Warung 24 Jam di Tengah Desakan Pembatasan Jam Buka
Kesuksesan warung madura 24 jam memicu prokontra. Butuh kearifan untuk menemukan solusi adil bagi semua.
Munculnya warung yang buka 24 jam sehari di sejumlah tempat di Tanah Air belakangan telah menjadi sorotan. Bukan saja karena keberadaannya yang baru tetapi langsung mencuri hati masyarakat, melainkan juga karena ada sebagian orang menolaknya dengan sejumlah alasan.
Penolakan terbaru muncul dari beberapa pemberitaan di Bali terkait jam operasional 24 jam. Penolakan itu diperkuat dengan meminjam komentar Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim, yang meminta agar warung menaati jam operasional sesuai aturan daerah.
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar mengimbau pengelola warung kelontong membatasi jam buka warung. Usaha berbentuk warung kelontong, yang dibuka selama 24 jam sehari, dinilai rawan memunculkan gesekan sosial, bahkan rentan terjadi tindak kriminalitas.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Anak Agung Ngurah Bawa Nendra mengatakan, pemerintah tidak melarang warga untuk membuat dan membuka usaha ekonomi asalkan kegiatannya mengikuti peraturan dan memenuhi ketentuan, termasuk perizinannya.
”Secara umum, usaha warung, termasuk usaha perdagangan, memerlukan perizinan, di antaranya SIUP (surat izin usaha perdagangan),” kata Bawa Nendra, Jumat (26/4/2024).
Baca juga: Kisah Perantau, Ini Cara Madura!
Bawa Nendra menambahkan, meskipun termasuk kategori usaha mikro, yang tidak wajib memiliki SIUP, warung kelontong tetap harus didaftarkan izin berusahanya. Pendaftaran izin berusaha bagi usaha mikro itu juga berkaitan dengan pendataan daerah. ”Kewenangannya berada di Dinas Perdagangan,” ujarnya.
Adapun pihak Satuan Polisi Pamong Praja, menurut Bawa Nendra, sesuai tugasnya berwenang menegakkan peraturan daerah, menyelenggarakan perlindungan masyarakat, serta menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Terkait pengoperasian warung kelontong, yang dibuka sampai 24 jam sehari, tambah Bawa Nendra, Satpol PP sebagai aparatur pemerintah daerah bertugas menjaga ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan mencegah potensi kerawanan dan gesekan sosial di masyarakat.
”Terkait jam operasional usaha perdagangan, yang diatur adalah waktu operasional pusat perbelanjaan dan toko swalayan dibatasi sampai pukul 21.00 Wita atau pada Sabtu dan Minggu sampai pukul 22.00 Wita,” kata Bawa Nendra.
”Adapun untuk warung kelontong memang belum tercakup dalam peraturan daerah ataupun peraturan wali kota Denpasar,” lanjutnya.
Secara terpisah, Kepala Satpol PP Kabupaten Klungkung I Dewa Putu Suwarbawa menyampaikan hal senada. Menurut Suwarbawa, Perda Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Swalayan hanya mensyaratkan jam kerja usaha minimarket, hypermarket, department store, dan supermarket.
Ketiganya dibatasi buka sampai pukul 22.00 Wita pada Senin sampai Jumat atau sampai pukul 23.00 Wita pada Sabtu dan Minggu.
Baca juga: Pertarungan Warung Kelontong Madura
”Sementara untuk warung dan sejenisnya memang belum diatur dalam perda Klungkung tersebut,” kata Suwarbawa. Ia menambahkan, keberadaan warung kelontong, yang dibuka selama 24 jam sehari dan dikelola warga pendatang, memiliki kerawanan dari sisi sosial.
”Munculnya gesekan sosial inilah yang perlu dicegah dengan membatasi jam buka warung kelontong,” ujar Suwarbawa.
Menurut ekonom Bali, yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Ida Bagus Raka Suardana, keberadaan warung kelontong di Bali harus didata karena warung-warung kelontong itu termasuk potensi ekonomi rakyat, yang berdampak terhadap ekonomi daerah.
Pendataan terhadap warung kelontong seperti halnya pendataan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). ”Melarang berbisnis justru tidak elok karena warung juga salah satu penggerak ekonomi,” ujar Raka Suardana.
Ia menambahkan, fenomena maraknya warung kelontong, yang dikelola warga perantau, dapat memunculkan gesekan sosial apabila usaha tersebut mendapatkan keberatan atau penolakan dari masyarakat setempat akibat terjadinya persaingan usaha, yang tidak sehat dan mematikan usaha masyarakat setempat.
Melarang berbisnis justru tidak elok karena warung juga salah satu penggerak ekonomi.
Menurut Raka Suardana, usaha warung kelontong, yang terkesan kecil dan sederhana tetapi serba ada, di Bali diperkirakan dimiliki beberapa pengusaha besar, yang berasal dari daerah di Jawa Timur.
Raka Suardana menyebutkan, pengusaha besar itu menyewa tempat usaha dan menempatkan pegawainya, yang berasal dari daerah yang sama dengan pengusaha, di warung kelontong tersebut. Penempatan pegawai warung kelontong ke kawasan permukiman itu, menurut dia, seharusnya juga dilaporkan ke pihak lingkungan setempat sehingga pendataan penduduk di lingkungan menjadi tertib.
Turut jaga keamanan
Adapun dari sisi pengusaha warung 24 jam, yang sebagian dimiliki masyarakat madura, mereka menolak jika dianggap usahanya menimbulkan kerawanan. Justru sebaliknya, menurut mereka, warung buka 24 jam turut membantu upaya menjaga keamanan lingkungan.
Karena itu, mereka berharap pemerintah tidak membatasi jam operasional warung. Mereka juga berharap pemerintah mau membina mereka, sebagai bagian dari UMKM, dan tidak membinasakan (mematikan) usaha yang mereka rintis secara komunal tersebut.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Madura (Ikama) Muhammad Rawi keberatan jika ada larangan warung beroperasi 24 jam. Hal itu untuk mengomentari pernyataan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim, yang meminta agar warung menaati jam operasional berjualan sesuai aturan.
Pernyataan Kementerian Koperasi dan UKM sebenarnya untuk merespons keberatan sejumlah pihak di Klungkung atas jam operasional warung yang beroperasi di sana. Selama ini, di banyak tempat, warung madura buka selama 24 jam. Mereka menjajakan berbagai barang, mulai dari bahan bakar minyak hingga kebutuhan harian.
Di wilayah Jabodetabek saja, menurut Rawi, ada 5.000-an warung madura 24 jam.
Salah satu rujukan keberatan warga adalah Perda Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang penataan dan pembinaan pasar rakyat, pusat perbelanjaan, dan toko swalayan. Dalam pasal 4 aturan itu disebutkan adanya pembatasan jam operasional minimarket.
Disebutkan, ”Jam kerja pelaku usaha Minimarket, Hypermarket, Department Store dan Supermarket harus, sebagai berikut: a. untuk hari Senin sampai dengan Jumat, pukul 10.00 WITA sampai dengan pukul 22.00 WITA. b. untuk hari Sabtu dan Minggu pukul 10.00 WITA sampai dengan pukul 23.00 WITA. (2) Untuk hari besar keagamaan, libur nasional atau hari tutup tahun buku/tutup tahun akuntansi sampai dengan pukul 00.00 WITA”. Dari semua klausul isi perda itu, tidak ada aturan tentang keberadaan warung atau toko kelontong.
”Kami hadir memberikan solusi pada masyarakat, di mana pada saat banyak pusat perbelanjaan tutup, kami menyediakan yang dibutuhkan masyarakat. Kami ini butuh dirangkul dan dibina, bukan dibinasakan. Apalagi justru kami membantu masyarakat yang butuh mencari barang pada saat semua pusat perbelanjaan tutup,” kata Rawi.
Rawi berharap, pemerintah tidak ”membinasakan” pengusaha warung madura, tetapi justru membinanya. ”Saya harap kami di sini bukan dibinasakan, melainkan dibina oleh pemerintah. Kami tidak merepotkan. Kami ingin dibimbing, dan kami taat pada aturan. Kalau tidak ikut aturan pemerintah, mau ikut siapa?” katanya.
Baca juga: Herbal Lokal Andalan Perajin Jamu Madura
Dengan membuka warung madura 24 jam, menurut Rawi, ada tiga manfaat yang bisa didapatkan. ”Pertama, dampak ekonomi. Kami ini juga belanja dan membayar pajak sesuai ketentuan. Memang kami belanja tidak langsung besar. Namun, saat kami belanja mengisi warung, artinya kami juga bayar pajak,” kata Rawi.
Kami ini butuh dirangkul dan dibina, bukan dibinasakan. Apalagi justru kami membantu masyarakat yang butuh mencari barang pada saat semua pusat perbelanjaan tutup.
Manfaat kedua, menurut Rawi, keberadaan warung madura 24 jam bisa bermanfaat secara sosial. ”Kami buka warung 24 jam, sama juga kami turut menjaga situasi keamanan,” ujarnya.
Adapun manfaat ketiga, warung bisa dijadikan pusat informasi. ”Bagi aparat pemerintah, keberadaan warung 24 jam bisa jadi pusat informasi berbagai hal terkait aksi kejahatan, terorisme, atau hal lain,” katanya.
Kesuksesan warung madura 24 jam memang mengagetkan banyak orang. Sebab, dalam waktu singkat, keberadaannya sudah menjamur di mana-mana. Mungkin butuh kearifan dan perlu duduk bersama untuk menemukan jalan terbaik untuk semua.
Baca juga: Kerja Sama dan Pelibatan Diaspora Madura Akan Tingkatkan Ekonomi