Berdasarkan Angka Sementara Musibah Tampomas II Keempat Terburuk di Dunia
KM Tampomas II terbakar dan tenggelam saat perjalanan ke Makassar dari Jakarta. Dari sedikitnya 1.184 penumpang dan awak, baru dipastikan 755 yang selamat. Salah satu kecelakaan maritim terparah dalam sejarah.
Artikel berikut ini pernah terbit di Harian Kompas edisi 30 Januari 1981. Kami terbitkan kembali dalam rubrik Arsip Kompas.id untuk mendampingi perilisan Narasi Fakta Terkurasi, aset NFT perdana Harian Kompas.
JAKARTA, KOMPAS --
Sementara semua data yang bisa menjelaskan kebakaran dan tenggelamnya KM Tampomas II masih terus dikumpulkan, kepastian mengenai jumlah korban dan jenazah dari kapal naas tersebut sampai Kamis malam juga belum bisa disimpulkan. Namun enam buah kapal, termasuk tiga dari armada Angkatan Laut RI, masih terus berada di sekitar lokasi tenggelamnya kapal tersebut, untuk mencari para korban Lain yang diperkirakan berjumlah sedikitnya 346 orang lagi
Baca juga: Korupsi Di Balik Tragedi Tampomas II
Keterangan resmi dari posko Pelni di Kemayoran Jakarta sekitar tengah hari Kamis menyebutkan sudah diselamatkan 703 korban Tampomas 2, termasuk anak buah kapal di samping 87 jenazah. Sekitar jam 15.00, korban yang selamat berubah menjadi 669, sedang yang meninggal dunia 90 orang. keterangan terakhir yang diperoleh Kompas dari tempat sama sekitar jam 21.15 WIB menyebutkan jumlah korban yang selamat menjadi 671 orang dan yang meninggal dunia tetap 90 orang.
Dengan jumlah penumpang terdaftar sebanyak 1.054 orang ditambah 82 awak kapal berarti sedikitnya 346 orang lagi belum dipastikan nasibnya termasuk nakhoda Abdul Rivai. Sehingga dalam sejarah maritim niaga dunia peristiwa ini dikhawatirkan bisa tercatat sebagai yang keempat terburuk setelah “Titanic” (1.503 tewas, 15 April 1912), “Lusitania” (1.198 tewas, 1 Mei 1915), dan “Empress of Ireland” (1.023 tewas, 30 Juli 1906).
Sebegitu jauh belum diperoleh keterangan pasti mengenai penyelenggaraan pemakaman para korban yang meninggal dunia Rabu lalu Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin menginstruksikan agar jenazah diserahkan kepada keluarga korban masing-masing secepatnya dan semua biaya sampai dengan pemakaman akan ditanggung oleh PT Pelni.
Jangan komentar
Menanggapi kelanjutan peristiwa itu Pangkopkamtib Laksamana Sudomo menghimbau semua pihak untuk tidak memberikan komentar mengenai musibah yang menimpa kapal tersebut sebelum diketahui pasti hasil penelitiannya.
“Kita mempunyai kebiasaan yang jelek. Belum mengerti duduk persoalannya terus cepat mencari kambing hitamnya. Malahan komentar-komentar itu juga menuduh yang tidak-tidak,” kata Sudomo hari Kamis.
Tanpa menyebut siapa yang dimaksud, Sudomo meneruskan, “Kita lebih baik secara bermanfaat membantu moril para keluarga yang anggotanya terkena musibah daripada ngomong untuk asal bunyi saja hanya menggunakan situasi untuk mencari popularitas murah.”
Baca juga: Salam Terakhir, Tampomas II
Ia menegaskan kalau memang mau berpegang pada hukum seharusnya diterapkan sistem praduga tak bersalah. Yang berwenang mengatakan siapa yang bersalah menurut undang-undang adalah Mahkamah Pelayaran sementara Departemen Perhubungan akan membentuk tim pemeriksa. Setelah jelas semuanya yang berwenang akan mengajukan masalahnya ke mahkamah Pelayaran. “Kalau sudah jelas baru beri komentar,” kata Sudomo. “Tentunya pemerintah akan mendengarkan saran saran yang konstruktif.”
Soal manusiawi
Beberapa kalangan pelaut baik yang berada di Ditjen Perhubungan laut maupun yang bekerja pada instansi lainnya yang berhubungan dengan pelayaran mengemukakan bahwa berapapun banyaknya liku-liku dan persoalan sebelumnya yang mendukung peristiwa tersebut nakhoda adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas keselamatan para penumpang yang terkumpul di atas bangunan terapung itu. Nakhoda dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dibantu oleh seluruh anak buah kapal yang masing-masing mengelola bagian-bagian yang dipertanggungkan padanya.
Beranjak dari pemikiran seperti ini sumber-sumber Kompas mengemukakan, terutama dipertanyakan, bagaimana kemampuan para teknisi Tampomas II yang menjaga keandalan peralatan yang diserahkan padanya. Diungkapkan betapa selama ini para teknisi di laut mengalami kekecewaan-kekecewaan, karena keinginan mereka untuk memiliki peralatan yang memenuhi persyaratan kurang mendapat perhatian. “Tidak semua keluhan mereka tentang perawatan diperhatikan dengan baik,” kata sumber Kompas. Ini baru terbatas pada peralatan-peralatan yang sudah dapat dikuasai.
Selain itu terhadap perawatan-perawatan baru yang belum dikuasai sepenuhnya antara lain sistem komunikasi radio, alat pemadam kebakaran, dan alat-alat bantu lainnya seperti perahu karet dan sekoci, sejak dioperasikan di Indonesia belum pernah dilakukan semacam latihan kesiagaan. “Bagaimana mungkin empat sistem komunikasi yang ada di kapal itu dan cara visual dengan Menaikkan bendera tidak sempat digunakan untuk meminta pertolongan?” tanya sumber Kompas.
Sejak terjadi kebakaran di dek kendaraan sekitar pukul 23.00, Minggu malam, sampai api terlihat oleh awak kapal Sangihe pada Senin siang tak satupun dari sistem komunikasi itu digunakan untuk menyiarkan berita SOS. Padahal jika radio yang digerakkan tenaga generator kapal tidak bekerja, masih ada sistem darurat, masih ada pula sistem baterai dan morse. Semuanya tak diudarakan. Dugaan kuat ialah karena panik di tengah penumpang 1.000 orang lebih yang sudah tentu juga panik ditambah pula dengan penguasaan terhadap peralatan yang sudah minim.
Sebuah sumber yang mengetahui mengemukakan bahwa awak kapal pernah mengemukakan keluhan mereka tentang kerja keras mereka yang buahnya lebih banyak dinikmati oleh mereka yang hanya mengatur kertas. Pendapatan Tampomas II setiap 1 perjalanan selama 8 hari bersih sekitar Rp 60,-. dikatakan pula bahwa Tampomas II sejak beroperasi awal Juni tahun lalu terus-menerus mengalami kemunduran daya jelajah, digerogoti oleh berbagai kerusakan yang bertali-temali membuahkan satu kejadian yang fatal Selasa siang yang lalu.
SAR: di mana giginya?
Dari gedung kantor pusat Pelni di Jakarta sekretaris Ditjen Perhubungan Laut JE Habibie banyak berperan meredakan ketegangan para keluarga korban yang menandai berita tentang sanak famili mereka yang ada di Tampomas II. Pelni melalui garis kuasanya memerintahkan semua kapal-kapal yang berlayar dekat lokasi kejadian supaya merapat dan memberi bantuan.
Bersama dengan kapal ALRI, lima buah banyaknya hingga Kamis yang sudah 26 kapal yang berkumpul di lokasi. Tetapi untuk mengangkut korban ke Ujungpandang, Surabaya, Pelni dan Dirjen Perla hanya kuasa mengerahkan kapal-kapal dalam lingkup wewenang mereka. Meskipun kapal-kapal tersebut daya jelajahnya pada musim seperti ini hanya maksimal kurang dari 10 knot per jam. Kapal-kapal ALRI berdaya jelajah tidak kurang dari 12 knot per jam pada musim seperti sekarang ini. Beberapa sumber mempertanyakan, mengapa SAR tidak mengkoordinir upaya pertolongan yang lebih baik?
Asal usul Tampomas II
Sejak diluncurkan dari galangannya di Jepang, November 1971, ia bernama Great Emerald. Dengan konstruksi lunas datar kapal dengan spesifikasi untuk mengangkut penumpang dan kendaraan ini mempunyai dua geladak untuk mengangkut kendaraan dan satu dek untuk mengangkut penumpang.
Selama tahun 1974 sampai dengan tahun 1979, Great Emerald digunakan untuk mengangkut mobil dari Jepang ke Manila melalui Hongkong. Melalui satu surat keputusan oleh Sekretaris Departemen Perhubungan 15 November 1980, dibentuklah satu tim negosiasi pengadaan kapal penumpang untuk Pelni di bawah kendali Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut JE Habibie.
Hasil akhir dari kerja tim itu ialah Great Emerald dengan beberapa perubahan menjadi Tampomas II dan diserahkan kepada Pelni akhir Mei 1980. Beberapa kalangan yang mengetahui, mempertanyakan jalur pembeliannya. Secara terbuka diketahui bahwa tim memutuskan pemerintah membeli Great Emerald dari sebuah perusahaan Jepang Komodo Marine. Komodo Marine kabarnya baru saja sekitar 3 bulan membeli dari pemilik sebelumnya.
Secara sambil lalu, sumber-sumber yang mengetahui kondisi dan nilai Great Emerald, memperkirakan harganya sepantasnya hanya sekitar enam juta dolar AS. PT PANN Sebagai pembeli, membayar lomba delapan juta dollar lebih lebih.
Pemisahan tugas
Anggota Komisi V DPR Syufri Helmi Tandjung BA (F-PP) Kamis kemarin mengharapkan pemerintah mempertimbangkan suatu kebijaksanaan baru tentang sarana pengangkutan melalui laut. Yaitu memisahkan secara tegas antara kapal yang digunakan untuk mengangkut penumpang dan pengangkutan barang. ditambahkannya untuk membenahi sarana pengangkutan rakyat melalui laut ini agar dibeli kapal-kapal baru.
Ia juga mengharapkan ditingkatkannya anggaran bagi kegiatan SAR (search and rescue) sehingga memiliki sendiri kapal cepat yang dapat membantu kelancaran tugasnya secara efektif. Dilengkapi dengan peralatan teknis yang menunjang pemberian pertolongan secara cepat. Selain itu kedudukan SAR itu lebih ditingkatkan sehingga tidak hanya sebagai tim koordinasi yang instruksinya sering tidak dipatuhi oleh instansi lain di daerah-daerah.
Akhirnya anggota Komisi V ini mengharapkan agar kepada masyarakat diberikan penjelasan sejujur mungkin masalah-masalah yang berkaitan dengan musibah kapal Tampomas II. Jangan sampai ada yang disembunyikan. Demikian Sufry Helmi Tandjung. (ag/iie/pse)
Arsip Kompas bagian dari eksibisi “Indonesia dalam 57 Peristiwa”, 28 Juni 2022.