Dampak Ekonomi Perang Rusia-Ukraina
Kenaikan harga komoditas pertambangan dan bahan baku makanan akan memicu inflasi di ASEAN. Tingkat inflasi bulanan di Eropa juga lebih tinggi daripada ekspektasi pasar.
Perekonomian dunia berada di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh konflik Rusia dan Ukraina. Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai 24 Februari 2022 membuat Rusia dijatuhi sanksi berat oleh negara Barat.
Nilai tukar rubel jatuh 60 persen dari 84 rubel per dollar AS menjadi 130 rubel per dollar AS. Hal ini mendorong pemburukan yield obligasi Pemerintah Rusia (10 tahun) dari 12 persen menjadi 19 persen pada Maret 2022. Sebagai perbandingan, yield obligasi (10 tahun) Pemerintah Indonesia 6,9 persen.
Demi mempertahankan nilai rubel, Bank Sentral Rusia menaikkan bunga secara drastis dari 9,5 persen menjadi 20 persen. Sebagai pembanding, suku bunga Bank Indonesia 3,5 persen.
Pada sisi investasi, indeks pasar modal Rusia turun 20 persen dalam satu hari, membuat bursa saham Rusia ditutup sementara. Perbankan Rusia dikeluarkan dari sistem pembayaran internasional SWIFT. Aset korporasi dan perorangan pejabat dibekukan oleh negara Barat. Karena khawatir akan kemampuan bayar pemerintah dan korporasi Rusia, maka tiga perusahaan rating (S&P, Moody, dan Fitch) menurunkan peringkat utang Rusia secara drastis ke ”non investment grade”.
Lalu, apa dampaknya terhadap perekonomian dunia?
Dampak terhadap komoditas
Sebelumnya, harga komoditas di pasar sudah meningkat pasca-pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. Harga komoditas kian meningkat setelah dijatuhkannya sanksi kepada Rusia.
Berdasarkan data dari World Top Exports, kontribusi Rusia cukup besar dalam ekspor global beberapa komoditas. Di antaranya kontribusi ekspor minyak bunga matahari (18,3 persen), gandum (17,7 persen), gas alam (17 persen), nikel (15 persen), dan minyak mentah (11 persen).
Lebih dari setengah ekspor global minyak bunga matahari berasal dari Rusia dan Ukraina, membuat harga minyak bunga matahari meningkat, diikuti oleh harga minyak nabati lainnya, seperti minyak kelapa sawit (CPO). Harga CPO naik hampir 60 persen dari awal tahun 2022 dan meningkat sekitar 15 persen setelah invasi, yaitu dari 5.982 ringgit per ton menyentuh rekor 7.074 ringgit per ton.
Di sisi lain, produksi CPO Malaysia belum maksimal karena kurangnya pekerja imigran dan curah hujan yang tinggi. Pasokan CPO juga berkurang setelah Indonesia menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO).
Rusia juga memasok 40 persen kebutuhan gas di Eropa sehingga harga gas alam meningkat sekitar 10 persen dari 4,56 dollar AS ke 5,01 dollar AS per MMBTU. Harga batubara yang sudah meningkat bahkan melonjak lebih dari 100 persen dari 193 dollar AS per ton mencapai rekor 446 dollar AS per ton pada Maret 2022. Pasokan batubara Australia juga sedang tertekan akibat bencana banjir.
Sebelumnya, harga nikel sudah naik karena penggunaan baterai kendaraan listrik. Harga berlanjut melambung sejak invasi dari 24.695 dollar AS hingga menyentuh 100.000 dollar AS per ton, memaksa London Metal Exchange (LME) menutup perdagangan sementara pada 8 Maret 2022 karena kekhawatiran ada gagal bayar dari pelaku pasar.
Rusia dan Ukraina juga pengekspor gandum terbesar nomor 1 dan nomor 5. Harga gandum meningkat hampir 40 persen sejak invasi, mencapai 12,8 dollar AS per bushel.
Pada situasi ini, investor mengamankan nilai asetnya ke safe haven sehingga harga emas meningkat hampir 12 persen dalam satu bulan terakhir, hingga 2.150 dollar AS per troy ounce pada Maret 2022.
Berdasarkan data dari Eurostat pada Februari 2022, tingkat inflasi bulanan di kawasan Eropa lebih tinggi daripada ekspektasi pasar, mencapai rekor tertinggi 5,8 persen, naik dari 5,1 persen pada Januari.
Pada situasi ini, investor mengamankan nilai asetnya ke safe haven sehingga harga emas meningkat hampir 12 persen dalam satu bulan terakhir hingga 2.150 dollar AS per troy ounce pada Maret 2022.
Setelah sanksi berupa pembatasan akses pembayaran bank internasional (SWIFT), saham bank besar di Eropa rontok karena mereka mempunyai transaksi dengan perbankan Rusia. Harga saham Deutsche Bank turun sekitar 20 persen dan SocGen Bank jatuh hampir 30 persen.
Dampak terhadap Indonesia
Kenaikan harga komoditas pertambangan dan bahan baku makanan akan memicu inflasi di ASEAN. Menurut riset Maybank, bobot energi dalam indeks harga konsumen (IHK) menyumbang 10 persen hingga 18 persen, dengan bobot tertinggi di Indonesia (17,5 persen), Filipina (14,8 persen), Malaysia (13,7 persen), dan Thailand (12 persen). Adapun bobot makanan dalam IHK di Thailand 38,1 persen, Filipina 34,8 persen, dan Indonesia 28,7 persen.
Harga saham perusahaan produsen komoditas meningkat. Harga saham emiten CPO sempat meningkat sebagai berikut: AALI (+12 persen) dan LSIP (+10 persen). Emiten batubara meningkat sebagai berikut: ADRO (+40 persen) dan PTBA (+25 persen).
Kenaikan harga komoditas pertambangan dan bahan baku makanan akan memicu inflasi di ASEAN.
Kekhawatiran akan berkurangnya pasokan minyak bumi juga membuat harga meningkat, Brent dari 96 dollar AS menjadi 130 dollar AS per barel. Kenaikan harga minyak meningkatkan harga BBM nonsubsid, diikuti kenaikan harga elpiji nonsubsidi karena meningkatnya harga Contract Price Aramco (CPA) sebesar 21 persen.
Kenaikan harga minyak bumi meningkatkan kebutuhan kas Pertamina untuk impor minyak. Beban pemerintah untuk subsidi BBM pasti naik. Namun, di lain pihak ada kenaikan penerimaan pajak dari sektor komoditas CPO, batubara, dan barang tambang.
Baca juga: Harga Pangan Dunia Kian Melambung
Pemerintah menetapkan kebijakan DMO dan domestic price obligation (DPO) pada CPO untuk memenuhi kebutuhan domestik. DMO dinaikkan ke 30 persen, artinya produsen CPO harus menjual 30 persen ke pasar domestik dengan harga di bawah pasar. Perusahaan non-ekspor dirugikan karena mereka tidak ekspor, tetapi harus menjual CPO jauh di bawah harga pasar. Petani kelapa sawit juga dirugikan.
Secara teori ekonomi, distorsi harga akan menimbulkan ketimpangan kurva penawaran dan permintaan. Distorsi harga ini membuat volume minyak goreng berkurang di pasar domestik. Konsumen melakukan panic buying atas produk minyak goreng sehingga terjadi kelangkaan.
Naiknya harga gandum juga akan menaikkan harga produk makanan berbasis gandum seperti roti, mi instan, dan sereal. Indonesia bergantung pada impor gandum yang sebesar 22 persen berasal dari Ukraina dan 4 persen berasal dari Rusia.
Terkait suku bunga domestik, Bank Indonesia pasti mencermati kenaikan inflasi domestik, apalagi sebentar lagi Bank Sentral Amerika akan menaikkan bunga. Dampak buruk kenaikan harga komoditas adalah kenaikan inflasi, tapi dampak positif adalah kenaikan ekspor Indonesia, penerimaan negara, dan cadangan devisa.
Baca juga: E-KYC PIlar Utama Ekonomi Digital
Menurut JPMorgan, jika harga CPO dan batubara tetap kuat, surplus neraca pembayaran Indonesia akan meningkat dari 3,2 miliar dollar AS menjadi surplus 33 miliar dollar AS. Neraca barang dan jasa (CA atau current account) yang semula diperkirakan defisit 5 miliar dollar AS menjadi surplus besar 64,2 miliar dollar AS, atau dari -0,4 persen produk domestik bruto (PDB) menjadi 5 persen PDB.
* Mirza Adityaswara,Direktur Utama LPPI (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia)