Pemerintah Rusia ingin membangun persepsi positif terhadap negaranya. Langkah ini dilakukan di tengah sebagian negara di dunia yang cenderung memiliki persepsi menyudutkan pada Rusia.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rusia meminta agar dunia menilai dinamika yang melibatkan Rusia dilihat lebih objektif. Selama ini, banyak negara yang cenderung memiliki persepsi menyudutkan Rusia. Sebagai negara sahabat, Indonesia dianggap berpandangan netral terkait Rusia.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengatakan, media luar negeri, khususnya dari Barat, kerap berpandangan negatif terhadap Rusia selama puluhan tahun. Kecenderungan tersebut membuat dunia terus menganggap Rusia sebagai dalang kekacauan dalam setiap dinamika yang melibatkan Rusia.
“Persepsi negatif itu diberikan tanpa bukti, sedangkan masyarakat cenderung tidak menganalisis berita yang diterima. Mereka akan percaya jika diberitahu 100 kali bahwa Rusia adalah orang jahat,” kata Vorobieva dalam kunjungan ke Menara Kompas yang diterima oleh Pemimpin Redaksi Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy di Jakarta, Kamis (23/1/2020)
Vorobieva memberi contoh, media Inggris tercatat hanya memberikan dua kali liputan bernada netral terkait Rusia, salah satunya adalah pembubaran Uni Soviet pada 1991. Selebihnya, pemberitaan yang melibatkan Rusia kebanyakan bernada negatif.
Inggris menuding Rusia sebagai pelaku yang meracuni mantan agen ganda Rusia Sergei Skripal dan putrinya, Yulia, di Wiltshire, Inggris, pada Maret 2018. Penyidik Inggris menduga mereka diserang menggunakan senjata kimia berupa turunan racun saraf Novichok yang dikembangkan militer Uni Soviet era 1970-1980. Akibatnya, puluhan diplomat Rusia diusir dari Inggris.
Menurut Vorobieva, kasus lain yang menunjukan dunia internasional menyudutkan Rusia adalah terkait insiden jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 akibat ditembak di Ukraina pada Juli 2014. Seluruh 298 penumpang dan kru meninggal dunia. Tim investigasi internasional menganggap Rusia memiliki peran dalam insiden tersebut karena sejumlah pelaku merupakan pemberontak pro-Rusia.
“Kasus-kasus itu merupakan propaganda negara barat. Rusia sudah tidak lagi memiliki senjata kimia sejak September 2017 berdasarkan Konvensi Senjata Kimia (CWC). Terkait Malaysia Airlines MH17, itu tudingan tanpa bukti dan investigasi itu sendiri berlangsung lama hingga enam tahun tanpa melibatkan Malaysia selama enam bulan,” tuturnya.
Mengutip hasil riset Pew Research Center berjudul Image of Putin, Russia Suffers Internationally, pada 6 Desember 2018, Rusia lebih banyak dilihat secara negatif ketimbang positif. Dari 25 negara yang disurvei, 16 negara melihat Rusia secara negatif, antara lain Kanada (60 persen), Amerika Serikat (64 persen), Swedia (79 persen), Belanda (79 persen), dan Jepang (68 persen).
Sedangkan empat negara dengan skor tertinggi yang mengekspresikan pandangan positif terhadap Rusia, yaitu Filipina (63 persen), Tunisia (55 persen), Korea Selatan (53 persen), dan Yunani (52 persen). Indonesia memiliki pandangan yang lumayan positif terhadap Rusia, yaitu 46 persen.
“Hasil jajak pendapat 25 negara menunjukan, Rusia memainkan perna yang lebih penting dalam masalah internasional dibandingkan satu dekade lalu. Namun peningkatan tersebut tidak diikuti oleh pandangan positif. Survei menemukan bahwa pandangan terhadap Federasi Rusia dan Presiden Vladimir Putin sebagian besar negatif,” tulis Peneliti Senior Pew Research Center, Clark Letterman, dikutip dari situs resmi.
Apresiasi Indonesia
Vorobieva melanjutkan, sebagai negara sahabat, Indonesia dan Rusia memiliki sejarah panjang. Kedua negara menjalin hubungan diplomatik sejak 1950. “Kami mengapresiasi pemberitaan di Indonesia terkait Rusia termasuk seimbang, meskipun Indonesia menggunakan media barat sebagai referensi,” tuturnya.
Rusia telah berkontribusi dalam pembangunan Indonesia sejak Indonesia merdeka. Beberapa bukti peninggalan yang masih terlihat adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) yang terbesar di Indonesia dan RSUP Persahabatan yang menjadi rujukan untuk penyakit pernapasan.
Tahun 2020 akan menjadi tahun yang penting karena hubungan bilateral kedua negara memasuki usia ke-70 tahun. Kedutaan Besar Rusia di Jakarta berencana untuk menyumbang peralatan medis dan menggelar pameran foto di RSUP Persahabatan. Selain itu, Rusia dan Indonesia akan menggelar pameran lukisan terkait pandangan pelukis Rusia terhadap Indonesia pada 3 Februari 2020.
“Rusia adalah pemain global yang menganggap Indonesia sebagai partner kunci karena memiliki pandangan independen di tingkat regional dan global. Bahkan, kedua negara memiliki beberapa pandangan similar dalam Dewan Keamanan PBB,” tutur Vorobieva.
Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia dan Rusia perlu meningkatkan hubungan ekonomi yang masih tertinggal. Eurasian Economic Union (EAEU) dan ASEAN merupakan platform yang dapat mendorong diskusi dan peluang kerja sama antara kedua pihak dalam perdagangan dan investasi.