Kesalehan konstitusi akan terbentuk ketika pemimpin negara mampu mengelola keuangan negara sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi.
Oleh
HANDI RISZA
·5 menit baca
Bulan suci Ramadhan biasanya dimanfaatkan oleh umat Islam untuk melakukan introspeksi sejenak terhadap apa yang sudah dilakukan dalam 11 bulan terakhir. Suasana Ramadhan yang penuh dengan suasana spiritual sangat membantu untuk meluruskan kembali jalan pikiran, menenangkan jiwa, dan menenteramkan hati dalam menghadapi kehidupan dunia yang tidak berkesudahan.
Bahkan sebagian orang memanfaatkan bulan suci ini untuk mengoptimalkan ibadah wajib dan sunnah, baik yang berdampak secara individu maupun berdimensi sosial, sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW. Sehingga pada akhir Ramadhan, orang selalu merindukan menjadi sosok yang saleh, baik secara pribadi maupun sosial.
Konsep kesalehan sosial yang populer dalam beberapa tahun terakhir ini tidak bisa dilepaskan dari ide dan gagasan cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid (Cak Nur), mengenai korelasi antara keimanan dan kehidupan sehari-hari. Menurut Cak Nur, dengan menjalankan ibadah secara sungguh-sungguh, seseorang yang beriman memupuk dan menumbuhkan kesadaran individual dan kolektifnya akan tugas-tugas pribadi dan sosialnya dalam mewujudkan kehidupan bersama yang sebaik-baiknya di dunia ini (Pesan-pesan Takwa Nurhcolish Madjid, 2000). Ide Cak Nur tentang konteks keberagamaan di Indonesia yang selalu mengkaitkan tentang iman dan kesalehan sosial perlu terus diangkat ke permukaan agar wajah Islam yang muncul ke permukaan menampakkan wajah moderat, ramah, dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Dimensi lain yang bisa menjadi hikmah selama bulan suci Ramadhan, selain kesalehan pribadi dan sosial adalah bagaimana memunculkan kesadaran dalam mematuhi dan menjalankan konstitusi secara penuh, atau disebut dengan istilah kesalehan konstitusi. Ramadhan bisa menjadi sarana bagi masyarakat, khususnya para pemimpin negara untuk mengkaji kembali tujuan bernegara yang sudah digariskan dalam pembukaan (preambule) dan batang tubuh UUD NRI 1945. Sejauh mana pemimpin negara punya komitmen untuk menjalankan semua kewajibannya dalam menyejahterakan masyarakat sepenuhnya.
Kesalehan konstitusi bagi seorang pemimpin bisa menjadi kelanjutan dari kesalehan pribadi dan sosial. Dengan demikian, nanti akan terbangun tatanan masyarakat yang memiliki kesadaran penuh untuk menjalankan perintah agama dan konstitusi secara bersamaan untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesalehan konstitusi bagi seorang pemimpin bisa menjadi kelanjutan dari kesalehan pribadi dan sosial.
UUD NRI 1945 sesungguhnya telah meletakkan dasar-dasar yang kokoh untuk memakmurkan masyarakat. Dalam Pasal 23 (1) APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal ini memberikan instrumen yang kuat bagi negara dalam menyusun dan menjalankan APBN untuk sepenuhnya memakmurkan kehidupan masyarakat. Penyalahgunaan APBN merupakan sebuah pengkhinatan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat.
Kesalehan konstitusi akan terbentuk ketika pemimpin negara mampu mengelola keuangan negara sepenuhnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan sebaliknya menggunakan untuk kepentingan pribadi. Ramadhan mengandung pesan yang kuat untuk tidak mengambil hak orang lain yang bukan hak kita. Sebagaimana terdapat dalam QS Al-Baqarah:188, di mana kita dilarang untuk memperoleh harta dengan cara yang batil dan menyuap para penegak hukum.
Konstitusi juga memberikan panduan kepada pemimpin negara untuk menyusun perekonomian secara adil berdasarkan atas asas kekeluargaan sebagaimana yang terdapat dalam konstitusi negara Pasal 34 ayat (1), (2), dan (3). Pada ayat (1) penggunaan kata disusun sebagai bentuk imperatif yang berarti harus disusun dan tidak boleh dibiarkan tersusun dengan sendirinya.
Perekonomian harus disusun dan tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri melalui mekanisme pasar bebas. Karena jika perekonomian dibiarkan tersusun sendiri seperti dalam aliran competitive economics, akan berdampak pada persaingan yang tidak adil. Semangat pengaturan ini menempatkan pemimpin negara harus memiliki kesalehan konstitusi untuk menjaga amanah tersebut.
Sementara dalam ayat (2), negara mengatur kepemilikan sumber daya ekonomi, terutama sumber daya ekonomi yang strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, sejalan dengan tujuan dari ajaran Islam (maqashid syariah) yang mengharapkan terciptanya pemerataan kekayaan dan pendapatan di tengah-tengah masyarakat.
Pemimpin yang memiliki kesalehan konstitusi diharapkan dapat berperan secara strategis dalam menciptakan distribusi kekayaan ekonomi secara adil dan merata kepada rakyatnya melalui pengelolaan dan penguasaan sumber daya ekonomi strategis untuk kepentingan masyarakat. Sebagaimana yang terdapat dalam QS Al Hasyar : 7, di mana Islam mendorong agar harta yang diperoleh negara jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Pemimpin yang memiliki kesalehan konstitusi diharapkan dapat berperan secara strategis dalam menciptakan distribusi kekayaan ekonomi secara adil dan merata kepada rakyatnya.
Begitu pula pada ayat (3), penguasaan oleh negara atas segenap sumber daya yang terdapat di dalam bumi, air, wilayah udara Indonesia, serta segenap kekayaan yang terkandung di dalamnya, haruslah dipergunakan hanya sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat. Seluruh rakyat tanpa terkecuali harus mendapat manfaat dari usaha pemanfaatan kekayaan alam yang tersedia di bumi Indonesia.
Kesalehan konstitusi akan menjadikan pemimpin mampu mengatur sumber-sumber daya ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau berhubungan dengan hajat hidup orang banyak sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Sebagaimana hadist Nabi, ”Semua orang Islam berserikat dalam tiga hal; dalam hal air, rumput dan api, dan garam” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Penutup
Konsep demokrasi ekonomi yang terdapat dalam konstitusi tersebut telah menempatkan pengutamaan kepentingan rakyat, khususnya hajat hidup orang banyak, yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi. Kesalehan konstitusi akan tetap menjaga format demokrasi yang ingin dikembangkan di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, bukan demokrasi liberalisme dan individualisme seperti yang berkembang di negara-negara Barat selama ini. Namun, demokrasi yang didasari pada kebersamaan yang berdasarkan pada sikap saling tolong-monolong (ta’awun), persaudaraan (ukhuwah), dan kerja sama (syirkah), semua sejalan dengan nilai-nilai Islam dan kepribadian luhur bangsa Indonesia.