Perusahaan di Kalbar Diwajibkan Sediakan Lahan Konservasi
Pemprov Kalbar mewajibkan korporasi yang berbasis lahan menyediakan areal konservasi sebanyak 7 persen dari total lahan yang dimiliki.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Alih fungsi hutan menjadi sektor usaha berbasis lahan mengakibatkan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mewajibkan korporasi yang berbasis lahan menyediakan areal konservasi sebanyak 7 persen dari total lahan yang dimiliki.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat Untad Dharmawan di Pontianak, Selasa (21/1/2020). Untad berbicara dalam diskusi terfokus terkait persamaan persepsi dan strategi implementasi area konservasi dalam pengelolaan usaha berbasis lahan berkelanjutan.
Selama ini, area untuk konservasi atau lindungnya tidak ada.
Untad mengatakan, Pemerintah Provinsi Kalbar telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan. Dalam perda itu, perusahaan diwajibkan menyediakan 7 persen dari total lahannya untuk lahan konservasi. Perusahaan berbasis lahan antara lain usaha perkebunan, pertanian, kehutanan, dan pertambangan.
”Inilah yang mau kami dorong. Selama ini, area untuk konservasi atau lindungnya tidak ada. Padahal, di area itu ada yang memenuhi kriteria sebagai lahan yang memiliki nilai konservasi tinggi,” ujar Untad.
Dengan aturan itu, Untad menambahkan, diharapkan tidak semua lahan perusahaan untuk produksi, melainkan sebagian disisakan untuk menjaga kelestarian alam. Masing-masing perusahaan didorong berkontribusi dalam penyelamatan lingkungan di wilayahnya masing-masing.
”Tahun ini, pemerintah melakukan sosialisasi. Sosialisasi dimulai dari Kabupaten Ketapang. Perlu satu proyek percontohan dahulu di satu kabupaten. Ke depan, Kabupaten Sintang, dan bertahap ke seluruh wilayah yang memiliki konsesi. Setelah sosialisasi selesai, masuk pada implementasi,” ujar Untad.
Kriteria kawasan yang masuk dalam konservasi telah diatur dalam Peraturan Gubernur Kalbar Nomor 60 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Mekanisme Penetapan Area Konservasi dalam Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan.
Kriteria itu, misalnya, kawasan yang mengandung konsentrasi nilai keanekaragaman hayati yang dianggap penting. Kemudian, kawasan yang memiliki bentang alam luas yang terdapat di dalamnya keberlangsungan populasi secara alami. Lalu, kawasan yang memiliki ekosistem unik terancam punah dan hampir punah.
Ada juga kawasan yang menyediakan jasa lingkungan dalam perlindungan daerah aliran sungai serta mengontrol erosi dan perlindungan pantai. Kemudian, kawasan yang merupakan sumber kehidupan dasar bagi masyarakat lokal serta merupakan ketahanan pangan. Ada juga kawasan sebagai identitas budaya atau yang memiliki tutupan hutan.
Untad mengatakan, pemerintah mendorong komitmen perusahaan berbasis lahan terhadap lingkungan. Visi lingkungan belum berjalan selama ini. Padahal, komitmen perusahaan terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat kerap dikemukakan perusahaan saat ingin berinvestasi.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar Adi Yani menuturkan, sosialisasi kali ini menegaskan kembali bahwa perusahaan diwajibkan menyediakan 7 persen lahan untuk konservasi. Sosialisasi secara bertahap sebetulnya sudah dilaksanakan sejak 2018.
Akan tetapi, hanya sekitar 20 persen dari sekitar 400 perusahaan yang menindaklanjuti sosialisasi terdahulu itu.
Meski demikian, menurut Adi, waktu itu sosialisasi baru sebatas di internal organisasi perangkat daerah terkait. Pada 2019, aturan itu sudah disosialisasikan kepada sekitar 400 perusahaan. Akan tetapi, hanya sekitar 20 persen dari sekitar 400 perusahaan yang menindaklanjuti sosialisasi terdahulu itu.
Koordinator Program Lanskap Aidenvironment Asia Marius Gunawan menuturkan, pihaknya juga telah mendorong dan memfasilitasi pendekatan kolaboratif di tiga lanskap di Kalbar, yakni Ketapang, Sambas, dan Kubu Raya.
”Proses legalisasi area konservasi di area konsesi yang telah diinisiasi di Ketapang menjadi contoh bagi proses serupa di lanskap-lanskap lain,” ujarnya.
Ketapang memiliki luas 3,01 juta hektar. Luasan itu terdiri dari area berhutan (931.137 hektar), area gambut (224.536 hektar), area gambut berhutan (166.597 hektar), dan area penggunaan lain/APL (1,25 juta hektar). Sebagian APL merupakan izin perkebunan sawit yang telah teridentifikasi sebagai area bernilai konservasi tinggi (HCV) dan stok karbon tonggi (HCS) seluas kurang lebih 68.000 hektar atau setara dengan luas DKI Jakarta.
Ketapang memiliki perusahaan perkebunan kelapa sawit yang masuk RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil) terbanyak. Maka, perusahaan wajib membuat, mengimplementasikan, dan memonitor serta mengevaluasi kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat, dan No Exploitation) ke dalam rantai pasok usahanya.
Salah satu bentuk kebijakan NDPE adalah kewajiban mengidentifikasi HCV dan HCS yang terdapat di konsesinya. Selain itu, perusahaan juga memastikan area yang telah teridentifikasi sebagai HCV dan HCS dikelola sesuai kaidah-kaidah konservasi dan produksi berkelanjutan. Kemudian, melibatkan peran serta masyarakat di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan
Data dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar, dari 8 juta hektar total hutan alam Kalbar, 30 persen di antaranya mengalami deforestasi. Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale pada 10 Januari lalu, laju deforestasi Kalbar sebesar 42.000 hektar per tahun.
Kerusakan alam itu diperparah lagi oleh kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar, luas lahan yang terbakar di Kalbar tahun lalu mencapai 125.000 hektar.
Daerah aliran sungai (DAS) di Kalbar juga banyak yang kritis. Data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, dari sekitar 14 juta hektar luas DAS di Kalbar, seluas 1,01 juta hektar sudah kritis, sebagian besar adalah DAS Kapuas.
Bahkan, menurut Walhi Kalbar, DAS Kapuas dan sub-sub DAS Kapuas saja luasnya sekitar 10 juta hektar. Dari luasan itu, DAS Kapuas dan sub-sub DAS Kapuas yang kritis sudah mencapai 70 persen.