Mobilitas ternak diperketat dan pasar ternak di Gunung Kidul akan ditutup sementara terkait persebaran bakteri antraks. Paparan pada manusia diupayakan tidak bertambah.
Oleh
Nino Citra Anugrahanto/Haris Firdaus/Nikson Sinaga/Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
GUNUNG KIDUL, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merazia ternak yang diangkut dari wilayah endemik antraks untuk melokalisasi sebaran bakteri antraks. Pasar ternak juga akan ditutup sementara. ”Ini akan dilakukan sampai sudah tidak ada lagi temuan bakteri antraks. Setiap dua bulan bakal dilakukan evaluasi,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul Bambang Wisnu Broto di Gunung Kidul, Senin (20/1/2020).
Upaya lain untuk mencegah penyebaran bakteri itu dengan menyuntik antibiotik, vitamin, dan vaksin terhadap ternak di sekitar Desa Gombang, daerah endemik antraks. Penyuntikan ternak dilakukan hingga radius 5 kilometer dari desa tersebut. Tujuannya, agar ternak tahan dari paparan bakteri tersebut.
Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Veteriner Dinas Pertanian dan Pangan Gunung Kidul Retno Widiastuti menyatakan, stok antibiotik dan vaksin masih mencukupi. Stok antibiotik cukup untuk sekitar 2.400 ekor ternak, sedangkan vaksin hingga 15.000 dosis. Sekretaris Daerah Gunung Kidul Drajad Ruswandono menyampaikan, belum diketahui pasti kapan penutupan pasar ternak. Ia masih akan berkoordinasi.
Setiap dua bulan bakal dilakukan evaluasi.
”Nanti akan ditutup satu kali hari pasaran. Lalu, ambil sampel tanah dari daerah itu untuk mengecek apakah ada bakteri antraks juga di pasar itu. Ini untuk mencari tahu ternak (pembawa bakteri antraks) dari sini atau luar daerah,” katanya. Nanti, ternak yang akan masuk atau keluar Kabupaten Gunung Kidul harus mengantongi surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Kasus antraks baru pertama kali muncul di Gunung Kidul, akhir Desember 2019.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul Dewi Irawaty, belum ada laporan keluhan tambahan dari warga yang dinyatakan positif antraks. Sejauh ini, jumlah warga positif terpapar antraks 27 orang. Mereka terus dipantau 120 hari sejak pertama kali terpapar bakteri itu.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan, untuk mencegah penularan antraks, masyarakat diminta berhati-hati saat mendapati hewan ternak mati mendadak Pemerintah daerah juga telah membangun pos-pos untuk mengawasi lalu lintas ternak di Gunung Kidul dan sekitarnya.
Wabah ASF
Di Medan, Sumatera Utara, terkait wabah demam babi afrika (African swine fever/ASF), pemerintah sudah menyiapkan langkah pemulihan. Kementerian Pertanian, Pemprov Sumut, dan pemerintah kabupaten/kota yang terjangkit wabah sudah berkoordinasi menyiapkan anggaran penanggulangan dan pemulihan wabah ASF. Wabah ASF menyebar di Sumut sejak September 2019. Saat ini sudah lebih dari 39.000 ternak babi dilaporkan mati.
Peternak diminta menangani bangkai babi dengan tepat, meningkatkan biosekuriti, dan menghentikan lalu lintas ternak dari daerah tertular. Kementerian Pertanian pun sudah mendeklarasikan wabah ASF di 16 kabupaten di Sumut, Desember 2019. Kini, penyakit itu menyebar di 18 kabupaten.
”Peternakan babi salah satu penghidupan masyarakat di Sumut dengan populasi 1,2 juta ekor. Pemulihan ini sangat penting untuk menggerakkan lagi ekonomi masyarakat,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap.
Andri Siahaan (33), peternak di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, mengatakan, sebagian besar ternak babi di desanya sudah mati beberapa bulan ini. Wabah sudah menyerang hampir semua kandang di desa itu. Sekitar 700 keluarga peternak babi terpuruk.
Di Nusa Tenggara Timur, kewaspadaan terhadap ASF juga ditingkatkan. Kepala Dinas Peternakan NTT Danny Suhadi mengatakan, semua wilayah di NTT masih dinyatakan aman dari ASF. ASF ditemukan di Timor Leste, September 2019, yang diduga berasal dari produk-produk makanan China di sana.