked space guna mewadahi kebutuhan di luar angkasa.
Di bidang sensor dan kecerdasan buatan diulas perkembangan teknologi sensor yang sangat esensial dalam menghasilkan data sebagai masukan bagi kecerdasan buatan pada drone, robotika, atau sistem lainnya.
Puncak konferensi menyajikan topik yang menyatukan inovasi dan ketangkasan (agility) ke dalam siklus peningkatan kemampuan pertahanan. Sebagai kesimpulan, konferensi menekankan bahwa inovasi kunci utama menciptakan kemajuan bagi organisasi.
Setiap negara di dunia mau tak mau harus beradaptasi, berinovasi, dan berinvestasi untuk tetap menjaga kapabilitas pertahanan dan ketahanan nasional yang relevan.
Inovasi butuh beberapa katalis untuk menjamin keberlangsungan, antara lain dukungan pemimpin atau organisasi berupa kesempatan luas untuk berinovasi, dukungan anggaran memadai, dan upaya untuk menjadikan inovasi sebagai budaya di dalam organisasi. Dengan ketiga katalis, organisasi bisa menyatukan inovasi ke dalam siklus peningkatan kemampuan pertahanan guna mewujudkan perkembangan yang berkelanjutan.
Perkembangan terkini
Sejak peristiwa bersejarah yang ditorehkan Wright bersaudara awal abad ke-20, berbagai penemuan baru di bidang dirgantara menempatkan domain udara pada posisi penting di dalam konsep pertahanan. Penggunaan pesawat udara bermesin pada Perang Dunia I telah melahirkan domain ketiga dalam peperangan, setelah domain darat dan laut. Berjalannya waktu, domain baru itu telah banyak memberikan keunggulan, bahkan banyak pihak menganggap domain udara sebagai salah satu penentu keberhasilan dalam misi peperangan.
Selanjutnya, tak lebih dari satu abad sejak pesawat pertama mengudara di Kitty Hawk, berbagai angkatan udara di dunia telah mengoperasikan pesawat generasi keempat dengan kemampuan avionik dan aerodinamik yang lebih baik sehingga pesawat itu memiliki manoeuvrability yang tinggi. Pesawat generasi keempat juga telah mengaburkan batas antara misi serangan udara dan misi untuk memperoleh keunggulan di udara, berkat kemampuan multiperan untuk melaksanakan kedua misi.
Awal abad ke-21 jadi tonggak kelahiran pesawat tempur generasi kelima yang dilengkapi karakteristik siluman dan sensor mutakhir sehingga bisa meningkatkan kewaspadaan situasional secara signifikan. Pesawat generasi ini juga memiliki kemampuan untuk beroperasi dalam jaringan yang dapat menerima, menyimpan, dan membagikan informasi medan perang kepada pasukan ataupun armada perang yang tergabung dalam friendly force battlegroup.
Kehadiran pesawat generasi kelima memiliki andil besar dalam konsep pertempuran udara generasi kelima. Sebuah konsep pertempuran yang menghubungkan seluruh komponen kekuatan militer serta melibatkan pertempuran multidomain yang menggabungkan berbagai platform air power dengan sistem yang mengintegrasikan informasi, sensor, efek, hingga komando dan kendali.
Kemudian, kurang lebih enam dekade sejak penerbangan perdana pesawat The Flyer milik Wright bersaudara, teknologi dirgantara pun mulai merambah hingga ke luar atmosfer, dan dalam waktu hanya setengah abad, ribuan satelit telah mengorbit di ruang angkasa. Konstelasi satelit itu telah menyediakan berbagai kemudahan bagi umat manusia, seperti penginderaan jarak jauh, pengamatan cuaca, komunikasi, dan penyiaran.
Pemanfaatan ruang angkasa telah melahirkan domain keempat dalam konsep pertahanan.
Pemanfaatan ruang angkasa telah melahirkan domain keempat dalam konsep pertahanan. Teknologi satelit pun dikembangkan guna mendukung misi pertahanan, seperti missile defence system, dengan kapabilitas untuk melaksanakan missile guidance dan missile detection.
Negara maju dunia mulai mengembangkan berbagai senjata antisatelit, bahkan membentuk organisasi baru yang mengatur pemanfaatan ruang angkasa dari sudut pandang pertahanan.
Di sisi lain, aktor di balik pemanfaatan luar angkasa juga semakin meluas. Selain institusi negara, kalangan sipil juga mengeksplorasi luar angkasa untuk berbagai keperluan, bahkan wisata luar angkasa. Ini berarti kita memiliki peluang besar mempelajari, mengeksplorasi, dan memanfaatkan domain antariksa.
Kemajuan teknologi juga telah memunculkan domain kelima di bidang pertahanan. Jika keempat domain sebelumnya tersedia secara alamiah, domain kelima dibentuk manusia berupa jaringan antarperangkat di seluruh penjuru dunia. Jaringan itu telah berkembang menjadi domain kelima dalam aspek pertahanan, seiring meningkatnya konektivitas perangkat dan kebutuhan manusia akan kemudahan yang diberikan.
Sebagaimana keempat domain lain, domain siber juga rentan disalahgunakan untuk mengganggu suatu sistem, serta berdampak pada kestabilan nasional. TNI AU harus mengantisipasi ancaman yang muncul di dunia maya.
Selain kelima domain yang saat ini menjadi mandala peperangan, pesatnya perkembangan teknologi juga memberikan tantangan tersendiri. Penambahan teknologi terkini, seperti sistem otonom yang didukung dengan kecerdasan buatan dan machine learning pada pesawat terbang tanpa awak, telah meningkatkan kapabilitas yang dimiliki secara signifikan, bahkan beberapa pihak menyebut bahwa pesawat itu akan menjadi game changer pada pertempuran modern.
Sistem persenjataan juga kian mematikan. Pengembangan rudal hipersonik dengan tingkat presisi yang tinggi serta mampu menjelajah hingga lima kali kecepatan suara menjadikan senjata ini sulit dilacak dan dihancurkan. Rudal Kinzhal milik Rusia diklaim jadi rudal hipersonik pertama yang digunakan pada pertempuran dengan sasaran gudang senjata bawah tanah.
Belum lagi, dengan pengembangan directed energy weapon, seperti laser dan gelombang mikro, yang tak lama lagi akan beroperasi. Segala perkembangan itu jelas memberikan tantangan bagi aspek pertahanan setiap negara. Kita harus menyiapkan diri sedini mungkin menghadapi berbagai tantangan ini.
Armada tempur udara Indonesia saat ini telah memiliki kemampuan yang cukup matang untuk melaksanakan serangan darat hingga air superiority.
Kondisi ”air power” Indonesia
Armada tempur udara Indonesia saat ini telah memiliki kemampuan yang cukup matang untuk melaksanakan serangan darat hingga air superiority. Namun, untuk berada di level lebih tinggi, kita butuh kemampuan untuk bisa bertempur di dalam sebuah jaringan dengan pertukaran data secara real time dan battle management system yang punya kemampuan observasi menyeluruh serta kemampuan mengintegrasikan seluruh kekuatan di medan pertempuran.
TNI AU harus memperkuat perannya untuk meraih control of the air, kemampuan serangan udara, mendukung air mobility, serta melaksanakan intelligence, surveillance, and reconnaissance (ISR) secara simultan. Di lingkup lebih luas, bangsa Indonesia juga perlu mencapai kemandirian industri pertahanan. Baik pemerintah maupun swasta memainkan peranan penting untuk meningkatkan kapasitas industri ini.
Pengembangan sistem pengadaan seluruh angkatan yang terintegrasi dan mampu mendukung teknologi generasi kelima sangat esensial. Sistem ini diharapkan dapat mendorong tercapainya kemampuan perang yang berbasis jaringan.
Kesadaran nasional akan perkembangan domain peperangan harus tercipta dalam bingkai yang sama, baik melalui focus group discussion maupun kajian ilmiah. Semua pemangku kebijakan dapat berkolaborasi untuk menyiapkan aset bangsa dan sumber daya nasional menghadapi tantangan ini.
Dalam jangka panjang, domain antariksa dan siber diharapkan bisa jadi bagian dari kebijakan pertahanan nasional yang komprehensif. Salah satu aspek penting yang harus jadi prioritas untuk menghadapi tantangan masa depan adalah peningkatan kualitas SDM yang mengawaki TNI AU. Kita tak bisa memungkiri peperangan modern juga banyak bergantung pada brainware, seperti talent digital yang menguasai perangkat lunak komputer dan sistem jaringan, serta pakar yang menguasai bidang spektrum elektromagnetik.
TNI AU berkomitmen meningkatkan pengetahuan dan kapabilitas sehingga tercipta ekosistem yang kian profesional dan adaptif terhadap perkembangan zaman. TNI AU akan terus berupaya melaksanakan transformasi dalam mewujudkan AU yang disegani di kawasan.
Dirgahayu TNI Angkatan Udara.
Fadjar Prasetyo, Marsekal TNI, Kepala Staf TNI Angkatan Udara