KOMPAS.ID

Berjumpa Rupa-rupa Keceriaan di Fakfak

Menjelajahi Fakfak, Papua Barat, akan berjumpa dengan rupa-rupa keceriaan. Mulai dari keceriaan akan kekayaan alamnya, budayanya, serta kehidupan sosial masyarakat.

arrow-scroll-down

Oleh NASRUN KATINGKA

28 Des 2023 20:12 WIB · Nusantara

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Suasana di pesisir Gewerpe, Distrik Papua Tengah, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (28/11/2023).

Jika berkesempatan mengunjungi Fakfak, tidak ada salahnya melancong ke berbagai penjuru. Bertualang dan bertemu cerita-cerita berkesan dari “Bumi Pala”, yang juga terkenal dengan prinsip “Satu Tungku Tiga Batu”. Sebuah prinsip yang merujuk pada kehidupan harmonis masyarakat tiga agama mayoritas di sana, yakni Islam, Katolik, dan Protestan.

Cukup mudah menjangkau kampung atau distrik di daerah yang mencakup area seluas 14.320 kilometer persegi ini. Sebagian besar bisa melalui akses darat, kendati masih ada beberapa daerah berada di wilayah pesisir atau pulau kecil yang harus dijangkau dengan jalur laut.

Berjalan ke sisi barat sejauh 25 kilometer dari pusat kota akan menjumpai Kampung Werpigan, Distrik Wartutin. Kampung yang bisa diakses dengan menggunakan mobil angkutan umum atau biasa disebut "taksi" oleh masyarakat setempat. 

Anak-anak di pesisir Kampung Werpigan Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Seorang anak sedang bermain di pesisir Pantai Warna-Warni, Kampung Werpigan, Distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Rabu (29/11/2023).

Suasana di Werpigan terasa tenang. Rumah-rumah di pesisir berjejer membelakangi bibir pantai yang dibatasi tanggul berupa blok beton warna-warni. Tanggul yang menjadi pemecah ombak sekaligus pembatas sisi laut dan daratan.

Sepanjang tanggul, yang disusun hingga tampak membentuk anak tangga, menjadi pusat aktivitas warga. Tampak pula, anak-anak yang baru pulang sekolah, sekelebat menyalin pakaian, kemudian bergegas menceburkan diri ke pantai yang tampak masih surut.

Baca juga: Pariwisata Fakfak, Mutiara Papua yang Terpendam

Sementara itu, di sisi tanggul lain, berjumpa dengan tokoh masyarakat sekaligus sosok yang dituakan di Werpigan, yakni Yahya Bay (80). Tete Yahya, begitu sapaanya, merupakan adik bungsu dari Yusuf Bay, Raja ke-12 di Kerajaan atau Pertuanan Ati-ati.

Pertuanan ini merupakan 1 dari 7 pertuanan yang tersebar di berbagai penjuru Fakfak. Saat ini, Raja Ati-ati dijabat oleh cucu Yusuf Bay, yakni Syahril Bay sejak tahun 2018.

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Yahya Bay (80), seorang tokoh masyarakat setempat sedang menunjukkan tugu prasasti pengibaran bendera merah putih perdana di Fakfak yang berada di Kampung Werpigan, Distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Rabu (29/11/2023).

Adapun kala itu, Tete Yahya tengah bersantai di teras rumahnya, yang juga merupakan bekas lokasi istana pertuanan berdiri. Tepat di sisi kiri halaman rumah, berdiri sebuah tugu prasasti untuk menandai lokasi pengibaran perdana bendera merah putih di Fakfak yang dilakukan Raja Yusuf.

“Kampung ini strategis. Dari lokasinya, kan, menghadap laut lepas yang menjadi pintu masuk jalur laut menuju pusat kota, yang dulu masih diduduki oleh Belanda,” ujar Yahya sembari memperagakan adegan pengibaran, yang saat itu di bawah pengawasan tiga anggota TNI dipimpin Letnan Satu Paulus.

Baca juga: Proyek Industri Pupuk di Fakfak Dimulai

Pada prasasti tugu setinggi sekitar 160 sentimeter tersebut, tampak memuat informasi dengan tulisan tangan tentang waktu pengibaran bendera yang terjadi pada Senin, 2 Mei 1953, pukul 19.00 WIT. Pada tahun tersebut, Fakfak dan Papua masih menjadi bagian dari koloni seberang laut Kerajaan Belanda. 

Anak Pesisir Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Anak-anak sedang bermain di pesisir Pantai Warna-Warni, Kampung Werpigan, Distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Rabu (29/11/2023).

“Tugu ini sebagai bukti dan pengingat kepada anak-anak cucu nanti tentang sejarah kampung dan orangtua kami. Nanti semoga ada perhatian untuk semakin dipercantik tugu dan sekelilingnya,” ujar Yahya.

Sembari melanjutkan ceritanya, sesekali Tete Yahya menujukkan gestur senyum lepas, bukti bahagia dan bangga dengan kekayaan sejarah yang dimiliki kampungnya. Senyum itu, bersahut tawa sesekali berganti intonasi membesar menegur anak-anak, yang juga sebagian cucunya yang tengah bermain air.

Baca juga: Gelar Tikar Bangun Ketahanan Pangan Bersama

Anak-anak itu terus bermain hingga sore menjelang disertai dengan keelokan alam menambah tenang keceriaan di kampung tersebut. Dari kejauhan, tampak pula terlihat asap membumbung di dapur, tanda orang rumah tengah menyiapkan makanan bagi mereka yang beraktivitas di belakang rumah.

Memancing senyum

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Mama Evalina (47), tengah memancing ikan di sebuah jembatan kayu di Kampung Brongkendik, Distrik Papua Tengah, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (28/11/2023).

Sementara itu, jika bergeser lagi ke sisi timur, sekitar 10 kilometer dari pusat ibu kota Fakfak akan berjumpa dengan Kampung Brongkendik, Distrik Fakfak Tengah. Perjalanan menuju salah satu sentra perkebunan pala tersebur bisa dijangkau dengan taksi dan ojek.

Kampung Brongkendik juga menjadi pusat pengembangan produk turunan pala, seperti balsem, sabun, hingga makanan olahan. Di sana, pohon pala tumbuh subur di sisi daratan tinggi hingga ke pesisir.

Baca juga: Pala Fakfak yang Menghidupi

Kendati kampung ini berada di pesisir Fakfak, tetapi cukup sulit menemukan perahu nelayan di dermaga kampung tersebut. Sebab, sebagian besar warga menggantungkan nasib sebagai petani pala.

Di pesisir, hanya ada aktivitas keseruan anak-anak di pinggir pantai, tampak asyik bermain air di laut. Sebagian lagi tampak ceria bermain kelereng di tanah lapang dekat jembatan.

Pala Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Suasana sore di perkebunan pala di Kampung Brokendik, Distrik Fakfak Tengah, Papua Barat, Selasa (28/11/2023).

Di kala hujan yang mulai turun sore itu, seorang warga bernama Evalina (47) atau mama Eva, tengah asyik memancing dengan alat sederhana di jembatan kayu. Ia tampak fokus dengan gerakan tali senar pancingnya, hujan yang terus mengguyur tidak menjadi penghalang.

Baca juga: Industri Pupuk, Ketahanan Pangan, dan Hidup Mati Bangsa

Mama Eva terus terus mengulur tali pancing dengan kantong kresek hitam menjadi penghalau hujan membasahi rambut. Tampak di dalam bakul kecilnya ada hasil tangkapan, jenis ikan kecil hanya seukuran satu jari orang dewasa. 

Senyumnya mengembang tatkala ikan-kecil kecil itu menghampiri mata kail. “Lumayan dapat hari ini. Memang tidak ada bikin (aktivitas) di rumah. Hasil hari ini mau digoreng,” tuturnya.

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Anak-anak setempat tengah menyusuri jembatan kayu di Kampung Brongkendik, Distrik Papua Tengah, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Selasa (28/11/2023).

Mama Eva bercerita, kegiatan ini tidak rutin dilakukan, hanya beberapa kali dalam seminggu. Ia bercerita dengan tawa lepas, tanda bukti syukur dengan rezeki yang didapatkan. Ia bersyukur tidak perlu pergi ke tengah laut demi mendapatkan hasil laut untuk keluarganya. Laut yang masih terjaga dengan kekayaan yang ada bisa dimanfaatkan kapan pun. Hari semakin sore turut menghadirkan pelangi usai hujan membersamai senyum dan tawa Mama Eva.

Sementara itu, anak-anak sedari siang bermain kelereng, satu persatu berhamburan menuju dermaga dan merasakan kesegaran air di kala langit semakin senja.

Pemberhentian terakhir

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Angkutan umum atau taxi, sebutan masyarakat lokal, saat menuju ke Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Sabtu (25/11/2023).

Dari utara Fakfak, sekitar 60 kilometer dari pusat kota akan berjumpa Distrik Kokas. Distrik ini menjadi kawasan yang syarat akan sejarah. Belum lagi, kisah di balik keharmonisan kehidupan beragama yang hidup rukun berdampingan. Kawasan ini diyakini menjadi awal pintu masuknya penyebaran agama Islam di tanah Fakfak.

Siang itu, di dermaga yang juga menjadi pasar tradisional tampak mulai sepi. Dermaga yang yang juga menjadi pemberhentian terakhir, yakni distrik terakhir yang terkoneksi jalur darat daratan utama Fakfak yang menghubungkan daerah lain di pesisir dan pulau kecil lainnya. Sejumlah warga di pinggir dermaga tampak menanti jemputan.

Rombongan Abuhasan Patiran (54), misalnya, datang dari Kampung Furir, Distrik Arguni. Rombongan tiga keluarga dengan sejumlah anak-anak ini akan membeli sejumlah kebutuhan pokok.

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Suasana di dermaga pasar tradisional Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Sabtu (25/11/2023).

Selagi para ibu rumah tangga berbelanja ke kios besar yang berada sekitar 500 meter dari dermaga, para kepala rumah tangga membeli bahan bakar minyak kepada penjual eceran di sekitar dermaga. Adapun anak-anak tampak ceria bermain di pinggir dermaga.

Baca juga: Pupuk Kaltim Amankan Pasokan Gas di Fakfak

Hari semakin sore, para kepala rumah tangga dengan sabar menanti kedatangan ibu rumah tangga untuk kembali bersama ke kampung pesisir yang ditempuh dengan perjalanan laut sekitar satu jam tersebut.

“Harus sama-sama biar hemat juga pake bensinnya. Biasanya berangkat pagi biar bebas belanjanya dan balik siang atau sore,” ujar Abuhasan.

Industri Pupuk Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Suasana di dermaga pasar Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Sabtu (25/11/2023).

Ketika semua telah berkumpul, kendati sebagian ada raut wajah kesal, tetapi tawa bahagia bersambut. Perahu yang tadinya kosong, kini penuh dengan berbagai kebutuhan. Mereka kini bersiap melanjutkan perjalanan ke kampung mereka.

Di sepanjang perjalanan dengan perahu bermesin tempel menyusuri tebing dan pulau-pulau kecil. Perjalanan laut begitu memanjakan mata, perahu menembus tanjung dengan pulau-pulau karst berpadu dengan pancaran nuansa jingga dari matahari yang akan segera jatuh di ufuk barat.

Sementara itu, di sisi daratan tampak jalan yang masih tahap pembukaan lahan untuk jalan raya. Jalan tersebut akan menghubungkan kampung-kampung pesisir Distrik Arguni, termasuk Furier.

Fakfak
KOMPAS/NASRUN KATINGKA
Perjalanan laut dengan seorang warga melintasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Distrik Arguni, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Sabtu (25/11/2023).

Jalan ini juga merupakan jalan yang akan menghubungkan proyek strategis nasional berupa kawasan Industri pupuk Fakfak. Rencananya pupuk yang pembangunannya telah dimulai sejak akhir November 2023 akan beroperasi penuh pada 2028.

“Jika jalan itu sudah jadi maka, nanti jika mau ke Kokas atau bahkan ke (pusat kota) Fakfak akan bisa dijangkau dengan kendaraan darat,” ujarnya sembari kapal terus bergerak menyusuri tanjung-tanjung nan indah. 


Rekomendasi Artikel Pilihan

Nikmati tulisan lainnya dalam rubrik Tutur Visual di bawah ini.


Kerabat Kerja

NASRUN KATINGKA
HAMZIRWAN HAMID
Logo Kompas
App StorePlaystore
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000