Terlepas dari banyaknya aspek yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, Ramadhan selalu memberi energi tambahan bagi perekonomian nasional.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Ramadhan memang bulan penuh berkah. Begitu dilihat dari kacamata ekonomi. Pada periode ini, perekonomian mendapat tambahan tenaga pendorong pertumbuhan yang berasal dari peningkatan permintaan barang dan jasa berikut peningkatan penawarannya.
Dalam lima tahun terakhir sejak 2018, tercatat dua kali pertumbuhan ekonomi triwulanan yang dilalui bulan Ramadhan menjadi periode pertumbuhan triwulanan tertinggi sepanjang tahun berjalan. Pada 2018, misalnya, pertumbuhan ekonomi triwulan kedua yang dilalui Ramadhan turut mendorong pertumbuhan ekonomi periode itu menjadi 5,27 persen secara tahunan. Pertumbuhan triwulan II-2018 menjadi yang terbesar pada tahun itu.
Kondisi serupa terjadi tahun lalu. Periode Ramadhan pada triwulan II-2021 ikut mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 7,07 persen secara tahunan, membuat periode itu yang tertinggi sepanjang tahun. Saat itu, varian Delta Covid-19 belum memuncak, bersamaan dengan dimulainya vaksinasi massal. Hal ini mendorong aktivitas ekonomi masyarakat sempat kembali bergulir di tengah pandemi.
Terlepas dari banyaknya aspek yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, Ramadhan tetap memberi energi tambahan bagi perekonomian nasional.
Ramadhan memang tidak setiap tahun mendongkrak pertumbuhan triwulanan menjadi yang tertinggi sepanjang tahun berjalan. Sebab, beragam aspek memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pada 2019, misalnya, negeri kita melaksanakan pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan presiden. Sikap hati-hati dan waspada akan ketidakpastian tahun politik memicu tertahannya konsumsi rumah tangga serta ekspansi dunia usaha.
Sementara itu, pada 2020, Ramadhan tiba ketika pandemi Covid-19 mulai mencengkeram dan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengerem laju aktivitas ekonomi.
Terlepas dari banyaknya aspek yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, Ramadhan tetap memberi energi tambahan bagi perekonomian nasional. Pada momen ini, permintaan terkerek naik, antara lain karena dipicu pembagian tunjangan hari raya (THR) untuk karyawan, baik swasta maupun aparatur sipil negara, yang mendorong konsumsi rumah tangga.
Peningkatan belanja juga terdorong oleh pembagian zakat dan sedekah yang bisa digunakan untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari.
Peningkatan konsumsi rumah tangga atau sisi permintaan tentu berjalan seiring dengan peningkatan penawaran. Kapasitas produksi dunia usaha ikut meningkat, baik di sisi hilir industri seperti sektor ritel maupun di hulu penunjang produksi barang dan jasa.
Dilihat dari kacamata ekonomi, perjalanan mudik bukan sekadar perjalanan orang, melainkan juga perjalanan aliran dana dari kota ke daerah-daerah yang didatangi pemudik atau pelancong.
Tradisi mudik juga ikut mendorong perekonomian. Jutaan orang yang bepergian, baik ke kampung halaman maupun destinasi wisata, mengalirkan rezeki ke berbagai sektor, mulai dari transportasi, perhotelan, restoran, hingga pedagang suvenir dan oleh-oleh.
Dilihat dari kacamata ekonomi, perjalanan mudik bukan sekadar perjalanan orang, melainkan juga perjalanan aliran dana dari kota ke daerah-daerah yang didatangi pemudik atau pelancong. Aliran dana itu mewujud sebagai biaya perjalanan, akomodasi makanan-minuman, penginapan, hingga pemberian angpau kepada sanak saudara di kampung halaman.
Menggeliat
Lantas, bagaimana dengan periode bulan Ramadhan tahun ini? Tanda-tanda menggeliatnya pertumbuhan ekonomi yang didorong Ramadhan tecermin dari meningkatnya alokasi jumlah uang tunai yang disiapkan Bank Indonesia (BI) pada periode Lebaran kali ini.
Awalnya, BI mengalokasikan Rp 175,26 triliun uang tunai untuk keperluan Lebaran, tetapi pada akhir April ditambah Rp 27,4 triliun lagi sehingga total mencapai Rp 202,7 triliun. Nilai ini meningkat 31,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini karena permintaan uang tunai di masyarakat terus meningkat melebihi asumsi awal sehingga BI pun harus menambah alokasi dana.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan, selama periode libur Lebaran ini terjadi perputaran uang pada kisaran Rp 28 triliun hingga Rp 42 triliun. Angka ini diperoleh dari perhitungan dengan asumsi jumlah pemudik 85 juta orang.
Adapun rata-rata tiap keluarga sebanyak tiga orang sehingga total ada sekitar 28 juta keluarga yang mudik. Jika rata-rata per keluarga membawa minimal Rp 1 juta saja, uang yang mengalir ke daerah paling sedikit Rp 28 triliun. Jika tiap keluarga membawa Rp 1,5 juta, potensi perputaran uang di kisaran Rp 42 triliun.
Meski terbantu dorongan periode bulan Ramadhan, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2022 juga dibayangi oleh melemahnya daya beli masyarakat yang dipicu kenaikan harga berbagai barang, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) per awal April. Pemerintah dan para pemangku kebijakan ekonomi tentu perlu terus memberi perhatian pada berbagai upaya pemulihan ekonomi nasional.