Daoed Joesoef: Saya Siap Tidak Populer
Daoed Joesoef adalah ”man of action”. Olah pikir yang dihidupinya berlanjut dalam perbuatan dan sikap hidup. Menurut Daoed, guru adalah kunci proses pendidikan. Guru berperan strategis membawa manusia menuju kedewasaan.
Rencana merevisi RUU Sisdiknas 2003 membuat saya teringat sosok Daoed Joesoef. Ia lahir 8/8/1926 dan tiada 23/1/2018. Ia Menteri P dan K dengan masa jabatan singkat (1978-1983).
Pernyataan dan kebijakannya melawan arus umum, arus yang sudah lama dirasa nyaman. Konsekuen dengan sikap dan keyakinan demi kebenaran, ia siap tidak populer. Ia merombak dan menggebrak atas nama pembaruan pendidikan.
The power of reason adalah semboyan hidupnya. Dengan pengagungan kekuatan nalar, ia mengembangkan pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan filosof pendidikan Brasil, Paulo Freire, menjadi sumber berbagai kebijakannya.
Terjemahannya adalah di tingkat pendidikan dasar-menengah, terutama pendidikan menengah atas, ada pemisahan antara pendidikan umum dan kejuruan. Perguruan tinggi jadi masyarakat ilmiah (scientific community) berbeda dengan masyarakat lain. Di tingkat ini dikembangkan kemampuan manusia sebagai penganalisis, bukan manusia panggung.
Ia merombak praksis kebijakan yang sudah bertahun-tahun jalan dan jadi kelaziman.
Ia merombak praksis kebijakan yang sudah bertahun-tahun jalan dan jadi kelaziman. Di antaranya liburan sebulan penuh selama Ramadhan diganti seminggu sebelum Ramadhan dan seminggu sebelum Idul Fitri, awal tahun ajaran tidak dimulai Januari, tetapi Juni, jilbab dilarang dipakai di sekolah umum, dan perpanjangan setengah tahun ajaran yang sedang berjalan pada tahun 1978.
Dari berbagai gebrakan itu, paling ricuh dan berkepanjangan adalah kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) tahun 1978. Kebijakan ini seiring maraknya unjuk rasa terhadap pemerintahan Soeharto yang dipelopori mahasiswa UI, ITB, IPB, dan IKIP Jakarta. Faktor ”siap tidak populer” kian lengkap. ”Konsep saya tentang NKK/BKK baru dipahami separuh,” katanya kepada saya dalam satu dari sekian perjumpaan kami.
Dari sekian perubahan itu, selain NKK/BKK yang bernuansa politik, juga perubahan UU pendidikan nasional yang sudah berjalan sejak tahun 1960-an. Perubahan itu menghasilkan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989.
Heryunanto
Daoed Joesoef adalah pejabat yang berani mengevaluasi praksis pendidikan yang berjalan. Kebijakan-kebijakan berikutnya, selain sebagai turunan, tidak kalah mendobrak kemapanan. Taruh contoh, perubahan kurikulum, pendidikan guru, dan peningkatan harkat profesi kependidikan/keguruan.
Kekuatan nalar
Sebagai pengagung kekuatan nalar, di meja kerjanya di Senayan dan di rumah terpasang patung Le Penseur (Sang Pemikir) karya pematung Perancis, Auguste Rodin. Sosok pria yang duduk memangku tangan, sedang berpikir serius.
Kekuatan nalar membuat ia percaya diri, nyaris fanatik dengan yang serba Perancis; negara di mana pria kelahiran Medan itu belajar delapan tahun dan pulang dengan dua gelar doktor dari Universitas Sorbonne. Pertama tingkat negara bidang Ilmu Keuangan dan Hubungan Internasional (1967) dan kedua tingkat universitas bidang Ilmu Ekonomi (1973).
Masuk dalam kabinet sebagai profesional ilmuwan, dia merasa siap dengan konsep humanisasi. Ia sadar, generasi penerus mau dibawa ke mana dan dibekali apa, baru terlihat hasilnya satu dekade kemudian.
Guru adalah kunci proses pendidikan. Dalam memoarnya, Dia dan Aku (terbit 2006), salah satu dari puluhan buku karyanya, dia tulis percakapan pertamanya dengan Presiden Soeharto. Pertemuan 30 menit jadi penegas berbagai kebijakan Daoed Joesoef.
Menyangkut pendidikan guru, ia melengkapinya dengan keterampilan membawa manusia menuju kedewasaan.
Menyangkut pendidikan guru, ia melengkapinya dengan keterampilan membawa manusia menuju kedewasaan. Secara bertahap dalam masa singkat itu, pelan-pelan roh pendidikan IKIP dan profesi guru memperoleh tempat terhormat. Di antaranya dengan dihidupkannya kembali kebiasaan baik menghormati profesi guru dan menghadirkan himne guru.
Daoed Joesoef adalah man of action. Olah pikir yang dihidupinya berlanjut dalam perbuatan dan sikap hidup. Dalam kedudukan sebagai menteri, berbagai pemikiran itu diterjemahkan dalam kebijakan dan keputusan.
Dia menyusun dua konsep pembangunan, termasuk pembangunan pendidikan nasional. Konsep itu menjadi bekal dan panduan kerjanya.
Sebagai panduan kerja praksis pendidikan, perlu disusun UU baru sesuai UUD 1945, bersemangat zaman sekaligus antisipasi ke depan. Dua minggu setelah dilantik, dia bentuk Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN), terdiri atas 21 anggota dari beragam afiliasi, latar pendidikan, dan kegiatan.
Baca juga Jejak Langkah Romo Kadarman
KPPN diketuai Prof Dr Slamet Iman Santoso dan Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo sebagai wakil. Naskah akademik dibahas di tingkat komisi DPR dan memperoleh masukan masyarakat, baru kemudian dibahas dan disahkan sebagai UU.
Personifikasi intelektual
Kebetulan penerbitan NKK/BKK bersamaan waktu dengan gencarnya protes terhadap pemerintahan Soeharto yang represif dan mandulnya lembaga yudikatif dan legislatif, termasuk partai-partai.
Kebijakan NKK/BKK semata-mata didasari rasio seharusnya praksis pendidikan tinggi sebagai masyarakat ilmiah, mendidik mahasiswa dengan cara-cara bernalar bukan manusia panggung.
NKK/BKK mematikan latihan politik praktis mahasiswa, berganti dengan kelompok diskusi sebagai latihan bernalar. Namun, Soeharto yang pragmatis menganggap hal itu kurang mendukung keinginan memperpanjang masa kekuasaan sehingga masa jabatan Daoed Joesoef sebagai menteri tidak diperpanjang.
Baginya, ilmu netral dan hanya demi kemaslahatan manusia sehingga praksis pendidikan harus jadi bagian dari pembudayaan manusia, jauh dari politik praksis.
Namun, ia sudah ”siap tidak populer”. Ia keras hati atas kebenaran. Keyakinan yang didasarkan atas nalar. Baginya, ilmu netral dan hanya demi kemaslahatan manusia sehingga praksis pendidikan harus jadi bagian dari pembudayaan manusia, jauh dari politik praksis.
Begitu tidak menjadi menteri, Daoed Joesoef kembali ke Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Tanah Abang sampai pensiun; lembaga think tank yang dia dirikan bersama sejumlah tokoh nasional, antara lain ada Soedjono Humardani, Jenderal Benny Moerdani, Harry Tjan Silalahi, dan Jusuf Wanandi.
Di rumahnya di kawasan Kemang yang berpekarangan luas—dibeli sebelum jadi menteri—disesaki rak-rak buku. Dia terus menulis dan membaca. Ecrivez c’est vivre, menulis adalah kehidupan, katanya. Buku-buku dan ratusan artikel di media massa jadi buktinya.
Sampai saat ini di pekarangan rumahnya berdiri TK Kupu-kupu dan SMP/SMA Garuda yang sudah jalan sebelum Daoed Joesoef meninggal. Sekolah itu ditangani Dr Bambang Pharmasetyawan, suami Damayanti, putri tunggal Daoed Joesoef.
St Sularto, Wartawan Senior