Universitas Trisakti dalam Proses Menjadi PTN Berbadan Hukum
Pemerintah memperbanyak perguruan tinggi negeri berbadan hukum. Tawaran juga terbuka untuk perguruan tinggi swasta.
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi swasta yang memenuhi syarat berpotensi berubah status menjadi perguruan tinggi negeri. Dalam rancangan peraturan pemerintah yang sedang digodok, perguruan tinggi swasta bisa berproses menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum dan tata kelolanya tidak berubah banyak, hanya kepemilikan beralih dari yayasan ke pemerintah.
Peluang perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) mengemuka dari laman resmi Universitas Trisakti di Jakarta beberapa hari lalu. Di laman diinformasikan bahwa Universitas Trisakti kini berproses menjadi PTN-BH.
”Perjalanan yang tak kenal lelah menuju prestasi yang gemilang! Universitas Trisakti kini berproses menjadi PTN-BH. Bergab nglah dalam perubahan ini dan saksikan bersama kami langkah-langkah menuju masa depan pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas!” demikian pengumuman di laman resmi Universitas Trisakti.
Baca juga: Biaya Kuliah Makin Tinggi, PTN Badan Hukum Perlu Dikaji
Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Lukman, di Jakarta, Rabu (8/5/2024), membenarkan ada rencana dan masih dalam proses untuk menjadikan Universitas Trisakti sebagai salah satu PTS di Jakarta menjadi PTN-BH.
Penegerian PTS bisa dilakukan pemerintah jika yayasan bersedia untuk mengalihkan kepemilikan pada pemerintah. Di Universitas Trisakti, ada investasi pemerintah.
Dalam penegerian PTS, lazimnya dimulai dari PTN satuan kerja (satker). Pemerintah membiayai penyelenggaraan pendidikan hingga mengalihstatuskan dosen dan tenaga kependidikan yang ada menjadi pegawai pemerintah.
”Untuk penegerian PTS menjadi PTN Satker butuh dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekitar Rp 5 triliun sampai Rp 10 triliun. Jika langsung berstatus PTN-BH, berarti harus siap mandiri secara finansial sehingga tidak membebani keuangan negara,” ujarnya.
Lukman menegaskan, rencana untuk mengubah status PTN-BH pada Universitas Trisakti bukan berarti ”menganakemaskan”. Peluang serupa terbuka bagi PTS lain yang berminat, selama memenuhi ketentuan pemerintah. ”Semuanya masih menunggu rancangan peraturan pemerintah yang disusun. Diharapkan tahun ini bisa selesai,” ucapnya.
Lukman memaparkan, di awal pendirian Universitas Trisakti pada tahun 1965, pemerintah berperan besar, lalu dalam perjalanannya murni dikelola Yayasan Trisakti, hingga PTS ini berkembang. Kemudian muncul konflik di dalam yayasan sehingga sempat mengganggu proses pendidikan.
Pemerintah, melalui Kemendikburistek, pada tahun 2016 mulai turun tangan untuk menyelamatkan proses akademik Universitas Trisakti dari konflik berkepanjangan. Rektor Universitas Trisakti pun kemudian dipimpin pejabat di Diktiristek, pada 2016-2021 dipimpin Ali Ghufron Mukti. Pada tahun 2021 hingga sekarang dipimpin rektor definitif, yakni Kadarsah Suryadi, mantan Rektor Institut Teknologi Bandung.
Lukman menambahkan, kondisi kepengurusan yayasan di Universitas Trisakti makin kondusif. Di dalam yayasan ada perwakilan dari Kemendikbudristek, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pertahanan. Lukman menjadi Ketua Pembina Yayasan Trisakti.
”Sebenarnya Universitas Trisakti kini tanpa status PTN-BH juga sudah bisa jalan dan baik. Namun, kita ingin agar nanti Universitas Trisakti tidak lagi jadi ’bancakan’ orang per orang karena sudah ada investasi pemerintah, ada rencana untuk bisa menjadi PTN. Namun, statusnya langsung PTN-BH supaya tetap dikelola dengan leluasa dan otonom,” ungkap Lukman.
Kini Universitas Trisakti meraih akreditasi unggul. Secara finansial juga kuat, memiliki usaha untuk meraih pendapatan di luar biaya kuliah mahasiswa, serta memiliki kepedulian sosial dan dampak bagi pembangunan bangsa dan sekitar. Kondisi ini akan menurun jika penegerian Universitas Trisakti jadi PTN dimulai dengan status PTN satuan kerja, karena yang lebih tepat berstatus PTN-BH.
”Dari Yayasan Trisakti mendukung. Sampai saat ini belum ada penetapan karena masih berproses untuk mengikuti syarat ketentuan menjadi PTN-BH. Sebab, nanti ada penyerahan kepada pemerintah dan dikaji betul kelayakan finansialnya,” kata Lukman.
Jika payung hukum sudah ditetapkan, PTS lain juga punya hak yang sama untuk mengajukan menjadi PTN-BH. Saat ini ada sekitar 150 PTS terakreditasi unggul yang layak, tetapi masih ada sejumlah syarat lain yang harus dipenuhi.
Ketika PTS beralih status menjadi PTN-BH, lanjut Lukman, bukan berarti bisa leluasa mendapatkan mahasiswa baru sebanyak-banyaknya. Sebab, ada ketentuan rasio dosen : mahasiswa yang harus dipatuhi karena berpengaruh pada penilaian akreditasi.
Selain itu, PTS yang jadi PTN-BH wajib memenuhi ketentuan minimal 20 persen mahasiswa mendapat beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, tapi bukan dari kuota pemerintah. ”Universitas Trisakti sudah memberi beasiswa sekitar 15 persen dari total mahasiswa. Penetapan biaya kuliah mengacu pada uang kuliah tunggal yang ditetapkan pemerintah,” kata Lukman.
Secara bertahap, lanjut Lukman, PTN di Indonesia akan beralih menjadi PTN-BH. Saat ini baru ada 21 PTN-BH yang difokuskan untuk mengejar kualitas menjadi universitas berkelas dunia. Indonesia baru memiliki lima PTN yang berada di peringkat 500 top dunia.
Fokus kualitas
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Pusat Budi Djatmiko memaparkan, penegerian PTS bisa dilakukan. Kehadiran PTN dibutuhkan sebagai penyangga bagi masyarakat, terutama di daerah pedalaman dan pedesaan untuk membuka akses ke pendidikan tinggi. Tidak kalah penting mengutamakan peningkatan program studi pascasarjana dan prodi langka.
”Jika menjadikan PTN-BH, ya, sebenarnya sama saja dengan menjadi PTS. PTN pun jadi mencari uang dan tidak fokus untuk menjadi penyangga dalam peningkatan mutu pendidikan tinggi yang dibutuhkan bangsa,” ucapnya.
Menurut Budi, menawarkan PTS menjadi PTN-BH bukan solusi sesungguhnya. Hal ini dinilai sebagai upaya lepas tangan pemerintah untuk secara serius meningkatkan anggaran negara guna mendukung pendidikan tinggi bermutu, relevan, dan terjangkau. Kebijakan ini juga menimbulkan kompetisi makin tidak sehat antara PTS dan PTN-BH.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Thomas Suyatno mengatakan, pihaknya menolak upaya penegerian PTS. Apalagi menjadi PTN-BH dinilai tak sesuai ketentuan yang ada di atasnya, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Baca juga: Anggaran Pendidikan Tinggi Minim, Akses Kuliah di Indonesia Masih Berat
Menurut Thomas, PTS didirikan badan hukum nirlaba yang pada umumnya berbentuk yayasan. Di yayasan ada tiga organ, yakni pembina, pengurus, dan pengawas. Kekuasaan tertinggi ada pada pembina. ”Pemerintah harus ekstra hati-hati menegerikan PTS jika tidak melalui peraturan perundangan yang berlaku di bidang pendidikan tinggi dan aturan tentang yayasan,” tuturnya.