Dilanda Kemarau Mulai Mei, 3,2 Juta Hektar Lahan di Jateng Rawan Kekeringan
Kekeringan rawan terjadi di sejumlah daerah di Jateng saat kemarau. Cadangan air dan pupuk subsidi disiapkan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah wilayah di Jawa Tengah diperkirakan mulai memasuki musim kemarau pada Mei 2024. Upaya mengantisipasi kekeringan pun disiapkan karena sekitar 3,2 juta hektar lahan di Jateng dinilai rawan kekeringan saat musim kemarau.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Jateng menyatakan, secara umum, awal musim kemarau di Jateng diperkirakan terjadi pada Mei. Namun, sejumlah wilayah, seperti Rembang bagian selatan, sebagian wilayah utara Blora, dan sebagian kecil wilayah selatan Pati, telah memasuki musim kemarau lebih awal pada pertengahan April.
Sementara itu, sebagian wilayah lain juga diperkirakan memasuki musim kemarau lebih akhir pada Juni. Sejumlah daerah yang memasuki musim kemarau paling akhir meliputi Kabupaten Pekalongan bagian selatan, Purbalingga bagian utara, wilayah tenggara Pekalongan, wilayah barat laut Banjarnegara, dan sebagian kecil wilayah barat daya Batang.
Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Jateng Sukasno mengatakan, puncak musim kemarau terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Durasi periode musim kemarau umumnya 13-15 dasarian atau 4-5 bulan.
Namun, sejumlah daerah akan mengalami kemarau lebih panjang, yakni hingga 22 dasarian atau 7 bulan, seperti sebagian Pemalang, Pekalongan, Jepara, Blora bagian utara, sebagian Rembang, dan sebagian tenggara Pati.
”Selama memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau, masyarakat kami imbau waspada terhadap potensi cuaca ekstrem, seperti petir, angin kencang, puting beliung, dan hujan lebat dengan waktu singkat. Sebab, kondisi itu berpotensi mengakibatkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor,” kata Sukasno dalam keterangannya, Kamis (9/5/2024).
Sukasno juga mengimbau pemerintah daerah untuk mengoptimalkan penyimpanan air pada akhir musim hujan dengan cara memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.
Semua pihak juga diimbau mewaspadai dan mengantisipasi dampak bencana yang diakibatkan oleh cuaca atau iklim yang terjadi di musim kemarau.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng memetakan, ada 3.277.108 hektar lahan yang terancam kekeringan dengan kategori sedang hingga tinggi saat kemarau. Lahan yang berpotensi mengalami kekeringan itu tersebar merata di hampir seluruh kabupaten/kota di Jateng.
”Ada tiga kabupaten/kota yang masuk kategori kerawanan tinggi, yakni Cilacap dengan luasan lahan sekitar 212.477 hektar, Banyumas dengan luasan lahan sekitar 133.540 hektar, dan Kendal dengan luasan lahan sekitar 111.813 hektar,” kata Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Jateng Muhammad Chomsul.
Sementara itu, untuk wilayah dengan kerawanan kemarau sedang berada di Grobogan dengan luas lahan sekitar 201.386 hektar, Brebes seluas 190.237 hektar, dan Blora seluas 182.159 hektar.
Pemerintah Provinsi Jateng mulai berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menyiapkan langkah-langkah mengantisipasi dampak kekeringan. Salah satu upayanya adalah memastikan cadangan air untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau.
Sekretaris Daerah Jateng Sumarno mengatakan, pada musim kemarau, ketersediaan air cenderung lebih sedikit. Hal itu dikhawatirkan turut berpengaruh pada sektor pertanian, termasuk pada pola tanam. Untuk itu, Pemprov Jateng telah mengalokasikan pupuk subsidi sebagai persiapan perubahan pola tanam bagi para petani.
”Dari pemerintah pusat sudah ada alokasi pupuk subsidi untuk Jateng dan sudah kami tindak lanjuti alokasinya. Alokasinya 9,55 juta ton pupuk organik untuk sembilan jenis komoditas, meliputi padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao,” ucap Sumarno.
Penyiapan pupuk subsidi itu dinilai Sumarno penting untuk mengantisipasi perubahan pola tanam. Hal itu dilakukan agar target produksi pangan Jateng tercapai. Apalagi, Jateng juga menjadi salah satu penopang pangan nasional.
Lahan yang berpotensi mengalami kekeringan itu tersebar merata di hampir seluruh kabupaten/kota di Jateng.