Kepedulian dan keterlibatan aktif pemerintah dalam menjamin kebebasan pers, penting untuk menjaga reputasi demokrasi Indonesia.
Oleh
Nasru Alam Aziz
·2 menit baca
Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, dalam kaitan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional di Jakarta, Selasa (10/12/2019), memuji kebebasan pers di Indonesia pascareformasi yang ia sebut sebagai sebuah kemajuan besar. Kepedulian dan keterlibatan aktif pemerintah dalam menjamin kebebasan pers, menurut Owen, sangat diperlukan untuk menjaga reputasi demokrasi Indonesia.
Kebebasan pers di Indonesia mulai terwujud sejak Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers diberlakukan. Memasuki era reformasi di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie, Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), yang disyaratkan pada masa Orde Baru, tidak lagi diperlukan.
SIUPP bagi media cetak ibarat nyawa, yang setiap saat bisa dicabut oleh pemerintah dan seketika itu tidak boleh terbit. Peristiwa paling mengejutkan, pencabutan SIUPP majalah Tempo, majalah Editor, dan tabloid Detik, sekaligus pada 21 Juni 1994. Ketiganya diberangus antara lain karena memberitakan pembelian 39 kapal perang bekas Jerman Timur. Harian Kompas, Rabu (22/6/1994), melaporkan, Detik dan Editor dibatalkan SIUPP-nya karena telah melakukan kesalahan administratif, sedangkan Tempo secara substantif telah memberitakan hal-hal yang melanggar dan membahayakan stabilitas nasional.
SIUPP Kompas juga pernah cabut dan dilarang terbit sejak 21 Januari 1978 karena dinilai terlalu keras mengeritik pemerintah. Kompas dibolehkan terbit kembali pada 6 Februari 1978, setelah penanggung jawabnya menandatangani pernyataan tidak akan memuat tulisan yang menyinggung penguasa, disertai permintaan maaf.
Pers bernapas lega seiring datangnya era reformasi. Pemerintah melalui Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mencabut sejumlah peraturan yang mengekang kebebasan pers, antara lain Peraturan Menteri Penerangan (Permenpen) No 2/1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Wartawan, Permenpen No 1/1984 tentang Ketentuan-Ketentuan SIUPP, Surat Keputusan (SK) Menpen No 214A/KEP/MENPEN/1984 tentang Posedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP, SK Menpen No 47/1975 tentang Pengukuhan Persatuan Wartawan Indonesia dan Serikat Pekerja Surat Kabar sebagai Satu-satunya Organisasi Wartawan dan Organisasi Penerbit Pers Indonesia.
Pers bernapas lega seiring datangnya era reformasi.
Kahadiran UU No 40/1999 menggantikan UU No 11/1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers menegaskan kebebasan pers. Pasal 4 ayat (1) menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara, lalu ayat (2) menjamin tidak ada lagi penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.
Pemimpun Umum Harian Kompas Jakob Oetama, dalam pidato pengukuhannya sebagai doctor honoris causa di Universitas Gadjah Mada, mengingatkan, masalah “freedom from” yang pernah dialami pada masa Orde Baru, sekarang pun belum sepenuhnya selesai dan memang tidak pernah selesai. Aturan main, etika, dan hukum, harus terus dikokohkan dan dibuat efektif (Kompas, 2/5/2003).
Meskipun “freedom from” belum sepenuhnya memuaskan, menurut Jakob, “freedom for” tidak boleh dilupakan. “Freedom for” adalah bagaimana memaknai kebebasan yang dimiliki.