Perbanyak Sayur dan Buah, Kurangi Gula untuk Mengurangi Stres dan Kecemasan
Makan banyak sayur dan buah serta mengurangi gula dan makanan olahan tidak hanya baik bagi tubuh, tetapi juga mental.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
KOMPAS/AHMAD ARIF
Ibu-ibu PKK dari Desa Mudakeputu, Kecamatan Ile Mandiri, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, menyiapkan pangan lokal nasi jagung bagi anak-anak sekolah dasar, awal Maret 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Penelitian terbaru menunjukkan, pola makan Mediterania yang ditandai dengan banyak buah-buahan, kacang-kacangan, polong-polongan, dan ikan serta mengurangi gula, daging merah, dan makanan olahan terbukti dapat mengurangi gejala stres dan kecemasan. Temuan ini terkait dengan riset sebelumnya yang menunjukkan bahwa pola makan tinggi serat ini juga baik bagi penderita sindrom iritasi usus besar, yang selama ini menjadi salah satu penyebab stres dan kecemasan.
Riset tim peneliti dari University of South Australia dan University of the Sunshine Coast ini diterbitkan dalam jurnal Nutrients terbaru. Ahli nutrisi University of South Australia, Evangeline Mantzioris, menyampaikan hasil temuan timnya dalam keterangan tertulis pada Rabu (15/5/2024) bahwa pola makan Mediterania dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesehatan mental dan kualitas hidup.
Pola makan Mediterania mencakup banyak buah dan sayuran segar, biji-bijian, kacang-kacangan, polong-polongan, dan minyak zaitun. Ikan dan makanan laut harus dikonsumsi setidaknya dua kali seminggu, sedangkan produk susu dan protein tanpa lemak dapat dimakan setiap hari dalam porsi lebih kecil. Diet ini mendorong jarangnya konsumsi daging merah dan makanan olahan.
Dalam kajian ini, para peneliti menilai dampak pola makan Mediterania terhadap kesehatan mental di antara 294 warga lansia Australia (berusia lebih dari 60 tahun). Mereka menemukan, pola makan ini mengurangi tingkat keparahan kecemasan dan stres, terlepas dari usia, jenis kelamin, tidur, dan indeks massa tubuh (IMT).
Secara global, kecemasan merupakan gangguan kesehatan mental paling umum yang memengaruhi lebih dari 301 juta orang. Di Australia, satu dari empat orang akan mengalami kecemasan selama hidupnya.
”Secara global, kita menghadapi populasi penuaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi meski sudah berumur panjang, banyak orang masih mengalami kesulitan dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan mereka,” kata Mantzioris.
Menurut dia, perilaku gaya hidup, termasuk kualitas pola makan, mendapat lebih banyak perhatian sebagai faktor risiko yang dapat diubah untuk kesehatan mental yang buruk. Dengan pola makan Mediterania, kita bisa mengurangi risiko penyakit kronis dan mendukung penuaan yang sehat.
”Dalam penelitian ini, kami menunjukkan bahwa ketika orang lanjut usia menjalankan diet Mediterania, gejala stres dan kecemasan mereka menurun—dan hal ini terjadi tanpa memandang usia, jenis kelamin, IMT, atau seberapa banyak tidur dan olahraga yang mereka lakukan,” ujarnya.
Banyak orang dengan IBS juga memiliki masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi.
Menurut Mantzioris, temuan ini menjadi bukti mengenai pentingnya menerapkan pola makan sehat, dalam hal ini diet Mediterania. ”Melalui perubahan gaya hidup, orang-orang dapat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan mereka secara nyata,” katanya.
KOMPAS/AHMAD ARIF
Nasi jagung merupakan salah satu menu tradisional yang biasa dikonsumsi masyarakat Flores Timur, NTT, tetapi belakangan semakin ditinggalkan karena dominasi beras.
Sindrom iritasi usus besar
Sebelumnya, penelitian di jurnal Alimentary Pharmacology & Therapeutics pada November 2023 juga menunjukkan manfaat diet Mediterania bagi penderita sindrom iritasi usus besar (IBS), yang selama ini menjadi salah satu penyebab stres dan kecemasan. Dalam kajian itu ditemukan, pola makan yang kaya buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan tidak hanya meningkatkan kesehatan mental peserta penelitian, tetapi juga memperbaiki gejala gastrointestinal mereka.
Heidi Staudacher, peneliti dari Universitas Deakin yang menjadi penulis pertama, mengatakan, dalam kajian ini mereka memantau kondisi kesehatan dari 59 orang yang selama enam minggu mengikuti diet Mediterania melalui konseling dari ahli diet atau mengonsumsi makanan biasa (kelompok kontrol).
”Penelitian sebelumnya menunjukkan diet Mediterania memperbaiki gejala depresi dan kami ingin melihat apakah jenis diet ini mungkin dilakukan oleh penderita IBS, dan juga apakah diet ini akan memperbaiki gejala depresi dan usus pada penderita IBS,” kata Staudacher.
”Banyak orang dengan IBS juga memiliki masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Mengingat hubungan usus-otak yang diketahui, masuk akal bahwa jika kita dapat meningkatkan kesehatan mental orang-orang, hal ini dapat mengarah pada perbaikan gejala usus yang dialami oleh orang-orang dengan IBS," lanjutnya.
Hasil studi ini menemukan, 83 persen peserta yang menjalani diet Mediterania mengalami penurunan skor IBS-SSS (skor keparahan gejala usus) selama uji coba dibandingkan dengan hanya 37 persen pada kelompok kontrol. Gejala depresi lebih rendah pada kelompok diet Mediterania dibandingkan dengan kelompok kontrol pada akhir penelitian. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang menggunakan diet Mediterania pada penderita depresi.
Kajian ini juga menemukan, gejala gastrointestinal lebih rendah pada kelompok diet Mediterania dibandingkan dengan kelompok kontrol. ”Temuan ini menunjukkan bahwa kita mungkin dapat melihat lebih dari sekadar saran diet yang ada saat ini untuk orang-orang dengan IBS dan mendorong pola makan yang mendukung kesehatan secara luas untuk membantu mengelola gejala-gejala mereka,” pungkasnya.