Kasus Demam Berdarah di Kendari Terus Meningkat, 10 Orang Meninggal
Kasus demam berdarah di Kendari terus meningkat. Sebanyak 10 warga meninggal akibat penyakit itu sejak Januari 2024.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sepanjang tahun ini, sebanyak 10 orang di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, meninggal akibat penyakit demam berdarah. Sementara itu, banyak pasien demam berdarah lain masih dirawat di rumah sakit. Di tengah kondisi itu, warga mengeluhkan sulitnya mendapat ruang perawatan di rumah sakit.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kendari Fauziah menuturkan, sejak Januari 2024, kasus demam berdarah di wilayah itu terus meningkat. ”Terus terang, kasus memang terus bertambah. Namun, sejak awal kasus ini merebak juga telah ada sejumlah penanganan bersama di berbagai lapisan masyarakat,” katanya, di Kendari, Senin (25/3/2024).
Berdasarkan Data Dinkes Kendari, sejak Januari 2024, total kasus demam berdarah di kota itu mencapai 1.505 kasus. Sebanyak 1.452 pasien dilaporkan telah sembuh, sedangkan sebanyak 10 orang pasien meninggal.
Menurut Fauziah, Dinkes Kendari telah melakukan penanganan, termasuk dengan sosialisasi dan edukasi, terutama terkait kegiatan pembersihan lingkungan. Warga yang memiliki gejala demam berdarah juga disarankan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan agar mendapat penanganan.
Selain itu, upaya fogging juga terus dilakukan di berbagai wilayah. Hanya saja, selama beberapa waktu, upaya ini terhambat keterbatasan sumber daya manusia. Personel akhirnya ditambah dari petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Satuan Polisi Pamong Praja Kendari.
Saat ini, Fauziah menambahkan, Dinkes Kendari juga telah menyiapkan bubuk abate di semua puskesmas yang ada. Masyarakat yang membutuhkan diarahkan untuk datang mengambil stok yang telah disediakan.
”Yang harus dilakukan adalah memutus siklus kehidupan jentik nyamuk tersebut. Kalau fogging saja tidak akan cukup, makanya perlu langkah dan upaya bersama untuk penanganan kasus demam berdarah ini,” ujar Fauziah.
Meski jumlah kasus bertambah, Fauziah menyebut, jumlah pasien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kendari telah menurun. Pada Februari lalu, warga yang dirawat akibat demam berdarah di kisaran 80 orang. Adapun saat ini sebanyak 45 pasien yang masih dirawat.
Meski begitu, berdasarkan pantauan Kompas, Senin (25/3/2024), RSUD Kendari tampak dipenuhi pasien. Sebagian pasien terpaksa diinfus di lobi ruang instalasi gawat darurat (IGD) dengan duduk di kursi plastik.
Salah seorang warga, Lisa (39), tampak menunggu di depan pintu IGD. Dia menunggui ibunya, Ati (67), yang sedang diinfus di dalam lobi IGD. Lisa terpaksa duduk di selasar lobi karena ruangan di lobi hanya untuk pasien yang akan dirawat.
“Ibu saya kena demam berdarah, dirujuk dari Konawe Utara, Sultra. Sudah beberapa malam panas terus, akhirnya dirujuk ke sini,” ujar Lisa. Dia menambahkan, meski telah menunggu selama berjam-jam, sang ibu belum mendapat kamar untuk perawatan.
Berdasarkan data Pemprov Sultra, hingga 25 Maret 2024, jumlah kasus demam berdarah di provinsi tersebut sebanyak 3.287 kasus. Sebanyak 16 pasien di antaranya meninggal.
Selain Kendari, sejumlah daerah lain di Sultra juga mengalami kenaikan kasus yang tinggi. Di Konawe Selatan, misalnya, total ada 607 kasus dengan empat orang meninggal. Sementara itu, di Konawe, ada 266 kasus dengan satu orang meninggal.
Epidemiolog Universitas Halu Oleo, Kendari, Ramadhan Tosepu, menyayangkan lambannya langkah pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran demam berdarah. Padahal, kasus demam berdarah terjadi secara berulang di awal tahun.
”Siklus demam berdarah itu selalu terjadi pada Januari hingga Maret. Jadi, penanganannya itu harusnya sejak Oktober sampai Desember. Ini seperti ada ketidakpedulian dan keterlambatan penanganan,” katanya.
Ramadhan berharap, saat ini, semua pihak harus fokus pada penanganan demam berdarah, terutama agar penyakit tersebut tidak makin menular ke banyak orang.