Kepala Trump Dihargai 3 Juta Dollar AS, Iran Pun Dicap Negara Teroris
”Atas nama rakyat di Provinsi Kerman, kami akan membayar hadiah 3 juta dollar AS tunai kepada siapa pun yang membunuh Trump.”
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
DUBAI, RABU — Anggota Parlemen Iran, Ahmad Hamzeh, menawarkan 3 juta dollar AS atau setara dengan Rp 40,9 miliar kepada siapa pun yang mampu membunuh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Tawaran ini menambah dinamika yang terjadi antara Iran dan AS di Timur Tengah. AS mengecam tawaran tersebut.
Hamzeh, seperti dilaporkan kantor berita Iran, ISNA, mengatakan akan memberikan imbalan kepada orang yang mampu membunuh Trump. Iran melihat Trump sebagai musuh karena telah memberlakukan sanksi internasional kepada Iran pada 2018. Trump juga memerintahkan pembunuhan Pemimpin Pasukan Quds Iran Mayor Jenderal Qassem Soleimani pada awal Januari 2020.
”Atas nama rakyat di Provinsi Kerman, kami akan membayar hadiah 3 juta dollar AS tunai kepada siapa pun yang membunuh Trump,” kata Hamzeh kepada Parlemen Iran, Selasa (21/1/2020).
Hamzeh tidak merinci siapa yang akan membayarkan tawaran hadiah tersebut dan apakah tawarannya mendapat dukungan resmi dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Dia merupakan anggota parlemen yang kurang terkenal, yang mewakili wilayah Kahnouj, dekat Kerman.
Kerman, kota kelahiran Soleimani, terletak di selatan Teheran, ibu kota Iran. Soleimani merupakan pejabat militer terkemuka Iran yang meninggal akibat diserang pesawat tak berawak pada 3 Januari di Baghdad, Irak. Kematiannya memicu Iran untuk menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Irak, tetapi justru menjatuhkan sebuah pesawat komersial Ukraina berisi 176 orang.
Dalam pengumuman tawaran hadiah atas kepala Trump itu, Hamzeh juga menyoroti pentingnya bagi Iran untuk memiliki senjata nuklir. ”Jika kita memiliki senjata nuklir saat ini, kita akan terlindungi dari ancaman. Kita harus menempatkan produksi rudal jarak jauh yang mampu membawa hulu ledak yang tidak konvensional dalam agenda. Ini adalah hak alami kita,” tuturnya.
Dicap terorisme
Duta Besar AS untuk Konferensi Perlucutan Senjata Robert Wood mengatakan, tawaran Hamzeh itu merupakan hal yang konyol. Tawaran untuk membunuh Trump semakin membuktikan bahwa Iran adalah negara yang berdasarkan pada terorisme.
”(Tawaran itu) hanya konyol. Namun, itu memberi kesan bahwa terorisme menjadi fondasi rezim itu dan rezim itu perlu mengubah perilakunya,” kata Wood kepada wartawan di Geneva, Swiss.
Ketegangan antara AS dan Iran meningkat sejak Trump menarik AS mundur dari perjanjian multilateral bernama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2018. Trump menganggap JCPOA cacat sehingga kembali memberlakukan sanksi larangan internasional untuk mengimpor minyak dari Iran.
Selama ini, AS dan sekutu dari negara Barat menuding Iran mencoba membuat senjata nuklir. Iran pun mulai mengurangi komitmen dalam JCPOA secara bertahap sejak sanksi AS berlaku meskipun bersikukuh penelitian nuklir bukan untuk senjata, melainkan tenaga listrik.
Dapat dibatalkan
Pada Januari ini, Iran mengumumkan akan membatalkan semua batasan pengayaan uranium. Hal ini dapat berpotensi memperpendek jarak waktu yang diperlukan untuk membangun senjata nuklir. Namun, Teheran, Selasa, kembali menegaskan bisa kembali mematuhi JCPOA apabila semua pihak, termasuk AS, memenuhi komitmen masing-masing dalam JCPOA.
”Iran telah menyatakan, langkah-langkah untuk mematuhi JCPOA akan dapat kembali jika anggota JCPOA lainnya mengambil keputusan untuk memenuhi komitmen mereka. Program nuklir Iran selalu bertujuan damai dan terus berada di bawah pengawasan IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional) selama setahun terakhir,” ujar Duta Besar Iran untuk PBB Esmaeil Baghaei Hamaneh dalam konferensi perlucutan senjata PBB di Geneva.
Pengumuman Iran untuk mengurangi komitmen memicu tiga negara Eropa yang terikat JCPOA, Inggris, Perancis, dan Jerman, menggunakan mekanisme perselisihan yang tertera dalam perjanjian tersebut. Penggunaan mekanisme itu dapat membuat Iran kembali menerima sanksi PBB.
Apabila sanksi PBB kembali berlaku, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan akan menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) yang dibuat pada 1970. NPT mengikat semua pihak yang menandatangani agar energi nuklir digunakan hanya untuk tujuan damai.
”Ancaman Iran untuk keluar dari NPT, sebuah fondasi untuk mengendalikan senjata nuklir global sejak Perang Dingin, akan mengirim pesan yang sangat negatif. Iran perlu duduk bersama AS untuk menegosiasikan perjanjian yang tidak hanya berkaitan dengan masalah nuklir, tetapi juga dengan masalah lain, seperti proliferasi dan pengembangan rudal balistik,” tutur Wood. (REUTERS/AFP)