Pemerintah menyiapkan langkah mentransformasi industri asuransi dan industri keuangan nonbank atau IKNB lainnya untuk memperkuat industri asuransi sekaligus meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah menyiapkan langkah untuk mentransformasi industri asuransi dan industri keuangan nonbank atau IKNB lainnya. Upaya ini dilakukan guna memperkuat industri asuransi sekaligus meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat yang terganggu akibat kasus gagal bayar klaim yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera.
Langkah transformasi yang disiapkan pemerintah antara lain pembentukan lembaga penjamin polis, penguatan landasan hukum bagi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), omnibus law sektor keuangan berupa Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, serta penguatan regulasi terkait dengan pengawasan dan tata kelola IKNB oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Transformasi IKNB dilakukan menyusul persoalan yang terjadi pada industri asuransi jiwa. Jiwasraya, Bumiputera, dan Asabri diduga mengalami kerugian investasi dalam jumlah besar. Akibatnya, Jiwasraya gagal membayar klaim nasabah sebesar Rp 12,4 triliun hingga akhir 2019.
Perlindungan polis
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, salah satu amanat Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian adalah penyelenggaraan program perlindungan polis. Tujuannya menciptakan kepercayaan terhadap lembaga asuransi dan mencegah potensi penyelewengan. Program perlindungan polis akan dijalankan lembaga tersendiri.
”Lembaga itu seperti lembaga penjamin simpanan untuk perbankan, sedangkan lembaga penjamin polis untuk perasuransian,” kata Sri Mulyani, pekan ini di Jakarta. Dalam UU No 40/2014 tentang Perasuransian disebutkan, pemerintah memberikan perlindungan atas pemegang polis melalui program penjaminan polis. Program bertujuan menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta perusahaan asuransi.
Aspek terkait asuransi dinilai kompleks, yang ditilik berdasarkan jenis usaha, lini usaha, dan prinsipnya.
Menurut Sri Mulyani, proses pembentukan lembaga penjamin polis masih dalam kajian internal pemerintah. Nantinya pemerintah menerbitkan payung hukum lembaga penjamin polis berupa RUU Program Penjaminan Polis. RUU ini mengatur detail pelaksanaan program penjaminan polis seperti diamanatkan UU No 40/2014.
Penyusunan RUU Program Penjaminan Polis tidak sekadar mengatur lembaga, tetapi juga skema dan desain program penjaminan polis. Aspek terkait asuransi dinilai kompleks, yang ditilik berdasarkan jenis usaha, lini usaha, dan prinsipnya.
Sistem keuangan
Terkait dengan stabilitas sistem keuangan, Sri Mulyani mengatakan, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan belum mampu mencakup sektor keuangan keseluruhan. Landasan hukum KSSK hanya fokus pada permasalahan bank sistemik. ”Masalah dalam lembaga keuangan nonbank tak tecermin dalam UU No 9/2016. KSSK tak memiliki wadah untuk mengatasi masalah lembaga keuangan nonbank,” ujar Sri Mulyani.
Kini, persoalan terkait dengan lembaga keuangan nonbank, termasuk perasuransian, ditangani aturan di setiap otoritas sektor keuangan. Belum ada harmonisasi aturan penanganan sektor keuangan nonbank, termasuk asuransi, di antara lembaga KSSK yang terdiri dari Bank Indonesia, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Kemenkeu.
Guna mengakomodasi seluruh aturan sistem keuangan itu, pemerintah menyusun omnibus law sektor keuangan, RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. RUU ini meliputi pembentukan lembaga penjamin polis asuransi, peraturan mengenai keberadaan teknologi finansial, dan penguatan pengawasan oleh OJK.
”Selama ini, kerangka penanganan dan pencegahan krisis belum sempurna sehingga diperlukan peraturan perundangan yang bisa menjawabnya,” kata Sri Mulyani. Untuk memperkuat pengawasan, OJK akan memperkuat regulasi dan pengawasan sektor asuransi dan IKNB lainnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, tiga fokus utama OJK mereformasi IKNB adalah penguatan pengawasan berbasis risiko yang meliputi aspek kehati-hatian dan tata kelola manajemen risiko, reformasi institusional yang meliputi penetapan status pengawasan, serta reformasi infrastruktur yang meliputi sistem informasi dan pelaporan kepada OJK.
Reformasi IKNB ditargetkan tuntas dalam dua tahun. ”Kami menyadari industri asuransi membutuhkan perhatian lebih serius untuk memperbaiki governance, kehati-hatian, dan kinerjanya,” kata Wimboh. Pelaku industri asuransi jiwa menyambut baik rencana regulator memperketat pengawasan terhadap investasi yang dilakukan perusahaan asuransi dan IKNB lainnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Togar Pasaribu mengatakan, industri asuransi jiwa harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.