Parlemen Ratifikasi UU Brexit, Pekan Depan Inggris Tinggalkan Uni Eropa
Mulai 1 Februari mendatang, Inggris akan memasuki masa transisi selama 11 bulan. Dalam masa transisi ini, Inggris masih tetap mengikuti aturan-aturan UE, tetapi tak punya perwakilan lagi di lembaga UE.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·5 menit baca
LONDON, KAMIS — Setelah melewati perdebatan selama beberapa tahun, parlemen Inggris pada Rabu (22/1/2020) akhirnya sepakat meratifikasi Undang-Undang Kesepakatan tentang Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit, yang disusun bersama Uni Eropa. Rancangan undang-undang itu secara resmi akan berlaku menjadi Undang-Undang setelah menerima Persetujuan Kerajaan dari Ratu Elizabeth II, paling cepat hari Kamis ini.
Ratifikasi UU Brexit di parlemen tersebut melempangkan jalan bagi Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa (UE), pekan depan pada 31 Januari mendatang, atau lebih dari 3,5 tahun setelah rakyat Inggris memilih Brexit melalui referendum bulan Juni 2016. Para pejabat UE diperkirakan akan menandatangani kesepakatan Brexit itu dalam beberapa hari ke depan.
Sementara Parlemen Eropa akan bersidang pada 29 Januari mendatang untuk membahas kesepakatan tersebut. Kesepakatan Brexit antara Inggris dan UE, antara lain, mengatur syarat-syarat perjanjian "perceraian" Inggris dari UE, hak-hak warga UE di Inggris dan hak-hak warga Inggris di UE, serta beberapa pengaturan tentang Irlandia Utara. Ratifikasi UU Brexit di Parlemen Eropa diperkirakan hanya semacam formalitas.
"Kadang-kadang terasa seperti kita tidak akan pernah melewati garis akhir Brexit itu, tetapi kita ternyata sudah melewatinya," kata PM Inggris Boris Johnson dalam sebuah pernyataan. "Sekarang kita dapat menyingkirkan rasa ‘dendam’ dan keterbelahan selama tiga tahun terakhir di belakang kita, dan kita fokus menyongsong masa depan yang cerah dan menyenangkan."
"Parlemen telah menyetujui Undang-Undang Kesepakatan Keluar (dari UE), berarti kita akan meninggalkan UE pada 31 Januari dan melangkah maju ke depan sebagai kesatuan Inggris Raya," kata Boris.
Undang-Undang tersebut disetujui Majelis Tinggi Parlemen Inggris setelah Majelis Rendah menolak seluruh perubahan-perubahan yang diusulkan Majelis Tinggi, hari Selasa lalu. Sebelumnya, Majelis Rendah--yang kini dikuasai Partai Konservatif pimpinan Johnson pasca-pemilu 12 Desember lalu--menyetujui UU Brexit tersebut. Namun, Majelis Tinggi mengajukan beberapa perubahan dalam UU itu, termasuk tentang hak-hak warga negara di negara-negara UE dan status para pengungsi anak setelah Brexit berlaku.
Dalam serangkaian pemungutan suara yang digelar Rabu, Majelis Rendah menolak kelima amandemen dan mengirimnya kembali ke Majelis Tinggi. Majelis Tinggi pun tak ingin mengamandemen UU tersebut.
Satu-satunya tahap yang tersisa bagi Inggris untuk keluar dari UE adalah persetujuan kerajaan oleh Ratu Elizabeth II. Paling cepat hal itu dapat diketahui pada Kamis ini, sekaligus membuka jalan bagi Inggris untuk meninggalkan UE pada 31 Januari 2020.
Masa transisi
Mulai 1 Februari mendatang, Inggris akan memasuki masa transisi selama 11 bulan. Dalam masa transisi ini, Inggris masih tetap mengikuti aturan-aturan UE, tetapi tak punya perwakilan lagi di lembaga UE.
Masa transisi itu akan berakhir pada 1 Januari 2021. Diharapkan, dalam tahun ini kedua pihak (Inggris dan UE) merampungkan negosiasi mengenai kemitraan ekonomi dan keamanan di masa depan.
Bagi PM Johnson, terwujudnya Inggris keluar dari UR merupakan pencapaian pribadi yang besar. Sejak terpilih menjadi PM pada tahun lalu, Johnson berjanji untuk mengakhiri pertengkaran politik di Inggris terkait Brexit selama beberapa tahun terakhir.
Karut marut politik itu telah memecah belah negara dan melumpuhkan pemerintahan secara berturut-turut. Pendahulu Johnson, Theresa May, menegosiasikan kesepakatan Brexit dengan Brussels pada 2018, tetapi Majelis Rendah menolaknya tiga kali, hingga May mengundurkan diri.
Johnson kemudian menyetujui perubahan pada teks dengan Brussels. Namun, kesepakatan Brexit yang memuat beberapa perubahan itu kembali ditolak Majelis Rendah. Johnson lalu mengajukan pemilihan umum pada Desember lalu. Hasilnya, Partai Konservatif yang dipimpin Johnson memenangi suara mayoritas di Majelis Rendah. Dalam situasi itu, para anggota Majelis Rendah parlemen pun dengan cepat mendukung perjanjian Brexit tersebut.
Sempat terjadi perdebatan kecil di Majelis Tinggi, pekan ini. Majelis Tinggi berupaya mengajukan usulan amandemen terkait skema pemerintah mendaftarkan sekitar 3,6 juta warga UE di Inggris.
Sempat terjadi perdebatan kecil di Majelis Tinggi pada pekan ini. Majelis Tinggi berupaya mengajukan usulan amandemen terkait skema pemerintah untuk mendaftarkan sekitar 3,6 juta warga UE yang tinggal di Inggris. Usulan amandemen lain yang diajukan Majelis Tinggi adalah keharusan pemerintah menegosiasikan hak pengungsi anak tanpa pendamping di UE untuk bergabung dengan kerabat mereka di Inggris.
Kesepakatan Brexit juga melindungi hak-hak warga negara UE, membuat pengaturan perdagangan khusus untuk provinsi Inggris di Irlandia Utara, dan menyelesaikan utang Inggris di UE.
Namun, bagaimana bentuk hubungan antara Inggris dan UE di masa mendatang itu masih belum terselesaikan. Negosiasi terkait hal itu bisa saja menimbulkan tantangan yang lebih besar daripada terkait persetujuan tentang perpisahan dengan UE ini.
Dalam pidato awal bulan depan, Johnson diperkirakan akan menjabarkan lebih rinci harapannya terkait perjanjian perdagangan bebas dengan Brussels sesuai dengan kesepakatan UE baru-baru ini dengan Kanada. "Saya benar-benar yakin bahwa kita bisa melakukan itu," kata Johnson pada hari Rabu saat menjawab pertanyaan secara daring yang diajukan warga.
Johnson ingin mempertahankan perdagangan bebas antara Inggris dan mitra dagang terbesarnya itu di seluruh jalur perdagangan. Inggris pun ingin mencapai kesepakatan dengan negara lain, yaitu Amerika Serikat. Brussels sendiri telah memperingatkan bahwa tidak mungkin untuk mengatasi semua masalah pada waktu itu. Dalam perkembangannya, ada kemungkinan kesepakatan kedua belah pihak bakal lebih terbatas.
Menteri Keuangan Inggris, Sajid Javid, pada Rabu mengakui ketatnya jadwal negosiasi perdagangan itu lebih lanjut. Dia sepakat dengan Johnson bahwa proses itu akan berjalan, dan hasil akhirnya akan diraih sesuai keinginan London.
Secara terpisah, Kantor PM Inggris membantah adanya perselisihan dengan Washington mengenai pajak yang diusulkan London pada sejumlah perusahaan raksasa teknologi AS akan mempengaruhi negosiasi perdagangan setelah Brexit. Pihak kantor PM mengatakan, “Hal itu bukan bagian dari diskusi."