Konsumsi Listrik Nasional Rendah, Rice Cooker Jadi Solusi
Di negara-negara maju, semua sudah serba listrik, sedangkan di Indonesia masih banyak masyarakat yang memasak dengan kayu bakar. Elektrifikasi, termasuk melalui alat penanak nasi berbasis listrik, coba didorong.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
Rendahnya konsumsi listrik nasional menjadi perhatian sejumlah pihak. Sebab, untuk menjadi negara maju, seperti yang dicita-citakan pada 2045, konsumsi listrik mesti ditumbuhkan secara pesat. Sejumlah upaya penumbuhan demand listrik pun dimasifkan, mulai dari pengembangan stasiun pengisian kendaraan listrik umum atau SPKLU, hingga program pembagian penanak nasi listrik atau rice cooker.
Catatan Kompas, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga akhir 2022, konsumsi listrik di Indonesia hanya 1.173 kilowatt jam (kWh) per kapita atau di bawah target 2022 yang 1.268 kWh per kapita. Angka tersebut di bawah rata-rata negara Asia Tenggara, sekitar 3.672 kWh per kapita.
Di sisi lain, kondisi kelistrikan pada sistem Jawa-Madura-Bali masih kelebihan pasokan (oversupply). Itu antara lain diakibatkan melesetnya perkiraan pertumbuhan ekonomi pada program pembangunan 35.000 megawatt (MW) pembangkit yang dicanangkan pada 2014. Berbagai upaya untuk meningkatkan permintaan listrik pun dilakukan.
Selain dengan memasifkan pendirian SPKLU, pada 2022, program pembagian kompor listrik induksi sempat diuji coba pemerintah di Kota Surakarta, Jawa Tengah dan Bali. Namun, program itu lalu dibatalkan. Pada 2023, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menebitkan peraturan terkait pembagian alat penanak nasi listrik atau rice cooker.
Menurut rencana, ada sekitar 500.000 rice cooker yang dibagikan kepada masayarakat yang memenuhi syarat. Selain untuk peningkatan konsumsi listrik per kapita, program itu juga diharapkan mengurangi ketergantungan impor elpiji.
Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari, dalam konferensi pers menjelang Hari Listrik Nasional (HLN) ke-78 dan Enlit Asia 2023, di Jakarta, Rabu (18/10/2023) mengatakan, elektrifikasi terus didorong sebagai salah satu upaya pengembangan dari sisi demand (permintaan).
Ida menuturkan, di negara-negara maju, semua sudah serba listrik, sedangkan di Indonesia masih banyak masyarakat yang memasak dengan kayu bakar. Elektrifikasi, termasuk melalui alat penanak nasi berbasis listrik, pun didorong.
"Bagaimana agar bisa meningkatkan konsumsi listrik per kapita di Indonesia, yang masih sangat rendah, baik dibandingkan negara-negara ASEAN atau negara-negara maju. Barangkali itu semangatnya (program pembagian rice cooker)," ujarnya.
Direktur Manajemen Resiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar menuturkan, PLN akan terus mendukung program Kementerian ESDM tersebut. "Sehingga harapannya akan mencapai sasaran yang ditargetkan," katanya.
Sementara itu, peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim, menuturkan, over supply kelistrikan di sistem Jawa-Madura-Bali terjadi di tengah kenyataan masih ada daerah-daerah yang belum teraliri listrik. Menurut data Kementerian ESDM, hingga akhir 2022, masih ada 318.470 rumah tangga dan 199 desa yang belum berlistrik.
Oleh karena itu, pemerataan agar listrik menjangkau daerah-daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan) mesti diutamakan. Misalnya, dengan semakin banyak membangun infrastruktur jaringan kelistrikan. "Ketimpangan tersebut perlu terus diatasi," kata Akmaluddin. Hal itu dinilai lebih krusial ketimbang pembagian rice cooker yang tidak urgent, yang hasilnya juga diyakini tidak akan berdampak signifikan.
Ekstensifikasi dan intensifikasi
Suroso menerangkan, demand listrik akan naik seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, dulu, elastisitas pertumbuhan energi listrik ialah 1,5 kali dari pertumbuhan ekonomi. Namun, saat ini 1,1 kali. Secara natural (tak dilakukan inisiasi apapun), saat ini pertumbuhan listrik di Indonesia yakni sekitar 4,6 persen per tahun.
"Upaya PLN tentu saja semaksimal mungkin menorong program investasi pemerintah (dapat) berjalan sehingga jika ada kawasan-kawasan ekonomi atau kawasan-kawasan industri yang memerlukan listrik, PLN hadir. (Seperti) industri nikel, smelter. Kami juga hadir pada program UMKM dan pertanian seperti electrifying agriculture," ujar Suroso.
Dengan demikian, imbuh Suroso, program peningkatan demand tidak hanya ekstensifiksi atau menambah mereka yang belum terdukung listrik. "Namun, kami juga melakukan intensifikasi. Di mana ada demand-demand, kami dorong untuk bisa tumbuh dengan lebih cepat," lanjutnya.
Mengenai kondisi over supply listrik, Suroso menuturkan bahwa semua pembangkit listrik adalah bagian dari infrastruktur ketenagalistrikan. Umumnya, memang ada anggapan over supply pada awal dioperasikannya pembangkit listrik. Hal serupa juga terjadi pada jalan tol yang saat awal dioperasikan tidak langsung dipadati kendaraan, tetapi pada akhirnya akan ramai.
"Demikian juga pembangkit listrik. Pada saat awal dibangun, misalnya menambah 1.000 MW, beban yang datang secara incremental akan menuju ke sana. Over supply ini hanya temporary (sementara) hingga pertumbuhan (permintaan) signifikan setiap tahun. Kami yakin dalam waktu tak akan lama lagi bisa terserap," kata Suroso.
Di samping peningkatan pertumbuhan demand kelistrikan, kata Suroso, PLN juga mengupayakan tersedianya energi hijau kepada masyarakat. Pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 misalnya, PLN merencanakan dan mengembangkan 21 gigawatt (GW) pembangkit energi terbarukan. Ini menjadi versi RUPTL yang paling hijau.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) sekaligus Ketua Pelaksana HLN ke-78, Arsyadany G Akmalaputri mengatakan, HLN ke-78 - Enlit Asia 2023 akan dilaksanakan di Indonesia Convention Exhibition, BSD, Banten, pada 14-16 November 2023. Tema yang diangkat yakni "Strengthening ASEAN Readiness in Energy Transition".
Sejumlah kegiatan, termasuk forum diskusi dan seminar digelar untuk mendorong penambahan energi listrik dari energi terbarukan. "Termasuk (untuk) mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Juga update teknologi dan inovasi terbaru di industri energi dan kelistrikan untuk mendorong transisi energi di Indonesia dan ASEAN," katanya.