Alasan seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri bisa begitu rumit, sekaligus pada sisi lain mungkin bukan suatu hal yang dianggap berat bagi orang dewasa pada umumnya. Jangan langsung menghakimi mereka.
Oleh
Aguido Adri
·5 menit baca
KOMPAS/AGUIDO ADRI
SN (14), Siswi SMPN 147 Jakarta, melompat dari lantai 4, Selasa (14/1/2020) sore. Suasana di sekolah tersebut pada Minggu (19/1) tampak sepi. Pihak tidak berkepentingan dilarang masuk oleh penjaga sekolah.
JAKARTA, KOMPAS — SN (14), siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 147 Jakarta, Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, yang tewas seusai terjun dari lantai 4 diduga memiliki masalah keluarga. Saat ini, polisi masih menyelidiki motif dan penyebab SN nekat terjun dari lantai 4.
Setelah dirawat dua hari di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Kamis (17/1/2019), nyawa SN tidak bisa diselamatkan karena pendarahan di bagian dada dan panggul setelah terjun dari lantai 4 di sekolahnya pada Selasa (14/1/2019) sekitar pukul 16.00 WIB.
Peristiwa yang menimpa SN menyita perhatian netizen di dunia maya. Banyak yang beranggapan aksi nekat SN karena kasus perundungan oleh teman-temannya. Netizen juga menyalahkan pihak sekolah karena dinilai abai melindungi SN.
Namun, berdasarkan sejumlah fakta yang dikumpulkan, aksi nekat SN terjun dari lantai 4 diduga karena permasalahan keluarga. Dugaan ini bisa dilihat dari aplikasi pesan yang dikirim SN kepada temannya.
Dalam pesan tersebut, SN sudah berniat bunuh diri dan mencari lokasi sepi agar tidak ada orang yang menolong atau menghalangi aksinya. Tidak hanya itu saja, dalam pesan ia menulis, ”Gue kalau gak loncat dimarahin.. pulang-pulang digebukin lagi.”
Diakhir pesan, SN mengirim gambar lokasi tempatnya di lantai 4 kepada temannya sebagai bentuk keseriusan untuk segera melompat.
Salah satu petugas kebersihan sekolah, R (40), mengatakan, sering melihat SN menyendiri dan murung. Tidak hanya itu saja, kata R, karena tidak ada uang, SN kerap diberi makan setelah jam pelajaran usai oleh ibu kantin di sekolah. SN pun kerap membawa lontong ke sekolah untuk dijual kepada teman-temannya.
”SN anaknya baik. Saya juga sering melihat ia menggambar. Sepertinya dia punya masalah berat karena sering menyendiri. Saya tidak sependapat dengan kabar jika SN melompat karena kasus perundungan oleh teman-teman karena saya tidak pernah melihat dia diejek. SN anak baik,” tuturnya.
Hal senada diutarakan teman SN, Y (14). Ia mengatakan, SN tidak pernah bermasalah dengan teman-teman di sekolah, begitu pula sebaliknya. Di mata teman-teman, SN merupakan kawan yang baik.
”Kami juga kaget SN bisa nekat seperti itu. Dari cerita SN, ia bermasalah dengan keluarganya. SN tinggal bersama tante dan almarhum neneknya. Ayah dan ibunya sudah bercerai. Lalu ibunya sudah meninggal juga. Itu bikin SN sedih. Belum lagi katanya sering dapat perlakuan kasar,” ujar Y.
KOMPAS/AGUIDO ADRI
Kasus yang menimpa SN (14), siswi SMPN 147 Jakarta, menyita perhatian warga sekitar dan dunia maya. Banyak yang beranggapan SN nekat terjun dari lantai 4 karena kasus perundungan.
R melanjutkan, sebelum SN terjun, temannya sesama petugas kebersihan melihat SN menangis di lantai 4. Saat itu, SN melepas sepatu, ikat pinggang, dan kacamata. Petugas itu membujuk SN untuk turun, tetapi SN masih tak beranjak dari tempatnya.
Kepala Sekolah SMPN 147 Jakarta Narsun juga menepis tudingan bahwa SN melompat dari lantai 4 karena kasus perundungan.
Penyelidikan polisi
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Hery Purnomo mengatakan masih menyelidiki kasus yang menimpa SN. Beberapa saksi juga sudah diminta keterangan serta bukti untuk mengungkap penyebab SN melompat dari lantai 4 sekolahnya.
”Dari olah TKP, ada jejak digital dan di lokasi ada kursi yang diduga digunakan SN untuk melompat. Dia sudah berniat bunuh diri. Ini akan memakan waktu karena kami harus menemui satu-satu saksi yang ditemani orangtua. Perlu pendekatan khusus, terutama saksi anak-anak. Kami juga akan meminta keterangan kepada pihak keluarga,” papar Heru.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga dalam siaran tertulis mengatakan, meninggalnya SN yang diduga bunuh diri menjadi perhatian khusus karena terjadi di dalam lingkungan pendidikan.
”Kasus meninggalnya SN yang saat ini masih diduga bunuh diri merupakan peringatan bagi kita semua, baik itu orangtua, guru, maupun lingkungan sebaya untuk lebih memperhatikan buah hati dan anak-anak di sekeliling kita. SN adalah satu dari 80 juta lebih generasi bangsa ini dan saat ini kita berduka dengan kepergiannya yang ironisnya terjadi di dalam sekolah,” tutur Bintang.
Kasus meninggalnya SN mendapat perhatian besar dari masyarakat dan menjadi topik bahasan utama di media sosial, khususnya setelah beredar isu SN adalah korban bullying (perundungan) teman-teman sekolahnya. Menanggapi hal itu, Bintang mengimbau masyarakat agar memberi waktu dan kesempatan kepada aparat kepolisian.
”Kita serahkan dan mendukung proses penyelidikan aparat kepolisian untuk bisa memastikan penyebab meninggalnya korban. Masyarakat juga kami minta tidak terburu-buru memberikan opini penyebab meninggalnya karena perundungan setelah beredar ungkapan keluarga korban di grup Whatsapp dan media sosial. Berikan kesempatan aparat kepolisian mengumpulkan keterangan dari para saksi,” kata Bintang.
Bintang menambahkan, pihaknya terus mengikuti perkembangan kasus ini dan akan menindaklanjuti dengan kebijakan perlindungan anak setelah ada pernyataan resmi penyebab kematian SN dari pihak Polres Jakarta Timur.
Jangan menghakimi
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti mengatakan, kasus bunuh diri pada remaja, seperti pada kasus SN, kerap terjadi.
”Alasan seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri bisa begitu rumit yang sekaligus pada sisi lain mungkin bukan suatu hal yang dianggap berat bagi orang dewasa pada umumnya. Oleh karena itu, jangan langsung menghakimi remaja yang sedang dirundung masalah,” kata Retno.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Komisioner KPAI Retno Listyarti di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Masalah yang terjadi dalam hidup SN, seperti perceraian orangtua, tentu memberikan dampak psikologis. Ditambah kehilangan ibu dan neneknya, semakin berat beban yang harus SN tanggung. Sementara kurangnya empati di lingkungan sekitar, seperti keluarga, teman, dan guru di sekolah, turut mempengaruhi SN.
”Bagi orang dewasa atau orangtua, penting untuk peka dan memperhatikan tanda-tanda anak yang mengalami masalah dan jangan anggap remeh permasalahan yang terjadi pada anak,” kata Retno.