Pemenang tender revitalisasi Monas, PT Bahana Prima Nusantara, belakangan diketahui berkantor secara virtual di Ciracas, Jakarta Timur. Keberadaan kantor dianggap tak sepadan dengan nilai proyek yang dikerjakan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA/NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemenang tender revitalisasi Monas atas nama PT Bahana Prima Nusantara belakangan diketahui berkantor secara virtual di permukiman bilangan Ciracas, Jakarta Timur. Keberadaan kantor yang dianggap tidak sepadan dengan nilai proyek tersebut memicu kontroversi dari DPRD DKI Jakarta.
Alamat kantor PT Bahana Prima Nusantara tercantum pada laman pemenang tender lpse.pu.go.id, yakni di Jalan Nusa Indah Nomor 33 RT 001 RW 007 Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Berdasarkan penelusuran Kompas, Selasa (21/1/2020) siang, alamat tersebut mengarah pada sebuah kantor percetakan digital bernama Cahaya 33.
Sri Sudarti, petugas pengelola di sana, mengakui, bangunan dua lantai tersebut beroperasi sebagai penyewaan kantor virtual. Ia menyebut, PT Bahana Prima Nusantara berkantor di sana setidaknya sejak 2014.
Sebagai kantor virtual, Sri menjelaskan bahwa alamat kantor di sana hanya sebagai formalitas untuk pengiriman surat dan pertemuan kecil. Sementara itu, alamat kantor operasional PT Bahana Prima Nusantara, kata Sri, berada di Jalan Letjen Suprapto Nomor 60, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Keberadaan kantor di sana tidak digunakan sebagai alamat resmi karena terkendala izin dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta. ”PT Bahana Prima Nusantara hanya menggunakan alamat kantor ini untuk keperluan persuratan dan pertemuan kecil,” ujar Sri.
Keterbatasan kegiatan juga karena ada sekitar 27 perusahaan yang berkantor di sana, sementara luas ruangan masing-masing kantor hanya sekitar 5 meter x 3 meter.
Keberadaan kantor pemenang tender tersebut kemudian memicu aduan sejumlah pihak, salah satunya dari anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Justin Adrian. Justin menilai, kondisi kantor pemenang tender kontras dengan nilai kontrak proyek revitalisasi yang mencapai Rp 71 miliar.
Kondisi kantor tersebut, menurut dia, kurang meyakinkan reputasi perusahaan sebagai kontraktor yang kredibel. ”Biasanya untuk nilai proyek sebesar itu, ada kualifikasi yang cukup tinggi, bahkan mengecek hingga keberadaan kantornya. Saya khawatir kalau kontraktor itu hanya pinjam nama dan dijual lagi ke pihak lain untuk kerja, kan, tidak ada yang tahu,” ujar Justin.
Justin mengatakan, aduan tersebut kini sedang dikoordinasikan dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta.
Sementara itu, Kepala Dinas Citata DKI Jakarta Heru Hermawanto menampik kekhawatiran Justin. Heru menyebut reputasi kontraktor revitalisasi Monas sudah teruji pada proyek pembangunan Masjid Agung di Sumatera Barat.
Biasanya untuk nilai proyek sebesar itu, ada kualifikasi yang cukup tinggi, bahkan mengecek hingga keberadaan kantornya. Saya khawatir kalau kontraktor itu hanya pinjam nama dan dijual lagi ke pihak lain untuk kerja, kan, tidak ada yang tahu.
”Sebelum memilih kontraktor pemenang tender, kami telah melihat sejumlah proyek yang diselesaikan. Meski lokasi kantor berupa virtual, pengerjaan proyek nyatanya berjalan sampai sekarang,” ucap Heru.
Terkait masalah kontraktor, Heru menyarankan pihak DPRD DKI Jakarta sebaiknya fokus pada penilaian tenggat proyek. Kalau memang ada yang terlambat atau kejanggalan lainnya, DPRD bisa mengadukan hal tersebut ke dinas terkait.
”Proyek revitalisasi ini kami kebut sebelum tahun 2021. Untuk saat ini, kontraktor berupaya merampungkan plaza selatan Monas terlebih dulu sampai Februari mendatang,” katanya.