Bandeng masih menjadi primadona warga pada perayaan Imlek tahun ini. Mereka meyakini, menyajikan bandeng pada saat tahun baru Imlek mendatangkan keberuntungan hidupnya.
Oleh
STEFANUS ATO/SHARON PATRICIA
·5 menit baca
Ikan bandeng menjadi makanan istimewa yang selalu dicari saat tahun baru Imlek. Bandeng yang tubuhnya dipenuhi duri menjadi gambaran kehidupan manusia yang berliku dan tak selalu berjalan mulus. Tekstur ikan itu sejalan dengan upaya petani mengembangkan tambak bandeng hingga layak dipanen, perlu kerja keras dan tidak selalu mudah.
Seorang petani tambak, Saman (46), dengan penuh semangat berkali-kali melempar jaring ke tambaknya. Beberapa ekor ikan bandeng berhasil dijaring. Namun, ia kecewa lantaran keinginannya menunjukkan kepada Kompas, ukuran ideal ikan bandeng untuk Imlek tak berhasil dijaring.
”Enggak dapat nih, kemarin kami sudah panen, itu dapat hingga 700 ekor beratnya mencapai 14 kuintal. Nanti kami panen lagi, tetapi pakai jala biasanya untuk menangkap ikan-ikan bandeng yang besar,” katanya, Sabtu (18/1/2020), di Muara Gembong, Bekasi.
Total bandeng yang dipelihara di tambak seluas 7 hektar itu diperkirakan berjumlah 2.000 ekor. Ikan itu sudah dipelihara selama satu tahun. Awalnya, ada sekitar 4.000 benih ikan yang dilepas, tetapi tak semua bisa bertahan hidup karena mati dimakan ikan lain, ular air, bahkan dimakan burung.
Saman juga harus menjaga kedalaman tambak sekitar 1,5 meter. Jika air laut sedang pasang, pintu air tambak harus dibuka, begitu pun sebaliknya saat air laut surut. Saman melakukan cara ini guna menjaga kadar garam air tambak tetap stabil.
Berbeda dengan mengatur kadar air garam, Saman lebih mudah memberikan makan bandeng. Ikan itu biasa memakan rumput laut dan lumut yang tumbuh di sekitar tambak sehingga tidak perlu diberi makanan tambahan.
”Bandeng Muara Gembong sudah terkenal tidak cepat busuk. Itu karena bandeng-bandengnya memakan rumput laut dan lumut yang ada secara alami. Tidak diberi pelet yang membuat air dan juga bandeng bau,” ujarnya.
Setelah setahun, dalam sekali panen bisa mencapai 1.000 ekor atau setara dengan 30 kuintal. Tahun ini, panen bandeng berlangsung dua kali di tambak Saman, yaitu 17 dan 23 Januari 2020.
Tidak hanya di tambak, bandeng semakin banyak dicari warga di pasar, tidak terkecuali Pasar Bunga di Jalan Rawa Belong, Jakarta Barat. Pasar ini selalu dipenuhi penjual bandeng menjelang perayaan Imlek. Pasar dadakan satu tahun sekali ini menjajakan bandeng dengan berat hingga 8 kilogram (kg) per ekor yang ditangkap dari laut.
Ada pula bandeng dengan berat 3 kg per ekor. Jika bandeng pada umumnya dipanen tiga hingga enam bulan, bandeng Imlek dipanen setahun sekali untuk mendapatkan ikan yang lebih besar.
Harga yang ditawarkan tentu berbeda, untuk bandeng biasa dijual Rp 50.000 per kg. Bandeng imlek bisa mencapai Rp 85.000 per kg. Dari hasil penjualan selama lebih kurang lima hari hingga 25 Januari 2020, penjual bisa mengantongi Rp 500.000 per hari.
”Bandeng biasanya buat dikasih lagi kepada orangtua dan mertua. Ngasih-nya itu yang mentah biar kelihatan besarnya karena makin besar (ikan bandengnya) makin disayang,” ujar Indah (43), penjual bandeng imlek.
Tradisi memberi bandeng imlek, kata Indah, hanya ada di budaya Betawi. Sementara orang Tionghoa biasanya membeli bandeng untuk dikonsumsi bersama keluarga dan sembahyang.
Johan (40) dan Isnah (38), pembeli bandeng imlek, pun menyampaikan demikian. Meski merupakan keturunan asli Betawi, perayaan Imlek telah menjadi bagian dari tradisi keluarga.
”Kami enggak ada keturunan (Tionghoa), tapi (bandeng imlek) memang sudah menjadi tradisi keluarga. Nanti, pada tanggal 25 (Januari 2020) kami antar kepada orangtua dan mertua,” ujar Isnah seusai membeli empat ekor bandeng.
Memang dalam budaya Tionghoa, secara prinsip, tidak harus ikan bandeng, tetapi yang terpenting adalah ikan. Budayawan Tionghoa, Aji Chen Bromokusumo, menjelaskan, secara filosofi, ikan dalam tahun baru Imlek berarti ”lebih”.
Dalam bahasa Mandarin dikenal sajak (nian nian you yu), lafal (yu) berarti lebih sama dengan lafal (yu) yang berarti ikan. Sajak yang biasa diucapkan saat perayaan Imlek ini bermakna bahwa setiap tahun selalu ada kelebihan. ”Selalu ada rezeki melimpah setiap tahun,” ujar Aji.
Saat penyajian, Aji menyampaikan, ikan laut pun harus disajikan secara utuh. Hal ini bermakna keutuhan keluarga yang senantiasa dipelihara dan dijaga.
Bandeng yang dijual di Rawa Belong, kata Indah, berasal dari pengepul di Cilincing, Jakarta Utara. Asal muasalnya, berasal dari Muara Gembong, Kabupaten Bekasi.
Meningkat
Sementara itu, di salah satu tempat pelelangan ikan, di Cilincing, Jakarta Utara, pada Rabu (22/1/2020), bandeng imlek terus didatangkan para pengepul. Setiap pengepul membawa berkisar satu hingga dua ton. ”Baru hari ini bawa bandeng imlek, ada sekitar 1,5 ton. Ini dari Muara Gembong yang dipanen tadi malam,” kata Bachrudin (34), pengepul ikan bandeng.
Ikan bandeng yang dibawa Bachrudin dijual dengan harga Rp 60.000 per kg. Artinya jika ditotal, pemasukan yang didapat hanya dalam satu hari mencapai Rp 90 juta.
Menurut Bacrudin, selama tiga hari menjelang Imlek, bandeng merupakan jenis ikan yang paling banyak dicari. Mereka kadang kewalahan memenuhi permintaan pelanggan. Pada hari biasa, bandeng yang dikumpulkan Bachrudin paling banyak 500-700 kg. Meski begitu, sering kali bandeng yang dibawa itu tidak habis terjual.
Jimmy (50), pengepul bandeng lain di Clincing, menambahkan, dia mulai rutin mengantar bandeng imlek sejak dua hari yang lalu. Setiap hari, total ikan bandeng yang dibawa sebanyak dua ton. Rinciannya, satu ton diantar ke pelanggannya di Clincing dan sisanya dijual di Pasar Ikan Muara Baru. ”Kalau saya bawa dari Karawang. Yang pesan lumayan banyak, tetapi susah cari, karena tidak semua petani punya bandeng imlek,” ucap lelaki asal Karawang, itu.