Harga Minyak Goreng di Sulut Berangsur Turun meski Stok Masih Terbatas
Harga minyak goreng di Manado, Sulut, berangsur menurun meskipun masih di atas harga eceran tertinggi. Pasokan diklaim cukup meski tak melimpah. Namun, beberapa toko ritel sedang kehabisan stok.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Harga minyak goreng di Manado, Sulawesi Utara, berangsur menurun meskipun masih di atas harga eceran tertinggi. Pemerintah mengklaim pasokan minyak goreng cukup untuk memenuhi kebutuhan warga sekalipun tidak melimpah. Kendati begitu, beberapa toko ritel sedang kehabisan stok.
Di Pasar Bersehati yang merupakan pasar induk di Manado, harga minyak goreng pada Senin (7/3/2022) berada di kisaran Rp 16.000 per liter. Mayoritas pedagang menjualnya dalam botol-botol air mineral ukuran 1,5 liter atau dalam kantong plastik transparan yang diikat dengan karet. Minyak goreng kemasan premium nyaris tidak tampak.
Masito Pakaya (36), salah satu pedagang, menjual sebotol minyak goreng 1,5 liter seharga Rp 25.000 atau sekitar Rp 16.660 per liter. Ia juga menyediakan kemasan 600 mililiter dengan harga Rp10.000. ”Setiap hari orang pasti ambil, jadi dagangan selalu habis,” katanya.
Minyak goreng yang ia jual bermerek AMR dan didapatkan dari distributor seharga Rp 297.000 untuk satu jeriken ukuran 22 liter atau Rp 13.500 per liter. Masito pun tidak punya pilihan untuk menjualnya di atas harga eceran tertinggi (HET), yaitu Rp 13.500 untuk minyak goreng kemasan sederhana, supaya bisa balik modal.
Kendati begitu, ia menyebut, pasokan minyak goreng sudah lebih lancar. Pada Januari lalu, harga satu jeriken di agen bisa mencapai Rp 360.000 atau Rp 16.360 per liter. Tiap pedagang pun hanya diperbolehkan mengambil satu jeriken. ”Waktu itu harus lama antre. Tetapi, sekarang sudah boleh ambil dua atau tiga jeriken, sudah aman,” katanya.
Di lapak milik Mariam Nabu (37), sebotol minyak goreng 1,5 liter dibanderol Rp 23.000 atau Rp 16.000 per liter. Sebagian minyak goreng itu juga dikemas dalam kantong plastik berisi 1 liter dan 0,5 liter.
Setiap hari, Mariam menyediakan stok tiga hingga empat jeriken dan selalu habis terjual, termasuk selama dua bulan lalu ketika ia menetapkan harga Rp 19.000 per liter. ”Kebanyakan pelanggan saya punya rumah makan dan restoran. Biar mahal, orang tetap akan beli,” katanya.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulut Ronny Erungan mengatakan, harga minyak goreng sempat melambung pada awal 2022. Sebagai respons, pihaknya bekerja sama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menggelar operasi pasar di berbagai tempat sejak awal Februari.
Kendati begitu, ia menyebut ada anomali di tengah keadaan ini. Di Pasar Bersehati yang menjadi lokasi operasi pasar setiap hari, tidak pernah terjadi kepanikan. ”Kami tidak pernah menemui orang berjubel mengantre. Tidak ada panic buying,” kata Ronny.
Ketika mereka dapat pasokan dari pabrik di Bitung ataupun di Jawa, langsung dilego. Barang di gudang hampir tidak pernah bermalam (Ronny Erungan).
Di Kantor Gubernur, dari 2.500 liter yang disediakan, hanya 1.000 liter yang laku terjual. Di Desa Kali, Pineleng, Kabupaten Minahasa, hanya 600 liter yang terjual dari total persediaan 1.000 liter meski satu orang diperbolehkan membeli maksimal 6 liter. Adapun di Bolaang Mongondow Timur, tim operasi pasar harus berpindah tiga kali demi menjual 1.200 liter.
Ia pun menyimpulkan, stok minyak goreng di Sulut memang terbatas, tetapi masih cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat yang mencapai 2,65 juta liter per bulan. ”Ini juga menunjukkan kuatnya daya beli warga Sulut. Selama minyak goreng ada, warga akan tetap beli meskipun harga tinggi,” kata Ronny.
Para distributor pun, lanjut Ronny, tidak pernah menahan minyak goreng. ”Ketika mereka dapat pasokan dari pabrik di Bitung ataupun di Jawa, langsung dilego. Barang di gudang hampir tidak pernah bermalam,” ujarnya.
Ritel
Kendati begitu, beberapa toko ritel kehabisan stok minyak goreng, seperti swalayan Multimart di bilangan Tikala Baru. Di rak minyak goreng, hanya terdapat tiga botol minyak jagung 2 liter seharga Rp 143.500. Masih tertera harga minyak goreng kemasan premium yang jauh di atas HET, tepatnya di kisaran Rp 21.100 hingga Rp 25.600 per liter.
Stok minyak goreng juga sudah habis di swalayan Freshmart di Tikala Baru. Hanya tersedia minyak makan jenis lain, seperti minyak jagung, minyak zaitun, dan minyak kelapa. Harganya pun mencapai Rp 96.000 per liter, jauh di atas minyak goreng dari kelapa sawit.
Robert Nayoan, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Sulut, mengatakan, pasokan minyak goreng dari distributor memang tidak normal sejak pemberlakuan HET oleh pemerintah, yaitu 13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana dan Rp 14.000 per liter untuk kemasan premium.
”Distributor hanya mampu memenuhi 20 persen sampai 30 persen dari total pesanan kami. Karena itu, pelayanan kami batasi, satu konsumen cuma boleh membeli maksimal 2 liter kemasan kantong atau jeriken 7 liter. Itu pun belum mencukupi karena pasokan dari distributor masuk tiga atau empat hari sekali,” kata Robert.
Kepala Disperindag Sulut Edwin Kindangen mengatakan, distribusi minyak goreng memang masih tersendat. Beberapa toko ritel kekurangan stok karena sebagian mengandalkan kiriman dari Jawa. ”Seandainya mereka mengandalkan produk pabrikan di Bitung, pasokan akan lebih lancar,” katanya.
Terdapat tiga pabrik minyak goreng di Sulut, yaitu PT Bitung Manado Oli Limited (Bimoli), PT Agro Makmur Raya (AMR), dan PT Multi Nabati Sulawesi (MNS). Edwin mengatakan, pihaknya telah meminta pabrik-pabrik tersebut memproduksi sesuai konsumsi masyarakat Sulut.
Namun, masalah utama yang membelit industri minyak goreng di Indonesia adalah kurangnya bahan baku, yaitu minyak kelapa sawit mentah (CPO). Sulut juga tidak memiliki perkebunan kelapa sawit sehingga semua bahan baku harus didatangkan dari daerah lain, terutama Sumatera Utara.
Menurut Edwin, pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menyiapkan dana Rp 7,6 triliun untuk menyediakan minyak goreng kemasan sebesar 250 juta liter per bulan selama enam bulan. Pasokan CPO ke Sulut pun akan tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.