Antisipasi Bencana, Lumbung Sosial Pangan Dibangun di Kabupaten Kupang
Pemerintah membangun lumbung sosial pangan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, dalam rangka mengantisipasi dampak bencana. Kabupaten Kupang terpilih karena daerah ini sangat rawan bencana.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
OELAMASI, KOMPAS — Mengantisipasi kejadianbencana di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kementerian Sosial membangun tiga lumbung sosial untuk pangan di tiga lokasi di Kabupaten Kupang. Keberadaan lumbung sosial ini untuk membantu warga pada masa tanggap darurat pascabencana. Lumbung pangan ini bisa juga dibangun di setiap desa oleh setiap suku di desa itu.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kupang Anis Masneno di Oelamasi, ibu kota kabupaten, Kamis (7/4/2022), mengatakan, saat terjadi badai Seroja 2021, tim penanggulangan bencana sangat sulit masuk ke daerah-daerah terpencil di Kabupaten Kupang.
Sejumlah ruas jalan putus sehingga kendaraan tidak mampu menjangkau wilayah itu. Tim yang membawa bantuan tanggap darurat harus menggunakan helikopter untuk menjangkau wilayah itu.
Karena bencana tersebut, tahun ini Kementerian Sosial membantu pembangun tiga lumbung sosial pangan di Kabupaten Kupang.Lumbung sosial di Kecamatan Amarasi untuk penanganan pascabencana di Kecamatan Amarasi, Amarasi Selatan, Amarasi Timur, Amarasi Barat, dan Amabi Afeto.
Pembangunan lumbung sosial di Kecamatan Fatuelu Barat membawahkam Kecamatan Sulamu, Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut, dan Amfoang Utara.
Sementara lumbung pangan sosial di Kecamatan Amfoang Tengah untuk mengantisipasi dampak bencana selain di Amfong Tengah, juga Kecamatan Takari dan Kecamatan Amfoang Timur. Tiga lokasi yang dijadikan pusat pembangunan lumbung sosial ini merupakan lokasi strategis.
Jika terjadi bencana seperti hidrometeorologi (La Nina), El Nina, bencana vulkanik, dan bencana lain, petugas tanggap darurat bencana dengan mudah segera mendistribusikan bantuan pangan yang tersedia di tiga lumbung sosial pangan tersebut. Lumbung sosial ini terpusat di setiap kantor camat.
”Tahap pertama pengisian bahan pangan ini oleh Kementerian Sosial berupamakanan siap saji, kain selimut, bahan bakar minyak, genset, terpal, tikar plastik, dan lain-lain. Ke depan, lumbung sosial diisi oleh pemkab dan para donor jika terjadi bencana di lapangan,” kata Masneno.
Lahan suku ditanami jenis pangan apa saja, terutama padi, jagung, dan umbi-umbian, yang kemudian bisa diolah menjadi gaplek agar bisa bertahan sampai puncak kemarau nanti.
Lumbung sosial ini juga suatu saat akan dikembangkan di desa-desa penerima dana desa untuk membantu ketahanan pangan di desa itu. Dana desa bisa digunakan untuk pengadaan bahan pangan desa sesuai kesepakatan berbagai pihak. Bahan pangan ini bisa disumbangkan oleh setiap kepala keluarga di desa itu atau dibeli dengan dana desa yang ada.
”Tentu ini akan dimusyawarahkan di desa itu, termasuk cara mendapatkan pangan, entah dibeli warga dengan harga murah atau didapatkan secara gratis, atau pangan yang didapatkan saat itu dikembalikan periode berikut oleh penerima,” katanya.
Raja Amfoang, Kabupaten Kupang, Roby Mano mengatakan, meski dekat dengan ibu kota provinsi, masih banyak infrastruktur jalan danjembatan yang harus diperbaiki atau dibangun.
Jalan yang menghubungkan desa-desa di wilayah itu hampir 85 persen dalam kondisi rusak. Biaya angkutan menuju desa itu pun sampai Rp 500.000 per penumpang, terutama biaya jasa ojek.
Ia mengakui, jalan utama dari Oelamasi menuju sejumlah kecamatan di perbatasan RI-Timor Leste sudah rampung, tetapi masih ada ruas jalan yang perlu terus dibangun untuk menghubungkan kecamatan tertentu, seperti Amfoang Utara.
Kabupaten Kupang terkenal dengan sumber daya alamnya, terutama hasil hutan, seperti madu, kayu cendana, pisang, jagung, padi, dan umbi-umbian. Setiap suku dalam desa itu membentuk satu kebun tani di tempat hak ulayat suku, sekaligus satu atau beberapa kelompok tani beranggotakan suku itu.
Jadi, setiap hari Jumat, saat kerja bakti pembersihan desa, antara lain, bisa dimanfaatkan untuk bekerja di kebun itu. Kebun menjadi tanggung jawab kelompok tani dari suku itu.
”Lahan suku ditanami jenis pangan apa saja, terutama padi, jagung, dan umbi-umbian, yang kemudian bisa diolah menjadi gaplek agar bisa bertahan sampai puncak kemarau nanti,” kata Mano.
Pangan yang disimpan tetap diprioritaskan agar bisa bertahan sampai puncak kemarau. Lumbung pangan dibangun oleh suku secara gotong royong dengan memanfaatkan material bangunan hasil hutan setempat.
Lumbung pangan setiap suku di desa ini, karena dibentuk secara kekeluargaan, persaudaraan, kerja sama, dan gotong royong, lebih kuat terbangun. Suku biasanya terbentuk karena satu turunan atau satu nenek moyang. Rasa persaudaraan di antara suku itu sangat kuat. Modal ini bakal sukses dalam pembangunan lumbung pangan dan kegiatan-kegiatan lain.
”Lahan pertanian yang sudah diambil paksa pemda atas nama pembangunan dikembalikan ke suku itu. Pemda juga tidak mungkin mengolah lahan itu kecuali bekerja sama dengan pihak ketiga, tetapi apa dampak konkret bagi warga dalam suku itu. Pihak ketiga, yakni pengusaha, tidak mungkin mau rugi,” kata Mano.