Kopi Jadi Komoditas Penggerak Koperasi dan UMKM Indonesia
Komoditas kopi, yang belakangan banyak dimanfaatkan untuk membuka usaha kedai kopi, menggerakkan kinerja koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah. ICO mencatat Indonesia merupakan produsen kopi keempat terbesar dunia.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pengepakan kopi.
JAKARTA, KOMPAS — Komoditas kopi, yang belakangan ini semakin banyak dimanfaatkan untuk membuka usaha kedai kopi, menggerakkan kinerja usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi. Hal ini dibuktikan dengan 96 persen perkebunan kopi Indonesia yang dikuasai oleh 1,3 juta petani dan lebih dari 2.950 kedai kopi dikelola oleh anak muda dan pelaku ekonomi kreatif.
“Di tengah pandemi Covid-19, setiap negara tengah mencari keunggulan produk domestiknya masing-masing. Ini penting agar Indonesia tidak terus-menerus mengekor ke negara-negara maju. Kopi dan rempah adalah komoditas unggulan negara kita yang harus dikelola dengan baik, kuasai inovasi teknologinya, upayakan secara optimal agar punya nilai tambah, mampu menyejahterakan petani, dan menjadi produk yang berkelanjutan,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Teten menyampaikan hal itu dalam acara sarasehan ”Kebangkitan Kopi Rempah Nusantara” yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IKA Faperta IPB) di IPB Convention Center, Bogor, Sabtu (21/5/2022). Menurut Teten, ada tiga tantangan pengembangan kopi rakyat, di antaranya lemahnya kelembagaan usaha yang umumnya masih perseorangan, rendahnya produktivitas dan kualitas produk UMKM dan koperasi, serta kesulitan akses pembiayaan dan pasar.
Kementerian Koperasi dan UKM berjanji ingin memberikan dukungan dari hulu hingga hilir. Dari hulu, kementerian ini menyatakan kesiapannya untuk memperkuat kelembagaan usaha melalui korporatisasi petani kopi berbasis koperasi dan pengembangan model bisnis terintegrasi hulu-hilir dari mulai produksi, akses pembiayaan, rantai pasok hingga pemasaran.
Teten menambahkan, pihaknya sudah melakukan beberapa piloting terkait korporatisasi petani ini. Salah satunya, Koperasi Produsen Baitul Qiradh Baburrayyan di Aceh Tengah yang diusahakan untuk menguasai pasar ekspor 345,6 ton Kopi Arabica Gayo ke pasar Amerika Serikat dan Eropa. ”Ini akan menjadi satu-satunya koperasi yang memiliki akses penjualan kopi langsung ke Starbucks,” kata Teten.
Selain itu, Koperasi Klasik Beans-Sunda Hejo di Jawa Barat yang mengonsolidasikan petani perhutanan sosial dan akan memasok kopi specialty untuk kebutuhan dalam negeri dan mancanegara. Selain itu, ada Koperasi Kopi Wanita Gayo (Kokowagayo) yang menjadi satu-satunya koperasi wanita di Asia Tenggara yang masuk dalam Organic Product Trading Company (OPTCO) Cafe Femenino. Petani kopi perempuan berjumlah 409 orang dan mengelola lahan sebesar 342 hektar.
”Hingga sekarang, sebanyak 70 persen produksi kopi dari petani kopi di Indonesia sudah dapat memenuhi ekspor ke Amerika Serikat, 20 persen diekspor ke Eropa, dan 10 persen diekspor ke Australia,” kata Menteri Teten.
Dari sisi hilir, Kementerian Koperasi dan UKM mendorong konsumsi kopi di dalam negeri. Anak muda menjadi kunci atau konsumen potensial mengingat gaya hidup anak muda yang kini semakin kerap bersosialisasi dalam kelompok kecil ataupun besar. Hal ini dilakukan dengan perluasan kedai kopi ke daerah secondary city melibatkan komunitas kreatif dan basis pesantren.
Menurut Teten, kopi telah disinergikan ke dalam prioritas tahun 2022, yaitu pemulihan transformatif, sebagaimana terafirmasi bahwa sebesar 70 persen program kementerian menyasar kelompok anak muda, perempuan dan usaha ramah lingkungan, termasuk usaha berbasis kopi.
”Kami juga mematok 40 persen pembiayaaan LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir) ke sektor rill agar memacu pembiayaan perbankan dan non-perbankan lebih terkonsolidasi ke dalam ekosistem sektor produktif, termasuk kopi. Kami menargetkan sebesar 20 juta UMKM sudah masuk ke dalam ekosistem digital, termasuk bisnis kopi,” kata Teten.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Buah kopi liberika ditunjukkan di sebuah kebun di Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (6/2/2020). Para petani dan pegiat kopi Kendal berupaya mengangkat kopi yang juga dikenal sebagai kopi nangka, kopi gede, atau kopi bariah ini
Kopi tak lagi sekadar minuman, apalagi kini diracik dengan rempah nusantara. Kopi telah menjelma menjadi kebutuhan hidup, memasok energi, dan menjadi bahasa universal bagi semua kalangan tanpa batas usia. Berdasarkan Laporan International Coffee Organization (ICO), Indonesia telah menempati peringkat empat produsen kopi terbesar di dunia dengan total produksi 12 juta karung kopi berukuran 60 kilogram pada tahun 2014-2019.
Selain itu, meskipun produksi kopi mengalami penurunan saat pandemi, harga kopi dunia naik 1,02 persen dari 748,6 juta dollar AS menjadi 756,2 juta dollar AS pada 2021. Dalam jangka panjang, konsumsi kopi dunia diperkirakan akan terus meningkat, paling sedikit tumbuh minimal 2 persen per tahun. Sementara di daerah Asia Timur dan Tenggara tumbuh di atas 5 persen.
Berdasarkan Laporan International Coffee Organization (ICO), Indonesia telah menempati peringkat keempat produsen kopi terbesar di dunia dengan total produksi 12 juta karung kopi berukuran 60 kilogram pada tahun 2014-2019.
Kepala Subdirektorat Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Normansyah Hidayat Syahruddin menambahkan, produksi kopi Indonesia pada 2021 telah mencapai sekitar 670.000 ton. Indonesia telah menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia.
”Kami pada awal tahun 2022 juga sudah melakukan gerakan menanam kopi serentak di Kabupaten Bandung. Kami fokus untuk melakukan korporasi perkebunan. Ini bentuk penguatan lembaga petani yang diharapkan membuat konsisten ekspor pasokan produksi kopi dan daya jualnya,” kata Normansyah.
Ketua Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Octen Suhadi menegaskan bahwa pihaknya senantiasa menjadi pelopor kebangkitan kopi nusantara. IPB diharapkan dapat mengembalikan kejayaan kopi nusantara.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Suasana interaksi produsen dan konsumen di salah satu warung kopi yang khusus menjual kopi asli Sumatera Selatan di Palembang, Senin (16/10/2017) malam. Kopi asli Sumatera Selatan semakin diminati penikmat kopi. Hal ini tampak dari semakin banyak bermunculan warung kopi yang khusus menjual kopi asli Sumatera Selatan.
Sementara Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB Ernan Rustiadi menuturkan, komoditas kopi telah membuat petani bukan hanya sebagai penghasil buah segar saja, tetapi juga mendapatkan nilai tambah.
”Petani kopi saat ini bukan hanya penghasil buah segar saja, tetapi juga dapat menghasilkan ‘gabah’ kopi, mengolah ceri menjadi green bean, roasting untuk jadi kopi bubuk dan bahkan ada yang punya kafe sendiri. Ini dinikmati petani nilai tambahnya. Ini karena hilirisasi kopi yang baik di Indonesia,” kata Ernan.