Bonggol Jagung Mulai Digunakan untuk ”Co-Firing” PLTU di Sumbawa
Tidak hanya bahan sampah dan serbuk kayu, PLN NTB juga mulai menggunakan bonggol jagung sebagai bahan biomassa untuk ”co-firing” di pembangkit listrik tenaga uap di NTB.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
DOKUMENTASI PLN NTB
Proses pencampuran bonggol jagung dengan batubara di PLTU Sumbawa, Jumat (20/5/2022). Bonggol jagung mulai digunakan sebagai bahan biomassa untuk co-firing di PLTU Sumbawa.
MATARAM, KOMPAS — PLN NTB terus berupaya meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam usaha penyediaan listrik. Salah satunya menggunakan biomassa sebagai substitusi batubara di pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU. Setelah serbuk kayu dan sampah berjalan di PLTU Jeranjang, Lombok Barat, kini mekanisme co-firing biomassa juga menggunakan bahan bonggol jagung di PLTU Sumbawa.
General Manager PLN NTB Sudjarwo dalam keterangan resminya di Mataram, Selasa (24/5/2022), mengatakan, mekanisme co-firing (pencampuran bahan bakar batubara dengan biomassa) merupakan salah satu upaya PLN dalam menekan emisi karbon dengan penggunaan biomassa sebagai bahan bakar substitusi di PLTU. Hal itu sekaligus salah satu wujud transformasi PLN pilar ”Green” (salah satu transformasi PLN).
Menurut Djarwo, untuk Pulau Sumbawa, jenis biomassa yang digunakan untuk co-firing adalah bonggol jagung. Hal itu karena pulau tersebut merupakan sentra penghasil jagung terbesar di NTB.
Sebelum dimanfaatkan sebagai bahan co-firing, kata Djarwo, bonggol jagung telah melalui pengujian. Hal itu mulai dilaksanakan Agustus 2021.
”Dengan besaran itu, bonggol jagung dapat memproduksi energi 300 megawatt hour atau MWh per hari. Itu setara dengan mengalirkan listrik ke 116 pelanggan daya 450 volt ampere selama satu bulan penuh,” kata Djarwo.
Oleh karena itu, setelah Go Live Komersial Co-Firing PLTU yang dilaksanakan di PLN Unit Pelaksana Pembangkitan Tambora, Taliwang, Sumbawa Barat, pada Jumat (20/5/2022), keberlanjutan pasokan bonggol jagung sangat penting.
Djarwo berharap dukungan dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan sehingga suplai bonggol jagung ini dapat terjaga untuk memenuhi kebutuhan biomassa dalam proses co-firing PLTU Sumbawa.
ISMAIL ZAKARIA
Campuran batubara dengan serbuk kayu ditunjukkan di area coal yard Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (11/10/2021). Sejak akhir 2020, PLN UIW NTB mulai mendorong penggunaan biomassa seperti sampah dan serbuk kayu sebagai substitusi batubara di PLTU Jeranjang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Amar Nurmansyah yang turut hadir dalam acara peluncuran menyambut positif co-firing biomassa dari bahan bonggol jagung. Menurut dia, Sumbawa memiliki banyak potensi untuk biomassa selain jagung dan pemerintah daerah siap memberikan dukungan untuk program tersebut.
Bauran EBT
Pada 2025, Indonesia menargetkan peran energi baru dan terbarukan sedikitnya 23 persen dalam bauran energi.
Untuk mempercepat capaian target 23 persen tersebut, pembangkit listrik energi terbarukan terus dikembangkan. Pemerintah juga menempuh strategi substitusi bahan bakar fosil ke bahan yang lebih ramah lingkungan.
Strategi itu, antara lain, metode co-firing pada pembangkit listrik tenaga uap dan pemanfaatan biodiesel dari minyak kelapa sawit (Kompas, 25/10/2021).
ISMAIL ZAKARIA
Warga mengambil upah dengan mengisi serbuk kayu ke dalam karung di daerah Lembah Sempage, Narmada, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (11/10/2021). Serbuk kayu tersebut kemudian didistribuskan ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Gerung, Lombok Barat. Sejak akhir 2020, PLN UIW NTB mulai mendorong penggunaan biomassa, seperti sampah dan serbuk kayu, sebagai substitusi batubara di PLTU Jeranjang. Sayangnya, pasokan biomassa masih terbatas, bahkan belum mampu memenuhi kebutuhan 3 persen (sekitar 45 ton) seluruh unit pembangkit PLTU Jeranjang yang berkapasitas 3x25 MW.
Di NTB, metode co-firing telah dimulai sejak 2020. Hal itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) tentang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Sampah menjadi Sumber Energi antara Gubernur NTB dan General Manager PLN Unit Induk Wilayah NTB.
Sebelum bonggol jagung, metode co-firing telah lebih dahulu dilakukan di PLTU Jerangjang, Lombok Barat. Ada tiga bahan baku yang digunakan, yakni sampah organik dan anorganik, sekam padi, serta serbuk kayu.
Dalam perjalanannya, PLTU Jerangjang saat ini masih memanfaatkan dua bahan, yakni sampah dan serbuk kayu. Sementara sekam padi dihentikan.
Dengan besaran itu, bonggol jagung dapat memproduksi energi sebanyak 300 megawatt hour atau MWh per hari. (Sudjarwo)
Supervisor Senior Pengelolaan Energi Primer PLTU Jeranjang Slamet Supriyanto sebelumnya mengatakan, sekam padi terhenti lantaran sifatnya yang musiman. Selain itu, nilai kalor sekam padi rendah atau sekitar 2.000 kilokalori per kilogram (kkal/kg). Angka tersebut jauh di bawah nilai kalor batubara yang sekitar 4.000 kkal per kg (Kompas, 18/10/2021).