Di selasar IGD, pasien diinfus dan dirawat sementara. Kasus DBD membuat rumah sakit penuh di Kendari.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
Di selasar Instalasi Gawat Darurat, Nasyah Humairah memeluk erat Lina (26), sang ibu. Bayi satu tahun sembilan bulan ini diduga terjangkit demam berdarah dengue. Virus yang telah membuat sepuluh warga Kendari meninggal ini terus menular dan membuat rumah sakit sesak.
Tangan kiri Nasyah memeluk erat sang ibu saat menangis. Raungannya memenuhi selasar IGD RSUD Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (25/3/2024) sore. Tangan kanannya yang kecil tidak bisa bergerak bebas karena sedang terpasang infus.
Lina menceritakan, anak pertamanya itu demam selama dua pekan terakhir. Setelah Nasyah demam beberapa hari, ia membawanya ke Puskesmas Poasia, di dekat tempat tinggalnya. Di situ Nasyah didiagnosis demam biasa.
Selang beberapa hari, demamnya tidak jua turun. Ia kembali membawanya ke klinik, dan hanya diberi obat penurun panas. Tepat di pekan kedua, ia tidak tahan melihat sang anak menangis saat demamnya tinggi, dan memutuskan membawa ke RSUD Kendari.
Setibanya di sana, Nasyah diperiksa dan diinfus. Perawat juga mengambil sampel darah untuk mengetahui penyakit pasti yang diderita. Dokter dan perawat menyebutkan Nasyah terjangkit DBD.
”Tidak sangka ternyata antre begini. Saya datang tadi pukul 10.00 Wita, tapi karena IGD penuh, dirawat di lobi dulu,” kata Lina, tepat saat waktu menunjukkan pukul 15.00 Wita.
Berdua, mereka duduk di kursi plastik hijau, seperti tujuh pasien lainnya yang juga sedang dirawat sementara.
Berjarak tiga kursi, Ati (67) duduk gusar. Bersama empat orang keluarganya, ia datang dari Konawe Utara, untuk dirujuk ke rumah sakit tersebut. Ia dinyatakan terjangkit DBD dan harus mendapatkan penanganan lanjutan.
”Kemarin sempat dirawat di RSUD Konawe Utara, tapi dirujuk ke sini,” tuturnya lirih. Ia juga belum mendapatkan kepastian ruangan.
Data Dinas Kesehatan Kendari, sejak Januari 2024, total kasus DBD mencapai 1.505 kasus. Sebanyak 1.452 kasus dilaporkan telah sembuh dan 10 pasien meninggal.
Direktur RSUD Kendari Sukirman, Selasa (26/3/2024), menyampaikan, sejumlah pasien memang terpaksa dirawat sementara di selasar ruangan akibat ruangan penuh. Berdasar koordinasi dengan BPJS Kesehatan, dan pihak lainnya, warga yang datang akhirnya dirawat dengan kondisi terbatas.
Selama lebih dari dua bulan terakhir, ia menuturkan, jumlah pasien yang datang terus meningkat. Sebagian besar di antaranya kasus demam berdarah. Di selasar, pasien menunggu kamar atau ruangan kosong untuk bisa diisi.
”Kami tidak mungkin mau tolak pasien, di mana kondisinya memang butuh penanganan. Apalagi, kami tahu rumah sakit lainnya juga penuh di Kendari ini,” ujarnya.
RSUD Kendari bisa menampung 215 pasien. Akan tetapi, kondisi saat ini diperkirakan jumlah pasien 250 orang.
Tidak hanya di RSUD Kendari, sejumlah rumah sakit lainnya juga penuh. Ahmad (27), warga Kendari lainnya, menceritakan, tiga orang keluarganya kini juga terpapar DBD. Mereka cukup tertolong karena salah satu di antaranya personel kepolisian sehingga bisa dirawat di RS Bhayangkara.
”Itu juga penuh. Sekarang yang susah itu fogging. Kami sudah minta, tapi belum bisa karena terbatas katanya,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kendari Drg Fauziah menuturkan, sejak Januari 2024, kasus demam berdarah memang terus meningkat. Sebanyak 10 pasien meninggal di sejumlah rumah sakit di wilayah ini.
”Terus terang, kasus memang terus bertambah. Sejak awal juga telah ada sejumlah penanganan bersama di berbagai lapisan masyarakat,” kata Fauziah di Kendari, Senin (25/3/2024).
Menurut Fauziah, sejumlah langkah penanganan telah dilakukan pihaknya. Utamanya dilakukan sejak jauh hari, mulai dari preventif, seperti sosialisasi, hingga edukasi, utamanya untuk kegiatan pembersihan lingkungan. Tidak hanya itu, pihaknya juga menyarankan warga yang memiliki gejala DBD untuk segera mendapatkan perawatan.
Selain itu, upaya penyemprotan di lingkungan juga terus dilakukan. Hanya saja, selama beberapa waktu, upaya ini memiliki keterbatasan akan sumber daya. Personel akhirnya ditambah dari petugas BPBD dan Satpol PP Kendari.
Berdasarkan catatan Pemprov Sultra, jumlah kasus DBD di provinsi ini mencapai 3.287 kasus. Total pasien meninggal mencapai 16 orang.
Selain Kendari, sejumlah daerah lainnya juga mengalami kenaikan kasus yang tinggi. Di Konawe Selatan, misalnya, total ada 607 kasus dengan empat orang meninggal. Sementara itu, di Konawe ada total 266 kasus dengan satu orang meninggal.
Kementerian Kesehatan menempatkan Sultra sebagai provinsi dengan kasus DBD terbanyak hingga pekan ketiga Maret 2024. Di atasnya ada Jawa Barat dan Jawa Timur yang memiliki penduduk puluhan juta, berbeda jauh jika dibandingkan Sultra yang hanya 2,7 juta jiwa.
Epidemiolog Universitas Halu Oleo, Ramadhan Tosepu, menjabarkan, kasus DBD merupakan kejadian tahunan dan memiliki siklus periodik. Lonjakan kasus selalu terjadi di awal tahun, khususnya pada Januari hingga Maret.
Seharusnya, antisipasi dini telah dilakukan sejak Oktober sampai Desember. Sosialisasi dan pembersihan lingkungan harus digalakkan sehingga saat musim hujan tiba persiapan di masyarakat telah tuntas.
”Ini ada seperti ketidakpedulian dan keterlambatan penanganan,” katanya.
Di sisi lain, ia berharap agar saat ini semua pihak diharapkan fokus pada penanganan. Utamanya, penyakit tidak semakin menyebar ke lingkungan hingga bisa menjangkiti masyarakat.