Perdagangan kripto belakangan ini kerap dijadikan kambing hitam atas segenap kasus penipuan investasi. Prasangka ini muncul karena banyak investasi bodong yang menggunakan aset kripto sebagai alat pembayarannya, Padahal, yang menjadi persoalan dalam kasus-kasus investasi bodong adalah lebih pada modus skema ponzinya.
Keberadaan aset kripto di tengah masyarakat Indonesia sebenarnya sudah dinaungi payung hukum, salah satunya Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik di Bursa Berjangka. Di Indonesia, aset kripto bisa diperdagangkan sebagai komoditas.
Selama tepat dalam memilih platform, menggunakan aset kripto sebagai instrumen investasi bukanlah hal yang berbahaya atau melanggar hukum.
Pekerjaan rumah terbesar para praktisi kripto saat ini adalah mengedukasi dan meningkatkan pemahaman publik tentang seluk-beluk aset kripto berikut ekosistem teknologinya secara utuh.
Dengan memahami seluk-beluk aset kripto, berarti publik juga memahami memahami faktor-faktor fundamental pembentuk harga. Valuasi harga aset kripto dibentuk dari inovasi teknologi, fungsi intrinsik token kripto, hingga memunculkan sentimen terhadap ramalan masa depan.
Token atau koin kripto adalah aset digital yang mewakili nilai. Koin biasanya digunakan untuk tujuan investasi, menyimpan nilai, atau transaksi perdagangan. Sebagaimana saham, nilai koin akan naik atau turun berdasarkan permintaan dan penawaran, tetapi perkembangan proyek dan kinerja pengembang menjadi penopangnya.
Ketika sebuah proyek kripto berkembang, antara lain ditandai dengan peningkatan adopsi pengguna, permintaan koin akan meningkat sehingga mendongkrak harganya. Sebaliknya, ketika sebuah proyek ditinggalkan penggunanya, permintaan dan harga koin biasanya akan turun.
Memahami fundamental aset kripto menjadi penting karena tidak sedikit proyek token kripto yang gagal dan kemudian harganya jatuh. Anjloknya nilai valuasi token kripto yang diterbitkan para pesohor Tanah Air menjadi contohnya.
Untuk mengetahui fundamental dari token kripto, masyarakat bisa membaca laporan dari penerbit. Biasanya dalam dokumen tersebut terdapat latar belakang, tujuan, strategi, pertimbangan, hingga peta jalan untuk implementasi rantai blok selama beberapa tahun ke depan.
Jika fundamental dan proyeknya tidak jelas, masyarakat tidak perlu memaksakan diri untuk membeli token kripto yang diterbitkan para pesohor. Jika kehadiran token kripto tidak disertai dengan strategi inovasi teknologi, berikut proposal proyek yang akan dikembangkan, maka token kripto tersebut patut diragukan.
Baca juga : ”Booming” Aset Kripto, Riset Dulu Sebelum Beli
Untuk melindungi investor, Bappepti sebenarnya telah mensyaratkan sejumlah kriteria aset kripto yang diperdagangkan pada tempat pertukaran lokal, antara lain aset kripto mesti telah memiliki hasil penilaian dengan metode analisis hierarki proses yang ditetapkan Bappebti. Di Indonesia, berdasarkan aturan itu, terdapat 229 koin kripto yang sah untuk diperdagangkan.
Menurut data internal Tokocrypto, saat ini 67 persen investor aset kripto di Indonesia merupakan populasi di bawah usia 34 tahun. Sejalan dengan data tersebut, Bappepti mencatat pada 2021 ada 7,5 juta investor aset kripto tergolong generasi milenial.
Kementerian Perdagangan memperkirakan transaksi kripto di Indonesia sepanjang 2021 mencapai Rp 859 triliun dengan jumlah pelanggan 11,2 juta pelaku dan nilai transaksi harian Rp 2,7 triliun.
Data di atas menunjukkan fakta bahwa banyak investor kripto di Indonesia masih sangat belia sehingga muncul prospek pertumbuhan berkelanjutan pada perdagangan aset kripto.
Melalui kegiatan literasi dan edukasi yang terkoordinasi dan masif oleh semua pemangku kepentingan, diharapkan pemahaman dan gairah masyarakat dalam berinvestasi semakin meningkat.