Operasi Modifikasi Cuaca Perhatikan Ancaman Banjir
Teknologi Modifikasi Cuaca terus dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sembari menyesuaikan ancaman banjir di Jabodetabek. Teknologi ini terbukti berhasil menurunkan curah hujan di Jabodetabek.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi Modifikasi Cuaca terus dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sembari menyesuaikan ancaman banjir di Jabodetabek. Sejauh ini, modifikasi cuaca dinilai berhasil menurunkan curah hujan di Jabodetabek sekitar 40 persen.
”Eskalasi operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) benar-benar didasarkan pada tingkat ancaman banjirnya,” kata Kepala Balai Besar Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto saat dihubungi dari Jakarta, Senin (20/1/2020).
Seto menambahkan, operasi TMC hanya akan dilaksanakan ketika awan-awan yang tumbuh di Selat Sunda dan Laut Jawa diperkirakan mengakibatkan genangan atau banjir di Jakarta. Sejauh hal tersebut diyakini tidak terjadi, operasi TMC tidak akan dilakukan.
Saat ancaman banjir tersebut diprediksi kuat, TMC dilakukan dengan empat sorti penerbangan. Namun, jila ancaman tidak ada, TMC tidak akan dilakukan. ”Tanggal 13 dan 14 Januari lalu kami tidak melakukan operasi TMC karena tidak adanya ancaman banjir,” ungkap Seto.
Seto menekankan bahwa TMC tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hujan di Jabodetabek. TMC hanya dilakukan untuk mengurangi curah hujan penyebab banjir. Seto mengklaim, curah hujan di Jabodetabek turun sekitar 40 persen.
”Masih terus dilakukan, sejauh ini curah hujan sudah berkurang sekitar 30-40 persen,” katanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, hujan lebat masih berpotensi terjadi di wilayah Jabodetabek pada 17-23 Januari 2020. Menanggapi hal tersebut, BPPT kembali meningkatkan eskalasi operasi TMC sebanyak 4-5 sorti penerbangan per hari.
”Selain prakiraan yang dirilis BMKG, tim TMC-BPPT juga memprediksi cuaca ekstrem masih akan terjadi hingga 25 Januari,” ujar Seto.
Secara teknis, TMC secara intensif memonitor pertumbuhan dan pergerakan awan-awan yang diperkirakan bergerak menuju wilayah Jabodetabek. Monitoring ini dilakukan sejak dini hari hingga setelah matahari terbenam.
Awan-awan tersebut akan segera disemai sebelum masuk wilayah Jabodetabek, yang biasanya saat awan-awan tersebut berada di Laut Jawa, Selat Sunda, dan wilayah Ujung Kulon,” tambah Seto.
Menurut dia, hingga Sabtu (18/1/2020), operasi TMC telah dilakukan 44 sorti dengan total jam terbang lebih dari 95 jam. Setidaknya, total bahan semai yang digunakan lebih dari 73 ton dengan ketinggian penyemaian sekitar 9.000-12.000 kaki.
Operasi TMC ini juga didukung dua unit pesawat TNI Angkatan Udara, yakni pesawat CN 295 registrasi A-2901 Skadron 2 dan pesawat Casa 212 registrasi A-2105 Skadron 4 Malang. Penerbangan penyemaian dilakukan pada awan-awan potensial hujan di wilayah Kepulauan Seribu, sepanjang Selat Sunda, Ujung Kulon, dan sekitarnya.
Terukur
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna berpendapat, modifikasi cuaca di Jabodetabek mesti dilakukan secara terukur. Jika tidak, wilayah Jabodetabek berpotensi kehilangan potensi menambah cadangan air tanah.
”Untuk kondisi darurat, bolehlah ini dilakukan. Tidak setiap waktu. Sebab, di sisi lain kita tidak boleh menyia-nyiakan potensi hujan,” katanya.
Menurut Yayat, pada musim hujan ini potensi air yang bisa diserap tanah sangat tinggi. Untuk itu, diperlukan sebuah alokasi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan di Jabodetabek. Jika curah hujan kembali normal, Yayat berharap modifikasi cuaca tidak perlu dilakukan.
”Kita harus bisa memperhitungkan dampak jangka panjangnya. Perlu diukur seberapa besar air hujan yang tetap bisa kita serap dalam sebulan ini,” ujarnya.
Yayat menambahkan, momentum modifikasi cuaca ini mesti dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah daerah. Guna mengantisipasi kejadian banjir seperti awal tahun ini, beberapa hal bisa dilakukan, seperti pemulihan dan pembersihan gorong-gorong, pengecekan pompa air, dan memperbaiki tanggul yang jebol.
”Ini saat yang pas bagi kita untuk mencegah timbulnya kerugian-kerugian kembali akibat banjir. Minimal kita tidak gagap jika hujan kembali turun dengan intensitas tinggi,” tambah Yayat.