Uang Nasabah Jiwasraya Kembali Mulai Februari, Caranya dengan ”Holding” Asuransi
Besaran pengembalian dana nasabah atau pemegang polis Jiwasraya tahap pertama yang dimulai Februari mendatang, mencapai Rp 2 triliun. Pengembalian diutamakan terlebih dahulu bagi nasabah-nasabah kecil.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembalian dana nasabah atau pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ditargetkan akan dicairkan secara bertahap mulai Februari mendatang. Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah fokus menyelesaikan pembentukan perusahaan induk atau holding asuransi.
Seperti diberitakan sebelumnya, ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim nasabah sebesar Rp 12,4 triliun per Desember 2019. Pada 2020, klaim nasabah yang akan jatuh tempo mencapai Rp 3,7 triliun. Dengan demikian, total klaim jatuh hingga akhir 2020 mencapai Rp 16,1 triliun.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga, dalam diskusi bertajuk ”Kasus Jiwasraya, Pansus vs Panja”, di Jakarta, Minggu (19/1/2020), mengatakan, pembentukan perusahaan induk asuransi bertujuan untuk mendapatkan dana.
Terkait hal itu, ada beberapa syarat yang harus dilakukan. Pertama, mengubah perusahaan asuransi yang masih berstatus perusahaan umum ke bentuk perseroan terbatas (PT). Saat ini, Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), misalnya, masih berbentuk perusahaan umum (perum). Kementerian BUMN sedang menyiapkan draf peraturan pemerintah (PP) yang mengubah Jamkrindo dari Perum menjadi PT.
Selanjutnya, Kementerian BUMN sedang menyiapkan PP untuk perusahaan induk asuransi. ”Pak Erick (Menteri BUMN) mengatakan, kalau semua regulasi beres, bulan Februari-Maret nanti sudah bisa dibagi uang nasabah secara bertahap,” katanya.
Ia menyatakan, besaran pencairan tahap pertama itu sebesar Rp 2 triliun. Pencairan diutamakan untuk nasabah-nasabah kecil.
Pak Erick (Menteri BUMN) mengatakan, kalau semua regulasi beres, bulan Februari-Maret nanti sudah bisa dibagi uang nasabah secara bertahap.
Solusi selanjutnya, Kementerian BUMN akan membuat anak usaha Jiwasraya yang bisa mengundang investasi dari luar. ”Apakah investor lokal atau luar, kami lagi cari dan membidik,” katanya. Selanjutnya, Kementerian BUMN juga akan melakukan restrukturisasi utang Jiwasraya.
Dalam upaya menyelesaikan kasus Jiwasraya itu, pemerintah berharap dapat bersinergi dengan panitia kerja (panja) yang telah dibentuk oleh Komisi VI dan XI DPR. Adapun mengenai munculnya keinginan sejumlah anggota DPR untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya, Arya menilai keberadaan pansus belum dibutuhkan.
Selain karena sudah ada panja, pemerintah betul-betul serius menyelesaikan persoalan Jiwasraya. Dari mulai isu pengembalian uang nasabah hingga penegakan hukum atas kasus dugaan korupsi di Jiwasraya. Pengusutan kasus dugaan korupsi itu kini intensif ditangani Kejaksaan Agung.
Selain Arya, hadir pula sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P Deddy Sitorus dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi.
Deddy Sitorus sependapat dengan Arya. Dia berharap publik memberi waktu pemerintah untuk mencari solusi dari persoalan Jiwasraya, juga pada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di Jiwasraya.
Jika dalam perjalanannya pemerintah dan Kejagung menemui jalan buntu atau langkah yang diambil menyimpang dari seharusnya, barulah pada saat itu, kehadiran pansus perlu didorong oleh DPR.
Selain itu, panja yang telah dibentuk dua komisi di DPR dinilai Deddy sudah cukup. Panja yang dibentuk Komisi XI fokus menggali keterangan dari lembaga pengawas keuangan dan pihak asuransi yang bermasalah untuk mencari penyebab gagal bayar asuransi Jiwasraya. Sementara Panja Komisi VI DPR fokus mencari solusi untuk pengembalian uang nasabah.
Jika kemudian pansus dipaksakan dibentuk, dia khawatir kerja pansus akan sama dengan kerja panja. Artinya, pansus hanya mengulang hal-hal yang dilakukan oleh panja. ”Selain itu, pansus juga berpotensi mengundang distrust pada industri asuransi,” katanya.
Sebaliknya, Didi Irawadi berpandangan pansus tetap perlu dibentuk oleh DPR. Menurut dia, pansus dengan kewenangan penyelidikan yang dimilikinya bisa mengusut tuntas persoalan di Jiwasraya, termasuk mengusut benar atau tidaknya ada elite-elite politik yang ikut menikmati aliran dana dari Jiwasraya.
”Kita harus melihat ke mana aliran dana ini. Sementara, kan, ada yang dituduhkan terhadap dua pemerintahan terakhir. Dikaitkan dengan menjelang Pemilu 2019, konon juga ke pemerintahan SBY (Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono). Jadi kami tidak ingin ada fitnah, baik ke Jokowi maupun pemerintahan sebelumnya,” katanya.
Hingga kini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Mereka adalah bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro, komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Syahmirwan.
Jaksa pun telah menyita tujuh mobil dan satu sepeda motor Harley Davidson milik para tersangka. Selain itu, jaksa telah meminta pemblokiran ke Badan Pertanahan Nasional atas 156 bidang tanah yang diduga milik Benny Tjokro.
Jaksa juga meminta Otoritas Jasa Keuangan memblokir rekening para tersangka dan rekening perusahaan yang berkaitan dengan tersangka.